Published On: 31 December 2021Categories: Widyatama

Oleh : Sri Hartati, M.Pd. (Widyaprada Ahli Madya LPMP Jawa Tengah)
Pendahuluan
Karakter adalah pola perilaku yang bersifat individual mengenai keadaan moral seseorang. Pembangunan karakter merupakan sebuah kebutuhan dalam proses berbangsa, karena hanya bangsa yang memiliki karakter dan jati diri yang kuat akan menjadi bangsa yang besar dan bermartabat. Oleh sebab itu implementasi di sekolah dalam bentuk pendidikan karakter merupakan upaya untuk membantu peserta didik mengenal, menyadari dan menghayati aspek-aspek sosial, moral, etika, yang dapat dijadikan acuan dalam bersikap dan berperilaku sebagai salah satu dimensi dari kompetensi lulusan.
Mencermati data mutu capaian propinsi Jawa Tengah tahun 2020, untuk Standar Kompetensi Lulusan 5,6 dengan selisih 0,3 di atas capaian secara nasional yaitu 5.3. Namun demikian, hal tersebut tetap menjadi masalah yang memang perlu ada upaya untuk meningkatkan capaian mutu setidaknya menuju SNP dengan minimal 6,67. Berbagai factor yang menjadi akar masalah dapat kita identifikasi pada standard yang lain, salah satunya pada capaian Standar Penilaian. Khususnya pada indicator bahwa penilaian yang dilaksanakan bukan hanya untuk mengukur capaian proses kognitif dan keterampilan saja, namun juga karakter siswa sebagai hasil proses sosio – emosional.
Terkait dengan penilaian karakter, selain teknik tentu instrument yang tepat pun berpengaruh pada data hasil penilaiannya. Dan perlu kiranya penguatan pada pengembangan dan penerapan bentuk instrument penilaian karakter. Dengan revitalisasi penilaian karakter, diharapkan diperoleh data yang lebih akurat untuk melihat tingkat perkembangan karakter, agar sekolah dapat menyusun kebijakan program dan kegiatan yang tepat untuk meningkatkan tingkat perkembangan karakter para siswa sampai terwujudnya profil Pelajar Pancasila.
Pembahasan
Implementasi pendidikan karakter sejak tahun 2011, yang diintensifkan dengan terbitnya Perpres No. 87 Tahun 2017, tentang Penguatan Pendidikan Karakter (PPK). Sejalan dengan pelaksanaan pendidikan karakter dalam proses pembelajaran di sekolah, diperlukan bahan yang memberi wawasan kepada pendidik dan sekolah dalam melakukan penilaian karakter. Dalam perkembangannya, lebih dikuatkan lagi dalam Permendikbud Nomor 22 Tahun 2020 tentang Rencana StrategisKemendikbud, berkaitan dengan upaya membangun Sumber Daya Manusia yang unggul merupakan pelajar sepanjang hayat yang memiliki kompetensi global dan berperilaku sesuai dengan nilai-nilai Pancasila yang kemudian dikenal dengan Karakter Profil Pelajar Pancasila yang memiliki enam dimensi utama yaitu: 1) Beriman, bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, dan berakhlak mulia, 2) Mandiri, 3) Bernalar Kritis, 4) Kreatif, 5) Bergotong-royong, dan 6) Berkebinekaan global.
Karakter adalah pola perilaku yang bersifat individual mengenai keadaan moral seseorang. Secara umum ‘karakter’ dapat diartikan sebagai suatu kualitas moral dan perilaku pribadi seseorang yang membedakan dirinya dengan orang lain (Homiak, 2007). Kevin Ryan dan Karen Bohlin (2000) memandang karakter sebagai kebiasaan atau kecenderungan seseorang ketika memberi respon perilaku terhadap keinginan, tantangan, dan kesempatan yang dihadapi. Hal yang sama juga diungkapkan Jack Corley dan Thomas Phillip dalam Samami (2017) yang menyatakan bahwa karakter sebagai sikap, kebiasaan, dan seseorang yang memungkinkan dan memudahkan tindakan moral. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa karakter adalah perilaku yang tampak dalam kehidupan sehari-hari, baik dalam bersikap maupun bertindak.
