Published On: 16 November 2017Categories: Artikel

Universitas Gadjah Mada (UGM) merupakan perguruan tinggi tertua di Indonesia dan merupakan salah satu universitas terbaik di Asia. Tahun ini UGM meraih peringkat 402 dunia versi QS World University Ranking. Kepala Kantor Jaminan Mutu Pendidikan (KJM) UGM menyatakan bahwa target raihan tahun ini adalah peringkat 500 besar dunia. “Tahun ini UGM ditargetkan untuk masuk ke 500 besar dunia. Dengan mencapai ranking 402 dunia, UGM sudah melampaui target,” Ungkapnya.

KJM-UGM merupakan salah satu lembaga internal yang memiliki peran atas semua capaian yang diraih UGM. Dalam lamannya dinyatakan bahwa KJM-UGM didirikan pada tanggal 27 November 2001 sesuai dengan SK Rektor nomor 123/P/SK/Set.R/2001. Pendirian KJM-UGM diawali dengan kegiatan-kegiatan yang terkait dengan peningkatan mutu pembelajaran, antara lain Teaching Improvement Workshop (TIW) 2001 Fakultas Teknik, Akta-5, Applied Aproach, dan PEKERTI.

Sejak tahun 1999 sampai sekarang UGM menjadi anggota aktif dalam ASEAN University Network on Higher Education for Quality Assurance (AUN-QA). Pengalaman bekerja sama dengan AUN-QA dan European Community dalam AUN Program, serta Quality for Undergraduate Education Project (QUE-Project, 1998-2005) telah melahirkan Kantor Jaminan Mutu (KJM) pada tahun 2001.

KJM-UGM sesuai dengan SK pendiriannya mengemban tugas untuk melakukan tugas-tugas sebagai berikut: 1) Perencanaan dan pelaksanaan sistem jaminan mutu secara keseluruhan di Universitas Gadjah Mada 2) Pembuatan perangkat yang diperlukan dalam rangka pelaksanaan sistem jaminan mutu 3) Pemantauan pelaksanaan sistem jaminan mutu 4) Auditing dan evaluasi pelaksanaan jaminan mutu 5) Pelaporan secara berkala pelaksanaan sistem jaminan mutu di Universitas Gadjah Mada kepada Rektor.

Keterangan Gambar: Kegiatan Benchmarking LPMP Jawa Tengah ke UGM Yogyakarta tentang SPMI.

 

SPMI di UGM

Secara konsep, KJM-UGM memaknai mutu sebagai capaian hasil perubahan yang dilakukan. Perubahan menjadi kunci awal yang didorong oleh adanya komitmen, perubahan paradigma, sikap mental dan etos kerja. Penjaminan mutu dilaksanakan dalam rangka mengembangkan budaya mutu yang disebut TQCS (total quality culture system).

Dalam penerapan SPMI, KJM-UGM tidak hanya menerapkan secara mentah apa yang digulirkan oleh Kemenristek Dikti. Inovasi dan modifikasi sangat ditekankan mengingat kondisi internal di UGM berbeda dengan apa yang menjadi konsep pusat. Sebagai contoh dalam alur PPEPP (Penetapan Standar, Pelaksanaan, Evaluasi, Pengendalian dan Peningkatan Mutu), unsur Pengendalian tidak hanya dianggap sebagai sebuah alur yang harus dilewati, namun bagi KJM-UGM pengendalian memegang peran dan fungsi leadership dan menjadi pengontrol dari seluruh proses yang ada.

KJM-UGM memaknai unsur pengendalian seperti air yang melingkupi PPME:

1.   Pada penetapan standar pengendalian sudah diperlukan untuk menentukan apa yang harus ditetapkan sesuai dengan peraturan dan kemampuan institusi;

2.   Pada pelaksanaan, pengendalian jelas sangat diperlukan bahkan mungkin porsinya cukup besar, agar program dapat berlangsung dengan baik;

3.   Pada evaluasi, pengendalian juga diperlukan dari penentuan  metode evaluasi, implementasi, hingga tindak lanjut hasil evaluasi;

4.   Pada peningkatan, pengendalian diperlukan untuk menentukan peningkatan yang tepat, yang dibutuhkan sesuai kemampuan serta  hasil evaluasi, misalnya menentukan faktor yang mendesak atau faktor pembatas.

