Warning: Trying to access array offset on value of type bool in /home/jseudsjv/public_html/wp-content/plugins/fusion-builder/shortcodes/components/featured-slider.php on line 239
Dra. Nani Rosdijati, M.M., Widyaiswara LPMP Jawa Tengah
PENDAHULUAN
Keluarga, sekolah dan masyarakat merupakan tiga lingkungan pertama dan utama dalam ikut membentuk karakter anak. Ketiga lingkungan tersebut saling melengkapi satu sama lain, sehingga tidak ada dikotomi yang memisahkan ketiganya. Keluarga inti terdiri dari ayah ibu dan anak yang memainkan peran masing, namun demikian yang paling dominan adalah ayah dan ibu selaku kedua orang tua yang sangat mempengaruhi pembentukan karakter anak. Keluarga lah yang merupakan lingkungan pertama anak untuk bersosialisasi, mengenal satu sama lain, belajar komunikasi dan tumbuhnya rasa kasih sayang. Oleh karena itu banyak istilah dikatakan bahwa anak mau jadi apapun, berperilaku apapun diawali dari keluarganya sebagai lembaga pendidikan in-formal. Kemudian sekolah merupakan sebuah sistem yang diawali dengan input, proses dan outuput dengan melibatkan banyak pihak, baik internal maupun eksternal. Input sekolah berkaitan dengan peserta didik, guru dan kurikulum yang dikemas menjadi sebuah proses yang disebut dengan pendidikan/pembelajaran, sehingga pada akhirnya menghasilkan output yaitu lulusan yang sudah dibekali dengan pengetahuan, sikap dan keterampilan. Pada saat ini sekolah atau satuan pendidikan sedang mengalami penataan, artinya input sudah bukan prioritas utama sekolah dalam menjaga kualitas, tetapi lebih diutamakan kepada proses, yaitu dengan adanya kebijakan sistem zonasi. Dengan demikian setiap satuan pendidikan berusaha keras menjaga kualitas lulusan dengan meningkatkan kualitas dalam proses. Oleh karena itu dengan sistem zonasi merontokan sekolah-sekolah yang sudah berlabel favorit.
Dalam konteks ini tidak ada proses yang menghianati hasil, artinya apabila proses pendidikan/pembelajaran dilakukan dengan baik melalui prosedur yang benar, maka akan menghasilan lulusan yang berkualitas, meskipun sebenarnya bahwa hasil yang berkaulitas bukan tujuan utama, yang terpenting ada proses yang baik. Suharsimi (2013:86) mengemukakan bahwa dalam sebuah penyelenggaraan pendidikan dan pembelajaran, proses dan hasil harus dilaksanakan dan dicapai secara optimal, apabila proses dilaksanakan dengan baik, maka hasil yang diperoleh juga akan maksimal. Untuk menjalankan sebuah proses yang baik kiranya sangat perlu dijalankan dengan karakter yang baik atau dengan kata lain pembangunan, pendidikan dan penguatan karakter dalam suatu proses pendidikan/pembelajaran sangat diperlukan dalam menunjang hasil yang maksimal. Penguatan pendidikan karakter bukan perkara mudah karena memerlukan waktu dan proses yang lama, tidak hanya terjadi secara instan atau cepat, tetapi setidaknya kalau dilaksanakan di sekolah akan membekas sampai siswa lulus dari sekolah tersebut. Sebuah karakter yang baik tentunya tercermin dari akhlak yang baik dan didukung kinerja yang optimal dari para pelaksana pendidikan (kepala sekolah dan guru). Oleh karena itu dalam ikut menguatkan pendidikan karakter perlu dibangun kecerdasan emosional, spiritual dan adversity bukan hanya intelegensinya. Penguatan pendidikan karakter yang baik selama siswa berada di sekolah sangat penting dilakukan, mengingat hal tersebut akan sangat berguna bagi kehidupan siswa tidak hanya selama mengenyam pendidikan di sekolah, tetapi jauh lebih penting adalah sebagai bekal pada kehidupannya di masa yang akan datang. Kemajuan teknologi dan modernisasi bukan terletak pada bangunan yang megah, sarana transfortasi dan komunikasi yang canggih, tetapi yang terpenting adalah karakter dari yang membuat itu semua, yaitu manusia. Manusia inilah yang dihasilkan dari proses pendidikan berkualitas dengan memadukan pembangunnan karakter. Oleh karena itu keseimbangan pengetahuan, sikap dan keterampilan (prestasi belajar) dengan karakter yang baik perlu dimiliki, sehingga manusia tidak hanya pintar, tetapi juga memiliki karakter, moral, sikap dan akhlak yang mulia.
