Published On: 7 April 2022Categories: Artikel Pendidikan, Headline

Oleh: Imron Masyhadi – Lelulur bangsa Indonesia sejak jaman kuno telah menghasilkan budaya dan karya yang agung, mulai dari sistem kalender (pranatawangsa), aksara-aksara (aksara Jawa, Bali, Sunda Batak dll), candi-candi dan masih banyak lagi. Semua budaya dan karya yang besar tersebut tidak terlepas dari keberhasilan sistem pendidikan yang ada pada zaman kuno sebelum ada sistem pendidikan modern (sekolah) yang diperkenalkan penjajah Belanda. Lalu, sistem pendidikan apa saja yang pernah ada di Indonesia (nusantara) sebelum ada sistem pendidikan modern (sekolah) yang kita kenal sekarang?.

Menurut Alm. Drs. K.H. Ng. Agus Sunyoto, M.Pd., seorang penulis, sejarawan, dan salah satu tokoh Nahdlatul Ulama menjelaskan bahwa setidaknya ada empat sistem pendidikan asli nusantara sebelum adanya sistem pendidikan modern (sekolah) yang kita kenal sekarang. Keempat sistem pendidikan tersebut antara lain:

  1. Sistem Pendidikan Padepokan

Sistem pendidikan padepokan ada sejak zaman pra agama Hindu Budha. Sistem pendidikan model padepokan ini dilakukan oleh penganut agama kuno Kapitayan. Padepokan tempat menggembleng, melatih kanuragan, memanah, bela diri, melatih ilmu pemerintahan, melatih ilmu kebudayaaan, kesenian dan bermasyarakat dan mengatur pola hubungan manusia dengan alam sekitarnya. Setiap padepokan memiliki kekhususan ilmu yang diajarkan, ada padepokan khusus untuk bela diri, kesusastraan, pemerintahan atau kadang mencakup semuanya. Masyarakat saat itu menitipkan anak-anaknya untuk dididik di padepokan tersebut.

  1. Sistem Pendidikan Asrama

Sistem pendidikan model asrama dilakukan oleh penganut agama Budha.  Saat itu para pelajar sering disebut sebagai cantrik. Seorang yang ingin memperdalam pengetahuan tentang ilmu agama Buddha, haruslah masuk asrama. Kepala cantrik akan dicukur gundul, lalu mereka wajib mengenakan pakaian jubah kuning.

Seorang cantrik harus hidup sederhana. Sebagai pelajar, mereka dilarang membawa uang atau harta benda lainnya dari luar. Selain itu, cantrik dituntut belajar keras serta menjaga kebersihan ruang belajar juga asrama.

Siswa-siswa belajar dengan seorang guru dalam suatu rumah. Para siswa bekerja disamping belajar sehingga mereka dapat menjamin kehidupan gurunya. Buku pelajaran yang dipegang oleh para siswa tersusun dari rangkaian daun lontar, menggunakan bahasa Sanksekerta atau bahasa Kawi. Adapun huruf yang dipakai yaitu huruf Jawa.

  1. Sistem Pendidikan Dukuh/Pedukuhan

Sistem pendidikan model dukuh/padukuhan ini dilakukan oleh penganut agama Siwa Budha (Hindu). Sistem pendidikan ini sudah ada pada masa kerajaan majapahit. Padukuhan mengajarkan nilai-nilai keagamaan kepada seorang wiku. Ajaran dalam padukuhan di sebut ajaran Yama Brata yaitu ajaran yang mengatur tata cara pengendalian diri. Lima ajaran yama Brata mulai dari tidak menyakiti dan tidak membunuh (ahimsa), mencari ilmu pengetahuan (brahmacari), taat dan setia (satya), tidak mengambil hak orang lain (asteya), dan tidak berlebihan (aharalagawa).

  1. Sistem Pendidikan Pesantren

Sistem pendidikan model pesantren ini dilakukan oleh penganut agama Islam. Santri yang menimba ilmu dipesantren biasanya tinggal bersama dalam pondok pesantren yang dimiliki oleh kyai-nya. Pengajaran dalam pesantren mengggunakan metode 1) sorogan, yaitu belajar secara individual dimana santri berhadapan langsung dengan seorang guru; dan 2) bandungan atau halaqoh, yaitu Kyai membaca kitab hanya satu, sedangkan para santri membawa kitab yang sama, lalu santri mendengar dan menyimak apa yang disampaikan oleh Kyai; 3) weton/wetonan( bahasa jawa yang diartikan berkala atau berwaktu), mengaji sistem weton ini, tidak dilakukan rutin harian melainkan dilakukan pada saat waktu tertentu, misalnya setia kamis wage, jumat kliwon.

 

Empat sistem pendidikan yang ada tersebut setidaknya telah mengajarkan dua pengetahuan secara seimbang. Dua pengetahuan yang diajarkan tersebut yaitu 1) pengetahuan nalar, yaitu pengetahuan yang ada di kepala setiap manusia, seperti mengenal alam benda. 2) pengetahuan kaweruh, yaitu pengetahuan yang bersumber dari hati (intuitif) untuk mengetahui segala sesuatu yang tidak materi.