Thomas Lickona (2005) menyatakan bahwa karakter yang baik terbentuk dari pengetahuan tentang kebaikan, keinginan terhadap kebaikan, dan berbuat kebaikan. Untuk membangun karakter yang baik, diperlukan pembiasaan dalam pemikiran, pembiasaan dalam hati, dan pembiasaan dalam tindakan. Proses pembiasaan ini dapat dilakukan sejak masa anak-anak hingga dewasa. Mengacu pada berbagai pengertian karakter di atas, karakter dapat dimaknai sebagai kecenderuangan respon seseorang baik berupa sikap maupun perilaku terhadap suatu kondisi yang dihadapi dan berkaitan dengan kualitas moral seseorang serta dipengaruhi oleh lingkungan. Untuk membangun karakter yang baik diperlukan pembiasaan sejak masa anak-anak hingga dewasa dalam pemikiran, hati, dan perilaku.
Karakter merupakan ciri, gaya, atau sifat khas dari diri seseorang yang bersumber dari bentukan-bentukan yang diterima dari lingkungan (Doni Koesoema,2007). Perkembangan karakter dapat dilihat dari perilaku peserta didik yang diungkapkan dalam bentuk cara berpikir, ucapan, dan perbuatan. Dalam cara berpikir Cara berpikir peserta didik dapat dilihat ketika berbicara dalam komunikasi biasa, dalam menjawab atau menulis jawaban atas suatu pertanyaan. Dalam bentuk ucapan Setiap saat ketika peserta didik menggunakan kata-kata dan kalimat (lisan atau tulisan) yang mencerminkan aspek atau sikap tertentu. Dalam bentuk perbuatan terlihat pada mimik ketika berbicara, dalam gerakan ketika melakukan sesuatu, dan dalam tindakan ketika berkomunikasi atau bekerja sama dengan teman, pendidik, pegawai administrasi dan orang lain yang ada di sekolah
Perkembangan karakter tersebut diawali dengan keyakinan (belief) yang menjadi landasan untuk berkembangnya kesadaran (awareness), yang selanjutnya kesadaran ini membangun sikap (attitude) atau pandangan hidup, dan tindakan/perbuatan (action). Hasil dari tindakan tersebut kembali akan mempengaruhi keyakinan orang tersebut, yang selanjutkan akan Kembali mengembangkan kesadaran, sikap, dan perilakunya. Perkembangan ini terus berulang dan berkembang, seperti spiral. Pendidikan karakter seharusnya memadukan unsur hidden curriculum dengan academic curriculum. Hidden curriculum meliputi keteladanan pendidik, hubungan peserta didik dengan pendidik/staf sekolah/peserta didik lain, hubungan pendidik dengan staf sekolah, keberagaman peserta didik, proses pembelajaran, penilaian pembelajaran, pengelolaan lingkungan sekolah, dan kebijakan disiplin. Sementara itu, academic curriculum meliputi berbagai mata pelajaran dan program-program ko-kurikuler dan ekstrakurikuler yang ada di sekolah.
Karakter Profil Pelajar Pancasila merupakan jawaban dari pertanyaan penting: “karakter serta kemampuan esensial apa yang perlu dipelajari dan dikembangkan terus-menerus oleh setiap individu warga negara Indonesia, sejak pendidikan anak usia dini hingga mereka menamatkan sekolah menengah atas. Profil lulusan adalah representasi karakter serta kompetensi yang diharapkan terbangun utuh dalam diri setiap pelajar Indonesia. Dapat disimpulkan bahwa Profil Pelajar Pancasila merupakan luaran pendidikan (student outcomes) yang menjadi arah tujuan dari segala upaya peningkatan kualitas pendidikan nasional dengan merujuk kepada karakter mulia bangsa Indonesia dan tantangan pendidikan abad 21.
Penerapan Profil Pelajar Pancasila di sekolah. Profil Pelajar Pancasila adalah karakter dan kemampuan yang dibangun dalam keseharian dan dihidupkan dalam diri setiap individu pelajar melalui budaya sekolah, pembelajaran intrakurikuler, kokurikuler, maupun ekstrakurikuler.