Lingkungan ketiga yang turut mempengaruhi karakter anak adalah masyarakat. Lingkungan ini lebih luas dari keluarga dan sekolah dengan karakteristik sosial yang sangat bervariasi. Lingkungan yang positif intinya akan mempengaruhi karakter anak yang positif pula, demikian pula berlaku untuk sebaliknya. Oleh karena itulah berhati-hatilah dalam bersosialisasi dengan masyarakat, pilih mana yang baik dan tidak baik, dan jelas ini adalah sangat tergantung pula dari keterlibatan keluarga maupun sekolah.
Pentingnya penguatan pendidikan karakter bermuara kearah peningkatan mutu yang salah satunya ditunjukkan oleh peningkatan prestasi belajar siswa. Untuk lebih mengoptimalkan peningkatan prestasi belajar, maka perlu adanya penguatan pendidikan karakter, hal tersebut dikarenakan: lunturnya karakter baik/positif siswa yang disebabkan pergaulan maupun perkembangan teknologi; pemberian materi pelajaran saja tidak cukup kuat dalam membentuk siswa yang paripurna (insan kamil), sehingga perlu disisipkan pendidikan karakter dalam setiap materi pelajaran; mengembalikan kembali pamor guru sebagai pengganti orang tua di sekolah yang harus digugu dan ditiru, dihormati dan disegani siswa, sebagaimana harapannya bahwa citra, harkat dan martabat guru harus dikembalikan dan ditingkatkan; peran sekolah tidak hanya tempat untuk belajar, berlatih dan mengembangkan sikap, tetapi juga harus bisa membangun karakteri bagi siswa yang sangat berguna bagi kehidupan siswa di masa sekarang maupun yang akan datang, terlebih jika sudah berada dalam kehidupan bermasyarakat. Berdasarkan identifikasi masalah tersebut, maka masalah yang akan diangkat dalam makalah ini adalah bagaimana strategi penguatan pendidikan karakter dalam meningkatkan prestasi belajar siswa yang dilakukan pihak keluarga maupun sekolah?
PEMBAHASAN MASALAH
Berdasarkan permasalahan yaitu bagaimana strategi penguatan pendidikan karakter dalam meningkatkan prestasi belajar siswa yang dilakukan pihak keluarga maupun sekolah?, maka langkah-langkah atau cara-cara yang dilakukan dalam memecahkan masalah adalah sebagai berikut.
A. Memahami, Mencermati dan Merealisasikan Visi, Misi, Tujuan Keluarga Maupun Sekolah
Dalam konteks ini adalah mengarah kepada bagaimana PPK, membangun sinergitas dengan semua pihak (keluarga dan sekolah) dan menciptakan sistem yang konsisiten. Visi sekolah yang dimiliki dibangun melalui tiga pilar karakter, yaitu jujur, disiplin dan santun dengan dilandasi iman dan taqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa.
B. Melakukan Koordinasi dan Komunikasi dengan Semua Pihak, yaitu Keluarga dan Sekolah
Langkah ini dilakukan agar dalam meningkatkan prestasi belajar melalui PPK, bukan semata-mata tanggung jawab sekolah atau keluarga, tetapi tanggung jawab semuanya. Keluarga dan sekolah melakukan kerjama, komunikasi dan membangun kesadaran agar bersedia menanamakan karakter yang baik bagi siswa, sehingga jika ada permasalahan segera dicarikan jalan keluarnya.
