Warning: Trying to access array offset on value of type bool in /home/jseudsjv/public_html/wp-content/plugins/fusion-builder/shortcodes/components/featured-slider.php on line 239
Lulud Prijambodo Ario Nugroho
Pengembang Teknologi Pembelajaran LPMP Provinsi Jawa Tengah
Pembelajaran dalam jaringan internet, betapapun para warga belajar sudah menjadi terbiasa dan ahli dalam melakukan kegiatan ini. Warga belajar adalah istilah sederhana penulis dalam menyebut seluruh civitas akademik di Indonesia baik untuk jenjang Paud, SD, SMP, SMA, SMK dan bahkan juga perguruan tinggi. Betapa tidak, dalam satu tahun ini, seluruh sekolah memindahkan proses pembelajaran mereka, dari pembelajaran tatap muka di kelas menjadi pembelajaran dengan pelaksanaan di rumah masing masing. Peserta didik di rumah dan guru juga di rumah atau dari sekolah.
Saat ini secara berangsur, memang pembelajaran tatap muka sudah mulai dilaksanakan kembali. Memang masih menggunakan tatap muka terbatas, dalam artian bahwa waktu belajar peserta didik di sekolah, masih satu minggu satu hari atau dua hari. Momen ini menunjukkan bahwa pembelajaran sebagian besar masih dilakukan melalui pola pembelajaran jarak jauh. Baik itu menggunakan strategi secara daring (dalam jaringan internet) ataupun luring (luar Jaringan internet). Strategi pembelajaran daring, berarti proses pembelajaran dilaksanakan dengan menggunakan fasilitas internet.
Pembelajaran dengan memanfaatkan jaringan internet merupakan keniscayaan. Mungkin saat pandemic, belum 100 % peserta didik dapat menikmati proses pembelajaran secara daring. Biasanya mereka terhalag oleh sulitnya jaringan atau terbatasnya jumlah android yang dimiliki oleh peserta didik. Tetapi, cepat atau lambat, seluruh peserta didik pasti menikmati juga proses pembelajaran ini. Pembelajaran daring merupakan pembelajaran dengan proses pembelajaran dengan memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi. Pada pembelajaran daring, proses pembelajaran maupun media pembelajaran sepenuhnya menggunakan jaringan internet. Beberapa akibat dari proses pembelajaran ini, tentu saja beragam. Dimulai dari keuntungan menggunakan pembelajaran daring, misalnya: pembelajaran menjadi tidak berjarak antara guru dengan peserta didik, sumber belajar tak terbatas, terbukanya komunikasi peserta didik dengan narasumber ahli sesuai dengan tema yang mereka munculkan. Dan tentunya masih banyak lagi.
Kerugian menggunakan pembelajaran secara daring sebenarnya juga banyak, yang paling menonjol adalah: pergaulan peserta didik menjadi lebih bebas, karena terhubung di dunia maya tanpa batas; mudah bagi peserta didik untk meninggalkan pembelajaran di kelas, terlebih jika guru hanya mengandalkan metode pembelajaran tatap muka. Kerugian lainnya adalah dicurigainya peserta didik membuka internet tidak hanya untuk kepentingan pembelajaran, tetapi juga memanfaatkan legalisasi penggunaan internet ini untuk kegiatan lainnya seperti game, film dan pornografi.
Tetapi, apakah dengan beberapa kerugian tersebut, kemudian pembelajaran dengan memanfaatkan jaringan internet tersebut kita tinggalkan? Tentunya mboten bukan. Kunci utama keberhasilan pembelajaran daring, terletak pada tingkat keterampilan literasi digital yang dimiliki baik oleh guru maupun peserta didik. Dengan bekal keterampilan digital cukup, maka beberapa keluhan tentang cara peserta didik menggunakan gadget, atau laptop saat melakukan pembelajaran daring dapat dikurangi secara maksimal. Keterampilan literasi digital disini, tentu saja erat kaitannya dengan cara peserta didik memperoleh informasi.
Tujuan
Memberikan informasi terkait literasi digital, cara menumbuhkan keterampilan serta pemanfaatannya pada pembelajaran daring, merupakan tujuan utama penulisan artikel ini. diharapkan guru dapat memanfaatkan tulisan ini untuk membekali para peserta didiknya dengan baik.