Latar Belakang projek penguatan Profil Pelajar Pancasila ; 1) Penting bagi siswa belajar lintas matapelajaran berbasis projek. Namun demikian, pembelajaran berbasis projek saat ini belum menjadi kebiasaan di kebanyakan sekolah di Indonesia, sehingga perlu dukungan kebijakan pusat, 2) Projek penguatan Profil Pelajar Pancasila adalah terjemahan dari pengurangan beban belajar di kelas (intrakurikuler) agar siswa memiliki lebih banyak kesempatan untuk belajar di setting yang berbeda (less formal, less structured, more interactive, engaged in community), 3) Beban kerja guru perlu dipertahankan (tidak dikurangi) sehingga alokasi waktu 1 mata pelajaran “terbagi” 2, intrakurikuler dan kokurikuler (projek penguatan PPP). Semua mapel wajib di SD dan SMP serta mapel fondasi di SMA terdiri dari dua kegiatan utama Kegiatan yaitu pembelajaran regular (intrakurikuler) ditambah Projek Profil Pelajar Pancasila (ko-kurikuler). Projek Profil Pelajar Pancasila adalah unitpembelajaran terintegrasi, bukan tematik. Unit Pembelajaran Integrasi (seperti jus) Pengetahuan dan keterampilan (kompetensi) yang dipelajari dari setiap mata pelajaran berpadu dan melebur, tidak dipisahkan lagi mana yang merupakan bagian dari mapel Agama, PPKn, Bahasa Indonesia, dsb.
Apa saja yang perlu disiapkan untuk dapat menerapkan Projek Penguatan Profil Pelajar Pancasila? Tentu berkaitan dengan : 1) Guru dalam pengelolaan jam pelajaran dan kolaborasi guru, 2) Pengelolaan waktu dan kegiatan, meliputi juga menyiapkan sistem dari perencanaan hingga penilaian, sistem pendokumentasian projek untuk dapat digunakan sebagai portofolio, serta Kolaborasi dengan narasumber pengaya projek: masyarakat, komunitas, universitas, praktisi. 3) Waktu dan Durasi Pelaksanaan
Berkaitan dengan strategi implementasi penguatan Karakter, tentu hal yang tidak kalah penting adalah bagaimana mengetahui capaian tingkat perkembangan karakter peserta didik, melalui berbagai teknik Penilaian Karakter beserta instrument yang digunakannya. Pada hakikatnya pendidikan karakter bertujuan menanamkan nilai-nilai dan mengembangkan sikap dan perilaku yang baik untuk membentuk karakter peserta didik di sekolah. Dalam pelaksanaannya melibatkan seluruh warga sekolah dengan dukungan keluarga peserta didik untuk penerapan di luar sekolah. Oleh karena itu, tujuan penilaian karakter yang utama bukan untuk memberi nilai terhadap karakter peserta didik, tetapi untuk memperoleh informasi mengenai perkembangan karakter peserta didik sehingga usaha untuk pengembangan atau penguatan karakter peserta didik dapat dilakukan dengan tepat .
Perkembangan karakter dapat dilihat dari perilaku peserta didik yang diungkapkan dalam bentuk ; 1) cara berpikir, 2) ucapan, dan 3) perbuatan. Sejalan dengan hal tersebut karakter peserta didik dapat dinilai dari ucapan, ekspresi, dan tindakan yang dilakukan peserta didik ketika proses pembelajaran di kelas dan kegiatan lain di sekolah. Pendidik perlu langsung memberikan respon terhadap perilaku menonjol peserta didik: koreksi untuk perilaku peserta didik yang tidak pantas perlu disampaikan kepada peserta didik secara individual; penghargaan atau pujian perlu diberikan untuk perilaku yang baik atau prestasi yang dicapai peserta didik.
Pendidik atau wali kelas hendaknya mempunyai catatan tiap peserta didik sebagai rekaman perkembangan peserta didik. Catatan tersebut berupa informasi perilaku yang tampak/menonjol dari peserta didik, baik yang positif maupun yang negatif. Informasi tersebut dapat berasal dari hasil observasi guru, laporan pendidik lain, pegawai sekolah atau peserta didik lain. Pendidik dapat mengkaji dan melihat perkembangan perilaku peserta didik sehingga usaha untuk membina atau mengarahkan peserta didik sesuai dengan kondisi masing-masing dapat dilakukan. Peserta didik yang menonjol pada suatu aspek dapat diarahkan atau diberi kepercayaan untuk suatu tugas atau mengikuti suatu kegiatan yang sesuai. Peserta didik yang belum menunjukkan perilaku yang diharapkan dapat diberi pembinaan yang sesuai.