C. Mengupayakan Setiap Anggota Keluarga dan Warga Sekolah Harus Tahu Bagaimana Bersikap, Bertindak dan Memiliki Keuletan
Keluarga, yaitu ayah dan ibu memerankan tugas masing-masing dalam melaksanakan PPK. Demikian juga warga sekolah meliputi: kepala sekolah, guru dan siswa. Kepala sekolah memerankan tugas sebagai kepala sekolah, yaitu melaksanakan fungsi sebagai evaluator, manajer, administrator, supervisor, leader, inovator dan motivator. Guru melaksanakan pembelajaran bersama siswa dan siswa diberikan diberikan tugas Sabbatical Life, yaitu: setiap ada momen libur lebih dari 3 hari, siswa diberi tugas yang menantang. Untuk tinggal bersama orang lain sesuai profesi yang ingin dipelajari. Akhir liburan membuat laporan kepada wali kelas. Di setiap kelas dipajang pameran hasil sabbatical life.
Adapun tindakan nyata yang dapat dilakukan pihak keluarga dan pihak sekolah dalam PPK adalah sebagai berikut.
A. Pihak Keluarga
Program PPK tidak akan berhasil dengan baik dan tidak akan berarti apa-apa, apabila keluarga melepaskan tanggung jawab pembentukan karakter hanya kepada sekolah. Peran keluarga dalam pendidikan anak teramat besar, keluarga merupakan unsur tekecil dalam masyarakat, dari keluarga pulalah anak belajar berperilaku dan bersikap sebagai anggota masyarakat yang bermartabat. Peran keluarga memiliki peranan yang penting, agar proses dalam setiap jenjang, jalur dan jenis pendidikan serta berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab. Secara umum, peranan ayah dominan sebagai kepala keluarga dan pencari nafkah utama meskipun ayah memiliki peranan tambahan sebagai pendidik sama pula seperti ibu. Peranan ibu lebih bervariatif karena mereka tidak hanya mengerjakan satu aktivitas dalam kehidupan sehariharinya. Peranan ibu sebagai pengurus rumah tangga, pencari nafkah keluarga maupun sebagai anggota suatu kelompok atau kegiatan yang diluar rumah. Hal ini sejalan dengan apa yang diungkapkan oleh BKKBN (2012:20) bahwa peranan ayah dalam keluarga meliputi sebagai pencari nafkah, pelindung dan pemberi rasa aman, kepala keluarga, anggota dari kelompok sosialnya dan anggota masyarakat dari lingkungannya. Peranan ibu meliputi mengurus rumah tangga, pengasuh dan pendidik anak-anaknya, pelindung, salah satu anggota kelompok dari peranan sosialnya, anggota masyarakat dari lingkungannya, dan ada pula yang berperan sebagai sebagai pencari nafkah tambahan dalam keluarga. sedangkan peranan anak antara lain melaksanakan peranan psikososial sesuai dengan tingkat perkembangannya baik secara fisik, mental, sosial dan spiritual. Dalam keluarga, hal tersebut menjalankan dengan fungsinya secara sosiologis dan psikologis keluarga.