Literasi Digital
Literasi merupakan suatu keterampilan dasar pada abad milenial. Komponen tersebut meliputi literasi baca tulis, numerasi, digital, finansial, sains serta budaya dan kewarganegaraan. Literasi dasar merupakan komponen pembangun terbentuknya empat kecakapan abad 21. Sementara itu kecakapan abad 21 sendiri memiliki tiga komponen pembangun, komponen tersebut adalah literasi dasar, kompetensi (berpikir HOTS) dan karakter. Adapun untuk komponen kompetensi (berpikir HOTS) tersebut meliputi berpikir kritis, berpikir kreatif, komunikatif serta kolaboratif. Adapun pada karakter abad 21, diharapkan tumbuh 6 karakter pokok, yaitu rasa ingin tahu, inisiatif, gigih, adaptif, kepemimpinan serta keterampilan dan social budaya. Dalam hal ini, karakter tentu saja dibangun berdasarkan budaya negara kita yaitu Pancasila. Keenam karakter abad 21, jika diadaptasi dengan karakter Pancasila, maka akan muncul 6 karakter Pancasila, yaitu beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, mandiri, kritis, kreatif,gotong royong dan kebinekaan global.
Pada gambar 1, ditunjukkan peta konsep pembangun kecakapan abad XXI. Pada peta konsep dapat kita pahami bagaimana kecakapan abad XXI dapat dimiliki oleh peserta didik. Dideskripsikan pada gambar 1, bahwa pembangun utama kecakapan abad XXI adalah tiga pilar utama, yaitu keterampilan literasi, kompetensi dalam bentuk berpikir HOTS dan karakter peserta didik. Akan tetapi pada bagian ini hanya akan kita kaji keterampilan literasi digital.
Literasi digital merupakan keterampilan dasar dalam melakukan pencarian informasi. Secara sepintas mirip dengan literasi informasi. Perbedaan mendasar antara konsep literasi digital dengan konsep literasi informasi adalah teknologi yang digunakan. Sebagaimana kita ketahui bersama bahwa literasi informasi lebih menajamkan kepada keterampilan seseorang dalam memahamkan informasi sesuai dengan kebutuhan dirinya terhadap informasi yang diperlukan oleh dirinya serta menggunakannya secara tepat.
Sementara itu pada konsep literasi digital, adalah tentang alat pencarian informasi. Pada literasi digital, alat pencarian informasinya adalah internet. Sehingga literasi digital mempunyai makna sebagai pencarian/ penelusuran informasi dengan menggunakan teknologi informasi. Keterampilan literasi digital juga memiliki arti keterampilan seseorang untuk terkoneksi dengan informasi hyperteks. Maksudnya memahami informasi atau bacaan secara acak dengan bantuan teknologi informasi. (disarikan dari konsep Davis & Shaw, 2011). Secara umum, keterampilan literasi digital sering dimaknai sebagai pengetahuan dan keterampilan seseorang dalam memanfaatkan teknologi digital untuk menemukan, menggunakan, membuat dan mengevaluasi informasi, serta memanfaatkannya secara tepat sesuai dengan keperluan orang tersebut tanpa melanggar norma agama maupun aturan atau hukum yang berlaku sebagai upaya membangun komunikasi dan interaksi dalam kehidupan sehari-hari.
Bagaimana cara membangun keterampilan literasi digital pada seseorang? Douglas A.J. Belshaw berpendapat, bahwa keterampilan literasi digital, dapat ditumbuhkan berdasarkan 8 komponen esensial, yaitu kultural, kognitif, konstruktif, komunikatif, percaya diri, kreatif, kritis dan bertanggungjawab secara sosial. Pada gambar 2, digambarkan secara sederhana ke delapan komponen esensial pembangun keterampilan literasi digital. Setelah dibuat gambar, kelihatan ada irisan dengan pembangun kecakapan abad 21. Irisan tersebut terdapat pada cara berpikir HOTS dan penguatan karakter. Irisan dengan berpikir HOTS adalah berpikir kreatif dan berpikir kritis serta komunikatif. Sementara itu, irisan dengan penguatan karakter yaitu percaya diri dan bertanggungjawab sosial. Adapun komponen esensial lainnya yaitu konstruktif, kognitif dan kultural merupakan satu keterampilan seseorang dalam membangun, merancang dan menyimpulkan beragam informasi menjadi satu informasi baru. Ketiga komponen ini, dikembangkan berdasarkan teori belajar konstruktivis dan teori belajar sosiokultural.
Berdasarkan teori belajar konstruktivis, dijelaskan bagaimana seseorang membangun informasi baru berdasarkan beragam informasi sebelumnya. Disini orang tersebut meng “create” beberapa informasi menjadi satu informasi baru. Kemudian, bagi orang tersebut akan mengkomunikasikan informasi baru tersebut pada komunitasnya sebagai bentuk validasi. Setelah mendapat validasi dari komunitasnya, maka informasi tersebut akan menjadi satu pengetahuan baru bagi orang tersebut.