Akhirnya perlu dipahami bahwa pengendalian sebenarnya ada di mana-mana, pengendalian didukung oleh kepemimpinan, manajemen, dan kondisi nyata (baseline). Suksesnya program sangat didukung adanya pengendalian yang baik (J.P. Gentur Sutapa, 2016).

Lingkup peningkatan SPMI UGM terlihat pada jenjang dan dalam penjaminan mutu. Sebelum tahun 2008 SPMI hanya dilaksanakan pada jenjang S-1. Sejak tahun 2009 SPMI dilaksanakan pada semua jenjang meliputi D3, S-1, S-2, S-3 dan profesi. Dalam hal lingkup penjaminan mutu, sebelum tahun 2009 implementasi SPMI hanya pada lingkup kegiatan akademik (pendidikan, penelitian, dan pengabdian pada masyarakat), tetapi sejak tahun 2010 sudah memasukkan komponen nonakademik, yaitu sumber daya manusia, sarana prasarana, keuangan, manajemen, dll. Dengan perluasan lingkup ini, kegiatan Audit Mutu Akademik Internal (AMAI) berubah menjadi Audit Mutu Internal (AMI).

SPMI merupakan bagian yang tidak terpisahkan dengan Sistem penjaminan Mutu Eksternal (SMPE), dalam hal ini salah satu tujuan (mile stone) dari penjaminan mutu Internal (PMI) adalah mempersiapkan Penjaminan mutu Eksternal (PME). PME bisa berupa akreditasi dari Kemristekdikti, maupun dari lembaga auditor pendidikan lainnya di tingkat nasional maupun internasional.

Adapun terkait dokumen dalam SPMI, KJM-UGM membagi dokumen menjadi dua jenis, yaitu dokumen akademik dan dokumen mutu. Dokumen akademik memuat apa-apa yang harus dilakukan, sedangkan dokumen mutu memuat bagaimana untuk melakukan apa yang termuat pada dokumen akademik.

Contoh dari dokumen akademik adalah Standar Nasional Dikti, Visi dan Misi lembaga yang diejawantahkan menjadi standar-standar. Sedangkan contoh dari dokumen mutu adalah Manual Mutu, prosedur mutu hingga instruksi kerja.

Masukan KJM-UGM bagi Penjaminan Mutu Dikdasmen

Ada beberapa pendapat yang diutarakan oleh Dr. Ir. J.P. Gentur Sutapa, M.Sc. Forest selaku narasumber pada kegiatan benchmarking LPMP Jawa Tengah ke UGM Oktober lalu. Pendapat tersebut terkait strategi yang perlu dilakukan oleh LPMP Jawa Tengah dalam implementasi penjaminan mutu pendidikan di provinsi, terangkum pada poin-poin berikut ini:

1.      Perlu dibentuk pool of auditor di setiap kabupaten/kota yang siap melakukan audit/evaluasi terhadap kinerja sekolah di seluruh kabupaten/kota. Pool of auditor terdiri atas orang-orang yang terlatih dalam melaksanakan audit mutu pendidikan.

2.      Istilah “pengawas” dewasa ini dirasa sudah tidak cocok lagi. Hal ini diindikasikan dari lebih banyaknya guru yang takut berhadapan pengawas daripada yang ‘merindukan kehadiran pengawas’. Oleh karenanya kata pengawas perlu diganti menjadi “fasilitator mutu”.

3.      Jika dirasa alur SPMI Dikdasmen terlalu kompleks dan menyulitkan, sekolah bisa melakukan adaptasi dan simplifikasi atas alur yang ada, karena SPMI pada dasarnya adalah sebuah tool (alat) untuk meningkatkan kualitas. Jangan terlalu tersibukan dengan birokrasi dan administrasi.

KJM-UGM mendorong LPMP Jawa Tengah untuk menyadarkan pemerintah daerah tentang pentingnya bekerja sama dengan perusahaan-perusahaan daerah. Pemda perlu memanfaatkan dana-dana CSR (Corporate Social Responsibility) demi peningkatan mutu pendidikan di daerah.