Karakter yang dikembangkan menginginkan anak-anaknya memilh karakter baik itu mandiri, bertanggungjawab, sabar, rukun, displin, berani dalam hal yang benar, religius, pengertian dan berbakti kepada orang tua. Terdapat karakter menonjol pada setiap keluarga yakni mandiri, tanggungjawab serta religius. Mereka berharap hal tersebut ada pada diri anak mereka sebagai modal didalam kehidupan dan mencapai cita-cita dalam keluarga mereka. Hal ini sejalan dengan apa yang dikemukakan Megawati (2014:95) bahwa karakter anak usia terkait dengan beberapa indikator yakni: cinta Tuhan dan segenap ciptaan-Nya, kemandirian dan tanggungjawab, kejujuran/amanah, bijaksana, hormat dan santun, dermawan, suka menolong dan gotong royong, percaya diri, kreatif dan pekerja keras, kepemimpinan dan keadilan, baik dan rendah hati dan toleransi, kedamaian dan kesatuan. Kesembilan karakter sebaiknya dibentuk anak semenjak kecil karena hal sangat berpengaruh pada masa depan sebagai orang dewasa kelak. Pendekatan yang dilakukan dalam PPK di keluarga antara lain: kasih sayang, nasehat, disiplin, keteladanan, pembiasaan dan penggunaan media elektronik. Salah satu pendekatan yang paling sering digunakan adalah pendekatan kasih sayang dan nasehat serta penggunaan media elektronik. Hal ini perlu dilakukan setiap hari karena hal tersebut mudah untuk dilakukan dan anak dengan mudah dapat menyesuaikan dengan apa yang orang tua inginkan. Hal ini sejalan dengan yang dikemukakan Tatminingsih (2017:3-6) bahwa beberapa pendekatan yang dapat digunakan untuk mendidik karena anak yang berkarakter ialah displin anak secara tepat, pemberian hukuman yang efektif pada anak, pendampingan penggunaan media serta adanya modelling atau keteladanan. Dari kesemua pendekatan yang paling ekfetif dan membekas pada diri anak ialah melalui keteladanan orang tua dan dewasa dimana anak-anak itu tinggal. Anak dapat langsung mendapatkan gambaran yang nyata dan real mengenai sikap dan perbuatan yang baik dan buruk ataupun yang sesuai atau tidak sesuai dengan lingkungan di sekitarnya.
Keluarga menggunakan beberapa upaya untuk mengatasi hambatan dalam PPK. Upaya tersebut diantaranya kasih sayang, nasehat, hukuman, pembiasaan dan keteladanan. Pendekatan ini efektif untuk mengembangkan karakter anak yang optimal. Seperti yang diungkapkan Dorothy Law Nolte (Salamor, 2010:80) bahwa anak belajar dari kehidupan lingkungannya. Jika anak dibesarkan dengan celaan, ia belajar memaki, Jika anak dibesarkan dengan permusuhan, ia belajar berkelahi, Jika anak dibesarkan dengan cemoohan, ia belajar rendah diri, Jika anak dibesarkan dengan penghinaan, ia belajar menyesali diri, Jika anak dibesarkan dengan toleransi, ia belajar menahan diri, Jika anak dibesarkan dengan pujian, ia belajar menghargai, Jika anak dibesarkan dengan sebaik-baik perlakuan, ia belajar keadilan. Jika anak dibesarkan dengan rasa aman, ia belajar menaruh kepercayaan, Jika anak dibesarkan dengan dukungan, ia belajar menyenangi diri. Jika anak dibesarkan 10 dengan kasih sayang dan persahabatan, ia belajar, menemukan cinta dalam kehidupan.
B. Pihak Sekolah
- Komitmen awal dimulai dengan pada saat Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB), yang ditandai dengan MoU dengan orang tua untuk memberikan kesepahaman antara tugas sekolah dan orang tua dalam mendidikan anak. MoU ini ditandatangi kedua belah pihak dalam kertas bermaterai, saat daftar ulang. Tujuan kegiatan ini adalah agar ada kepastian atau jaminan hukum yang kuat sebagai dasar dalam menyelenggarakan pendidikan di sekolah. Melakukan Pengenalan Lingkungan Sekolah (PLS), yaitu fokus pada norma, regulasi, hak dan kewajiban siswa. Pembekalan strategi dalam belajar dan outward bound. Bagi guru adalah melakukan refleksi dan komitmen ulang bahwa siswa akan dibangun karakternya.
- Pengkondisian kedisiplinan dengan melibatkan tim penegak disiplin, yaitu mengawal kedisiplinan setiap hari: kehadiran, pakaian, rambut, kendaraan bermotor. Apel pagi untuk menginternalisasikan prinsip-prinisp jujur, disiplin, santun; dan mekanisme R-P-R, melalui berdasar angka kredit pelanggaran dan kerjasama Tim Disiplin, wali kelas dan BK.