Banyak konsep tentang teknik untuk membangun keterampilan literasi digital seseorang. Tetapi disini pengembang lebih suka menggunakan Teknik yang ditemukan sendiri dan sudah menunjukkan hasil baik pada seseorang, atau dalam hal ini peserta didik. Dalam hal ini pengembang memiliki tiga langkah untuk membangun keterampilan literasi digital peserta didik.
Langkah pertama, guru perlu memberi contoh kepada peserta didik, saat guru memiliki keperluan untuk mencari informasi informasi baru secara langsung menggunakan internet. Dalam hal ini juga ditunjukkan kepada peserta didik tentang norma dan aturan saat berselancar tersebut. Guru juga perlu menunjukkan bahayanya penyalahgunaan saat menggunakan internet. Dalam hal ini, contoh sepertinya lebih berpengaruh bagi peserta didik dari pada tutur atau tulisan tentang norma dan aturan. Ada istilah “like a teacher like a student”. Begitu gurunya seperti itulah muridnya.
Langkah kedua adalah perlunya guru memberi kepercayaan kepada peserta didik untuk berinteraksi dengan internet secara mandiri. Pada proses ini, guru perlu memberikanmasalah belajar dengan bentuk konkrit atau realistik kepada peserta didik. Dekatkan peserta didik dengan masalah belajar tersebut. Sementara itu, peserta didik dapat mempelajari masalah belajar mereka serta merumuskan teknik dan strateginya untuk mendapatkan informasi baru terkait dengan masalah belajarnya. Selanjutnya peserta didik dapat memberikan solusi. Solusi dapat berupa rumusan penyelesaian masalah belajar ataupun dalam bentuk karya inovatif lainnya. Pada langkah kedua ini selain menumbuhkan kemandirian peserta didik, juga perlu ditumbuhkan tanggung jawab personalnya melalui komunitasnya.
Langkah ketiga, damping peserta didik saat, mereka melakukan selancar. Mendampingi bukan berarti tidak percaya. Tetapi guru silakan membuat program kerjanya sendiri. Dalam hal ini “seolah-olah” peserta asyik sendiri dan guru sibuk sendiri. Jangan sekali kali guru tidak mempunyai kesibukan serius saat mendampingi peserta didiknya. Karena apapun perilaku guru akan ditiru.
Ketiga langkah tersebut, sebaiknya dilakukan oleh seluruh guru, saat mereka memberikan pembelajaran daring ataupun blended. Saat pembelajaran daring atau blended daring, peserta didik pasti berinteraksi langsung dengan internet. Dalam hal ini jam terbang juga berpengaruh terhadap keterampilan literasi digital peserta didik. Semakin tinggi jam terbangnya, tentu saja semakin terampil.
Peran Literasi Digital Pada Pembelajaran Daring
Pada gambar 3, ditunjukkan peran keterampilan literasi digital peserta didik saat mengikuti proses pembelajaran daring. Keterampilan literasi digital, merupakan keterampilan wajib, bagi guru maupun peserta didik saat mereka melakukan pembelajaran daring. Karena internet menjadi alat komunikasi utama pada proses pembelajaran ini. sumber belajar, komunikasi, strategi pembelajaran disajikan dengan menggunakan jaringan internet. Semua proses belajar, ketika disajikan oleh guru secara daring, akan menjadi informasi acak bagi peserta didik. Informasi tersebut, supaya dapat diterima dengan baik oleh peserta didik, tentu saja memerlukan keterampilan dari peserta didik supaya dapat memahami dengan baik informasi tersebut. Selain itu, guru juga harus membiasakan diri melakukan pembelajaran secara daring dengan baik. Penyampaian pesan perlu menggunakan strategi tertentu dan runtut sehingga dapat diterima oleh peserta didik sama seperti apa yang dimaksudkan oleh guru.
Pembelajaran daring, sebenarnya merupakan strategi pembelajaran alternative. Saat ini pembelajaran daring masih merupakan pilihan terbaik bagi pemerintah untuk melaksanakan proses pembelajaran. mengapa pembelajaran daring menjadi pilihan terbaik? Karena saat ini sedang terjadi pandemi, pandemi telah merubah kompetensi guru dan peserta didik secara maksimal. Memang secara berangsur pemerintah telah memberikan ijin kepada sekolah untuk kembali melaksanakan pembelajaran tatap muka, tetapi dengan waktu terbatas, sehingga Sebagian besar waktu belajar peserta didik juga masih dilakukan di rumah. Selain itu kementerian juga akan menyelenggaran sistem ujian berbasis daring secara penuh. Wah ini, ini merupakan terobosan baru dari negara supaya keterampilan literasi digital seluruh warga sekolah meningkat.