Prinsip penilaian karakter sebagai berikut : 1) Terintegrasi dengan aktivitas belajar peserta didik sehari-hari dalam pembelajaran, baik di kelas maupun di lingkungan sekolah, 2) Dilakukan untuk keberhasilan proses pembelajaran, penilaian sebagai dan untuk pembelajaran (Assessment as learning and for learning), 3) Multidata, menggunakan banyak cara untuk mendeskripsikan karakter peserta didik serta berbagai sumber informasi, baik primer maupun sekunder, 4) Lintas mata pelajaran, memandang karakter peserta didik sebagai satu kesatuan utuh sebagai pengalaman belajar lintas mata pelajaran, 5) Edukatif, memiliki fungsi mendidik, membina, mengembangkan karakter positif peserta didik, dan tidak bersifat menghukum, 6) Bersistem, terpadu dengan program sekolah, melibatkan semua unsur satuan pendidikan, yaitu tenaga pendukung (satpam, petugas kebersihan, dll) pendidik, peserta didik, kepala sekolah, dan orang tua, 7) Berkesinambungan, merupakan hasil belajar yang terus dikembangkan.
Penilaian karakter dapat menggunakan berbagai teknik, yaitu ; dengan observasi, penilaian diri, penilaian antar peserta didik, serta jurnal. Instrument penilaian karakter menyesuaikan dengan teknik dan dimensi karakter yang akan dinilai. Skala penilaian karakter lazimnya berupa kumpulan pernyataan-pernyataan positif (favorable) dan negatif (unfavorable) tentang suatu objek karakter. Respon individu terhadap skala penilaian yang dibuat menunjukkan arah dan intensitas karakternya. Terdapat beberapa model skala pengukuran yang dapat digunakan untuk mengukur karakter (Arikunto 2009: 180 – 181), yaitu: Skala Likert, Skala Thurstone, Skala Guttman, dan , Skala Beda Semantik, dan Skala pilihan ganda.
Skala Likert, merupakan skala penilaian dengan pernyataan positif dan negative dengan beberapa opsi jawaban dari tingkat yang sangat setuju (strongly agree) sampai tidak sangat setuju (strongly disagree). Skala ini digunakan sebagai penskalaan respon kesesuaian karakteristik individu pada pernyataan.
Skala Thurstone, hampir serupa dengan skala Likert. Perbedaanya terletak pada opsi jawaban yang berupa interval dalam suatu rentangan mulai dari yang sangat disukai sampai pada yang tidak disukai. Opsi interval jawaban biasanya dalam jumlah banyak.
Skala Guttman, Skala pengukuran dengan tipe ini, akan di dapat jawaban yang tegas, yaitu ya atau tidak, Setuju atau tidak setuju, benar atau salah, pernah atau tidak, positf atau negatif, dan lain-lain (pertentangan). Data yang diperoleh dapat berupa data interval atau rasio dikhotomi (dua alternatif).
Skala beda semantic, meletakkan suatu rentangan diantara dua kata atau ide yang berlawanan (bipolar). Dua kata yang saling berlawanan dipisahkan oleh beberapa sel untuk diisi subjek sesuai dengan perasaannya. Semakin dekat sel dengan kata tersebut menunjukkan subjek cenderung setuju pada kata tersebut.
Skala pilihan ganda, berbentuk seperti soal pilihan ganda yang terdiri dari sejumlah pertanyaan dan sejumlah alternatif jawaban. Pilihan jawaban menunjukan grade tahapan perkembangan moral yang disusun secara acak, sehingga terjadi persebaran kualitas karakter dilihat dari moral reasoning yang terdapat pada pilihan jawaban.
Salah satu cara menilai karakter dapat dilakukan dengan survey. Survei karakter bertujuan untuk memperoleh informasi mengenai perkembangan karakter peserta didik agar usaha untuk pengembangan atau penguatan karakter peserta didik dapat dilakukan dengan tepat (bukan untuk memberi nilai terhadap karakter peserta didik. Hal yang terpenting adalah pemahaman bahwa respon peserta didik terhadap fenomena atau situasi yang dihadapkan, menunjukan kualitas moral anak yang sejatinya bukan tentang benar dan salah, namun tentang standar nilai yang diyakini baik. Dalam hal ini, untuk menyatakan respon dalam bentuk pemikiran, perkataan/ucapan, dan tindakan seperti tuntutan instrument maka moral reasoning (Kohlberg dalam Glover, 1997), mendefinisikan penalaran moral sebagai penilaian nilai, penilaian sosial, dan juga penilaian terhadap kewajiban yang mengikat individu dalam melakukan suatu tindakan. Menurut Kohlberg (1981) penalaran moral adalah suatau pemikiran tentang masalah moral. Penalaran moral adalah konsep dasar yang dimiliki individu untuk menganalisa masalah sosial-moral dan menilai terlebih dahulu tindakan apa yang akan dilakukan atau yg tidak dilakukan. Penalaran moral inilah yang menjadi indikator dari tingkatan atau tahap kematangan moral.