- Penanaman prinsip kejujuran yaitu dengan cara sumpah kejujuran setiap ada even penilaian dan BK memiliki program jurnal kebaikan, dan dikawal secara kontinyu.
- Penerapan kesantunan (komunikasi yang baik), yaitu respek (menghargai orang lain yang sedang bicara) dan pembiasaan Senyum, Salam dan Sapa.
- Penguatan kecerdasan adversity dengan prinsip setiap orang harus tahu bagaimana bersikap, bertindak dan memiliki keuletan. Oleh karena itu hal yang perlu diketahui dan dipahami adalah berkaitan dengan setiap ada momen libur ujian nasional; menghadapi ujian; setiap guru membuat tugas kontekstual mata pelajaran dan akhir liburan membuat laporan kepada wali kelas.
PENUTUP
Keluarga, sekolah dan masyarakat merupakan tri lingkungan pendidikan yang saling melengkapi dan mempengaruhi karakter anak. Pendidikan keluarga dikemas secara informal, sekolah secara formal dan masyarakat secara formal. Ketiga lingkungan tersebut berbeda fungsi tetapi saling melengkapi. Pendidikan keluarga tidak akan sukses tanpa didikung sekolah, demikian juga program sekolah tidak akan berhasil tanpa dukungan keluarga dan masyarakat. Strategi yang dapat dilakukan dalam PPK, baik kelaurga maupun sekolah adalah dengan melakukan langkah-langkah: memahami, mencermati dan merealisasikan visi, misi, tujuan keluarga maupun sekolah; melakukan koordinasi dan komunikasi dengan semua pihak, yaitu keluarga dan sekolah; dan mengupayakan setiap anggota keluarga dan warga sekolah harus tahu bagaimana bersikap, bertindak dan memiliki keuletan. Adapun strategi yang dapat dilakukan keluarga adalah: mengetahui peran masing-masing anggota keluarga terutama ayah dan ibu, karakter yang diinginkan anak, pendekatan yang dapat dilakukan dan upaya dalam menyelesaikan permasalahan yang terjadi. Stragi yang dapat dilakukan pihak sekolah adalah membangun komitmen awal, penegakan disiplin, kejujuran, komunikasi yang baik dan penguatan kecerdasan adversity. Adapun rekomendasi yang dapat diberikan adalah kepada pihak sekolah, yaitu membuat program nyata dalam mensukseskan program PPK di sekolah, dibuat dengan sungguh-sungguh berbagai hal yang menjadi hak dan kewajiban warga sekolah, terutama bagi peserta didik disertai dengan konsistensi dalam pelaksanaannya. Kepada Orang Tua Siswa, yaitu ikut membantu mengawasi putra-putrinya ketika sudah berada dalam keluarga atau di masyarakat dan melaporkan atau mengkomunikasikan dengan pihak sekolah apabila ada sesuatu atau perilaku negatif yang dilakukan putra-putrinya tersebut, sehingga hasl tersebut tidak menjadi pembiaran dan menjadi masalah yang berkepanjangan. Bahkan orang tua proaktif mendukung program sekolah dalam melaksanakan program PPK.
DAFTAR PUSTAKA
BKKBN. 2012. Peranan Keluarga dalam Mendidik Anak. Jakarta: BKKBN.
Megawati. 2014. Indikator Karakter Anak. Jakarta: Gramedia.
Salamor. 2010. Peranan Keluarga dan Sekolah dalam Pelaksanaan Pendidikan Nilai Guna Membentuk Karakter Anak. Procceding Seminar Aktualisasi Pendidikan Karakter Bangsa. Universitas Pendidikan Indonesia.
Suharsimi. 2013. Administrasi dan Supervisi Pendidikan. Jakarta: Rineka Cipta.
Tatminingsih. 2017. Pendekatan dalam Pendidikan Keluarga. Bandung: Rosdakarya.
Image: https://www.silabus.web.id/pendekatan-dalam-pendidikan-karakter/