Pada saat peserta didik belajar di rumah, sebagaian besar dari mereka bersahabat akrab dengan namanya android dan internet. Uang jajan mereka berpindah untuk membeli quota internet. Nah, kondisi seperti ini sebaiknya guru segera membekali peserta didik supaya memiliki keterampilan literasi digital. Kemudian, kembangkan strategi pembelajaran elektronik. Manfaatnya guru dapat meningkatkan keterampilan selain literasi digital, misalnya literasi baca-tulis, literasi numerasi dan literasi lainnya.
Dengan memiliki keterampilan literasi digital, akan mudah guru untuk mengembangkan literasi literasi tersebut, karena sumber belajar “hyper” telah tersedia dalam genggaman. Permasalahannya “tinggal bagaimana” guru memainkan perannya supaya peserta didik mau memanfaatkan internet tersebut untuk kepentingan pembelajaran secara maksimal. Pada ahirnya tentu saja tertingkatnya kecakapan abad 21 bagi seluruh peserta didik di negeri tercinta ini. tentu kita tidak ingin generasi masa dating negeri ini hanya berperan sebagai “kuli” atau “budak” di negeri sendiri bukan. Kita ingin generasi penerus kita adalah pewaris negeri ini seutuhnya.
Penutup
Nah guru, demikian tulisan singkat yang mendeskripsikan betapa pentingnya keterampilan literasi digital bagi warga sekolah.pada keterampilan literasi digital, merupakan keterampilan dasar saat akan mengenalkan peserta didik untuk memulai surfing di dunia maya. Bekali dan beri contoh baik tentang bagaimana memanfaatkan kemajuan teknologi informasi pada peserta didik. Guru, supaya peserta didik memiliki keterampilan digital optimal, tentu saja harus dimulai dari panjenengan, guru adalah contoh pembelajar bagi para peserta didik. Mereka pasti mencontoh apapun yang dikerjakan oleh gurunya.
Keterampilan literasi digital, merupakan kunci supaya pembelajaran daring dapat berlangsung optimal. Tentu saja keterampilan ini perlu dilakukan berulang kali, sehingga baik guru maupun peserta didik menjadi ahli. Bermula dari literasi digital, guru dapat menumbuhkan keterampilan literasi dasar lainnya. Semakin kompleks keterampilan literasi digital peserta didik, tentu saja semakin tinggi pula keterampilan literasi lainnya. Dan ini menunjukkan daya juang dan daya saing bagi mereka.
Satu informasi baru lagi, yaitu dengan diselenggarakannya UBKD (Ujian Berbasis Komputer Daring). Ujian yang diselenggarakan oleh kementerian Pendidikan dan Kebudayaan ini, sebagaian besar sekolah akan menyelenggarakan secara daring. Hal ini merupakan keterampilan mutlak bagi peserta didik. Tentu saja sekolah harus segera berbenah, supaya seluruh warga sekolah memiliki keterampilan literasi digital secepatnya.
Dan pada saatnya, anak didik kita insya Allah akan mampu memilah dan memilih informasi digital seperti apa, yang memberi manfaat maksimal bagi dirinya. Karena merekalah generasi penerus kita pada masanya. Mereka harus kuat, Tangguh, kreatif, kritis dan berkarakter pancasila.
Daftar Rujukan
Bart, M. (2014). Blended and flipped: exploring new models for effective teaching 113 and learning. Faculty focus (Special Report). Madison, Wisconsin: Magna Publications.
Bawden, D. (2001). Information and digital literacy: a review of concepts. Journal of Documentation, 57(2),218-259
Bawden, D. (2008). Origins and concepts of digital literacy. Dalam C. Lankshear&M. Knobel (eds). Digital literacies : concepts, policies, and paradoxes. Pp:15-32. New Yok: Peter Lang
Davis, Charles H.; Shaw,Debora (eds). (2011). Introduction to information science and technology. Medford,NJ: Information Today.
Douglas A.J. Belshaw.2011. What is ‘digital literacy’?.United Kingdom: creative common
Utami, I.G.A.L.P, 2016. Teori Konstruktivisme Dan Teori Sosiokultural: Aplikasi Dalam Pengajaran bahasa Inggris. Malang: PRASI/Vol. 11/No. 01/ Januari – Juni 2016