Tahapan perkembangan moral menurut Kohlberg yaitu : 1) Tahap Punishment And Obedience Orientation, 2) Tahap Instrumental-Relativist Orientation Atau Hedonistic Orientation.. 3) Tahap Interpersonal Concordance atau Good-Boy/Good-Girl Orientation,. 4) Tahap Law and Order Orientation. 5) Tahap Social-Contract, Legalistic Orientation 6) Tahap Orientation of Universal Ethical Principles.
Hasil penilaian karakter dilaporkan kepada orang tua dengan tujuan memberi informasi perkembangan peserta didik untuk karakter yang menjadi fokus sekolah dan karakter atau capaian secara umum. Laporan dapat disusun dalam tabel yang memuat informasi mengenai karakter yang dibangun, perilaku yang diamati dan capaian peserta didik. Selain itu ditambahkan catatan yang memuat penjelasan atau elaborasi dari karakter yang dinilai dan keterangan mengenai capaian atau perkembangan khusus peserta didik di luar karakter yang menjadi fokus penilaian sekolah. Adanya pengakuan capaian atau prestasi peserta didik dapat meningkatkan kepercayaan diri peserta didikdan meningkatkan motivasi peserta didik untuk berprestasi lebih baik lagi.pelaporan hasil penilaian karakter juga disajikan berdasarkan empat tahapan capaian. Laporan perkembangan karakter merupakan catatan perilaku/karakter peserta didik di dalam dan atau di luar satuan pendidikan, berisi kelebihan dan atau keunikan peserta didik dan atau memotivasi peserta didik untuk penguatan karakter dan atau kompetensi. Sumber informasi untuk catatan karakter dapat diperoleh dari catatan (jurnal) guru dan atau dokumen portofolio (dokumen keikutsertaan, piagam, sertifikat kegiatan) peserta didik di dalam dan atau di luar satuan pendidikan. Laporan berbentuk narasi (maksimal 1 halaman) yang ditulis dalam kalimat positif. Pada bagian atas laporan, ditulis identitas peserta didik dan dapat dilengkapi dengan foto keunikan aktivitas peserta didik. Laporan perkembangan karakter disiapkan dan ditandatangani oleh wali kelas setiap akhir semester.
Penutup
Pembangunan Karakter merupakan Kewajiban Bersama Terselenggaranya pembangunan karakter bangsa, meliputi seluruh warga sekolah dan semua unsur stake holder agar segenap sumber daya yang dimiliki dapat dimanfaatkan seluas-luasnya untuk kepentingan pendidikan karakter. Tujuan penilaian karakter yang utama untuk memperoleh informasi mengenai perkembangan karakter peserta didik dalam rangka pengembangan atau penguatan karakter peserta didik, bukan untuk memberi nilai atau melabel peserta didik. Hasil penilaian Karakter sebagai capaian hasil proses sosio-emosional pada tingkat atau tahapan moral apa pun, menuntut sekolah untuk merefleksi dan berupaya menerapkan teaching at the right level serta fokus membangun kompetensi serta karakter murid yang mencerminkan Profil Pelajar Pancasila.
REFERENSI
Albertus, Doni Koesoema. 2015. Pendidikan Karakter Utuh dan Menyeluruh. Yogyakarta: Kanisius.
Asmani, Jamal Ma’mur. 2011. Buku Panduan Internalisasi Pendidikan Karakter di Sekolah. Jogjakarta: Diva Press.
Effendy, Muhadjir. 2016. Arahan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan
Muhadjir Effendy dalam Pelatihan Pengembangan Kapasitas untuk
Penguatan Pendidikan Karakter di Hotel Santika, Jakarta, 27 September 2016. (transkrip rekaman Kemdikbud).
Ki Hadjar Dewantara. 1962. Bagian I Pendidikan. Jogjakarta: Majelis Luhur Taman Siswa.
Konsep dan Pedoman Penguatan Pendidikan Karakter Tingkat Sekolah Dasar dan Sekolah Menengah Pertama. 2016. Jakarta: Kemdikbud