Published On: 8 March 2023Categories: Puisi

Ungu Langit Menemu Baling

Oleh: Dr. Mampuono (Tali Bambuapus Giri)

Di atas langit, di sisi tebing tinggi
Naungan jejalin ijuk merangas, meronta
Nakalnya jemari angin tenggara menggelitik, berbisik
Senyum mengembang sesaat
Melati liar menebar sebersit aroma
Sejenak lelap aku dalam lena

Langit yang membara
Kini menyerah takhluk, tunduk
Sang sinar harus berganti cahaya
Titah alam adalah daulat Sang Maha Raja
Bara meredup, perlahan adalah pasti
Membahana dilangit senja

Usai sejenak lelapku
Perjalanan panjang adalah mimpi
Kembali aku beranjak
Meniti papan-papan meranti
Bergantung jauh diatas kecipak lidah
Dan buih yang menari, jauh di bawah sana
Cara berliterasiku
Membuat pikiranku menderu

Dan kursi-kursi rotan yang menua
Memisahkan pondok Lantana
dan pondok Kusuma
Kubalas rengkuhan erat panorama langit senja
Bibirku kembali beraksi
Menemu Baling di beranda
Ditemani awan ungu, marun, nila dan jingga

Kutulis setiap bait dengan nafasku
Kubaca lagi dengan telingaku
Rangkaian kata adalah air hujan
mengalir derainya di layarku
Cara itu mencipta subur
Literasi di surga tropis ini

Kembali kurebahkan diri
Diruangan dengan kelambu pengantin
Ditemani ungu langit dan camar melengking
Mata enggan terpincing
Pikiran resah bergeming
Mengusik agar menemu baling

Aku terus menemu, merangkai kata dengan bibirku
Mewujudkannya dalam nafasku
Lalu baling, membaca dengan telingaku
Tak peduli kapan berlalu
Sebab literasi adalah jiwa
Dan mengikat ilmu tak pernah ada tenggat waktu

(Kumpulan Puisi Muhibah menemu baling di Indonésia Timur)

DESKRIPSI PUISI

Puisi “Ungu Langit Menemu Baling” menggambarkan keindahan langit senja di Indonesia Timur. Pengarang puisi ini, Dr. Mampuono ( Penemu strategi berliterasi Tali Bambuapus Giri), memulai puisinya dengan gambaran tentang langit yang penuh warna, berubah-ubah di atas tebing yang tinggi. Dia merasakan keindahan itu dan merasakan kesenangan sejenak lalu terlelap dalam keheningan.

Namun, dalam puisi ini juga terdapat perubahan yang terjadi pada langit yang semula membara, kini menyerah takhluk dan tunduk pada titah alam. Puisi ini menyampaikan pesan bahwa keindahan dunia akan selalu berubah, dan kita harus bisa menerima perubahan tersebut. Penulis terbangun dari lelapnya dan sesaat kemudian kembali menulis bait bait kalimat untuk berliterasi.

Pengarang puisi juga menekankan pentingnya literasi dalam hidup. Dia menggambarkan bagaimana cara berliterasi dengan Menemu atau menulis dengan mulut dan Baling atau membaca dengan telinga membuat pikirannya menderu dan menciptakan kekayaan literasi yang tumbuh subur dalam surga tropis. Puisi ini juga menunjukkan betapa literasi dan pengetahuan adalah sesuatu yang tak pernah terbatas oleh waktu.

Dalam puisi ini, pengarang mencoba untuk menemukan kembali inspirasinya dengan menulis dan merangkai kata-kata, yang pada akhirnya akan diterima oleh orang lain, dengan cara Menemu Baling. Puisi ini juga menunjukkan betapa literasi dapat mengikat ilmu yang tak pernah ada tenggat waktu.