Published On: 13 January 2019Categories: Kajian Sastra, Pojok Sastra

Ajakan itu saya tujukan khususnya untuk para guru bahasa Indonesia di manapun berada. Tentu saja ajakan itu berlaku juga bagi peminat sastra khususnya puisi. Ajakan secara umum saya alamatkan kepada pembaca yang budiman. Pendek kata, ajakan menulis haiku saya tujukan kepada siapa saja.
Haiku adalah puisi pendek khas Jepang. Puisi itu disajikan dalam tiga larik. Masing-masing larik berisi 5, 7, dan 5 suku kata. Total suku kata dalam haiku adalah 17 suku kata. Singkatnya, formula haiku adalah 5+7+5 = 17 suku kata. Ya, Anda hanya perlu 17 suku kata untuk mencipta haiku. Mudah bukan, membuat haiku?
Saya mulai menggemari menulis haiku, sekitar setahun yang lalu. Meskipun perkenalan saya dengan haiku terjadi sudah cukup lama. Sejak masih kuliah di Universitas Sebelas Maret dulu, haiku sudah saya kenal. Namun, minat saya menulis haiku justru dipicu oleh teman Kepala SMP Kebumen, Sugiyatno, yang mengajak saya menulis haiku. Jadilah sejak setahunan ini, saya suka menulis haiku.
Sebelum kita bahas haiku lebih jauh, silakan simak haiku yang saya tulis pagi ini.
Pagi membuka
Burung berkicau riang
Hati gembira!
Salatiga, 12-01-2019
Puisi haiku itu jelas memuat tiga larik. Setiap lariknya bila Anda hitung terdapat 5, 7, dan 5 suku kata. Larik pertama: Pa-gi-mem-bu-ka (5). Larik kedua: Bu-rung-ber-ki-cau-ri-ang (7). Larik ketiga: Ha-ti-gem-bi-ra (5). Total seluruh suku kata haiku itu memuat 17 suku kata. Dengan demikian dari segi bentuk, puisi tersebut memenuhi syarat sebagai haiku.
Jika Anda cermati haiku itu, isinya mengungkapkan hal sederhana bukan? Ya, haiku memang berisi hal-hal sederhana. Ia tidak menghendaki pilihan kata rumit, mengungkap tema berat, atau harus mengusung nilai utama. Haiku cukup mengungkap peristiwa yang kita lihat, dengar, atau rasakan. Selanjutnya kita sajikan ungkapan, seruan, atau eksklamasi atas peristiwa itu. Pada haiku saya itu, larik 1 dan 2 adalah peristiwa yang saya lihat dan dengar. Sementara, pada larik ke-3 adalah ungkapan berupa eksklamasi atas peristiwa larik 1 dan larik 2.
Menurut para ahli haiku, puisi itu memang memotret peristiwa yang terjadi di sekitar kita. Ia tidak menghendaki perumpamaan atau kiasan. Haiku sangat minim terhadap tanda-tanda baca. Juga tidak sibuk dengan persoalan rima. Yang lebih penting haiku memotret peristiwa alam yang terjadi sekeliling kita dan mengungkapkan eksklamasi (kata/frasa seruan) pada larik terakhir. Hal yang utama perlu dilakukan penulis pemula haiku adalah pemadatan pengungkapan puisi dalam formula 5-7-5. Meskipun pada haiku modern, sering kali mengabaikan jumlah suku kata setiap larik haiku.
Bentuk puisi haiku yang padat itu, memerlukan sedikit partisipasi pembaca untuk dapat memahami isinya. Partisipasi itu berupa penambahan kata untuk mencairkan haiku. Seperti misalnya pada haiku saya di atas, pembaca perlu menambahkan kata “terdengar” antara larik 1 dan 2. Juga mengembalikan kata yang hilang di antara larik 2 dan 3, yaitu kata “membuat”. Beberapa kata tambahan dapat Anda tambahkan agar haiku itu menjadi terpahami. Sehingga haiku saya di atas lebih bisa dipahami setelah ditulis berikut ini. (saat) Pagi membuka (hari). Burung (di sangkar milik tetangga) berkicau riang. (membuat) Hati (ku) gembira.
Cukup mudah bukan menulis dan memahami haiku? Mari simak beberapa haiku berikut ini untuk mendapat gambaran yang lebih baik tentang haiku.

  1. Ada pelangi/ Sore di langit biru/ Alangkah indah
  2. Di Rawa Pening/ Asyik nian memancing/ Betapa hening
  3. Di pangkal siang/ Ikan mulai lapar/ Gampang dipancing
  4. Dedaun tua/ rontok jatuh melayang/ merabuk tanah
  5. Sekawan awan/ menari di angkasa/ aku terpana

Apakah haiku hanya untuk melukis alam? Tidak juga. Saya menulis haiku untuk peristiwa bernuansa agama, dalam hal ini Islami. Coba ikuti beberapa haiku berikut ini.

  1. Bulan puasa/ Tiap langkah ibadah/ Syukuri nikmat
  2. Langit meriah/ Bertabur kembang api/ Sambut ramadhan
  3. Lebaran tiba/ Tebar amal ibadah/ Bentang sajadah
  4. Adzan kumandang/ berhentilah bekerja/ waktunya sholat
  5. Berbuat baik/ Jangan ditunda-tunda/ Tabungan surga

Haiku pun tetap menarik untuk mengungkapkan peristiwa sehari-hari. Berikut beberapa haiku saya tentang peristiwa sehari-hari.

  1. Kakak beradik/ Bercanda dalam tawa/ Betapa mesra
  2. Menjemput ibu/ Berpacu dengan waktu/ Rindu menderu
  3. Suara tangis/ Memecah sunyi malam/ Menyayat hati
  4. Trembesi tumbang/ Usai beliung datang/ Jalan terhenti
  5. Sepasang wayang/ Menghias kamar kita/ Pemanis cinta

Setelah beberapa contoh haiku saya sajikan, kembali lagi ke judul ajakan saya. Sudahkah Anda siap menulis haiku? Bersiaplah menghitung jumlah suku kata setiap larik dengan jemari Anda. Begitulah yang juga saya lakukan ketika menulis haiku. Selamat mengasyiki haiku!
*) Slamet Tri Hartanto, Widyaiswara LPMP Jawa Tengah