Published On: 26 March 2023Categories: Puisi

PELANGI KEMBAR DI LABUAN BAJO
Dr. Mampuono, M.Kom (Tali Bambuapus Giri)

Hari telah menepi
Semburatnya mengintip jalan
Memandu kedasih kembali ke sarang
Memberi tanda maleo muda
Hari telah cukup, berhentilah mengais
Saat pucuk sensus menitik sisa gerimis
Esok akan selalu ada

Angkasa kelabu menyibak ragu
Hadirkan secercah lazuardi,
Dengan senyum secerah gadis muda
Membelai lembut cakrawala
Agar lepas kabut dari genggamannya

Nun di sana, tepat di belakang Kukusan
Sang nusa piramida raksasa
Ketika kelabu kembali biru, menjelma titan di angkasa
Sang immortal yang lahir sebelum mayapada
Sebab cinta Sang Bagaskara pada Dewi Tirta
Terpaku, aku merinding tak berdaya

Membuncah polikromatika,
Didaulat ungu, merah, dan jingga,
Di antara mega-mega yang mengintip malu-malu di sudut langit
Sinar-warna itu adalah titian aurora mayapada
Jalan para bidadari dan bidadara menemukan takdirnya

Mataku membara, hatiku membeku
Ketika tiba-tiba sang titan membelah dua
Aku tak percaya tapi ini nyata,
Langit telah bertitah, ilusi optika ataukah realita
Aku tak perlu bertanya
Sebab pelangi kembar di Labuan bajo itu istimewa

(Kumpulan puisi muhibah Menemu Baling di Indonesia Timur)

DESKRIPSI PELANGI KEMBAR DI LABUAN BAJO

Puisi “Pelangi Kembar di Labuan Bajo” tulisan Dr.Mampuono, M.Kom ini menggambarkan keindahan alam yang mempesona saat matahari menjelang terbenam di Labuan Bajo, sebuah daerah wisata yang termasuk paling indah di Indonesia bagian timur, tepatnya di NTT. Puisi ini menggambarkan perpaduan antara langit, laut, dan alam yang indah di tempat tersebut.

Penulis, Dr. Mampuono, M.Kom.  memulai dengan menggambarkan hari yang hampir berakhir yang memberikan tanda-tanda agar burung kedasih dan burung maleo muda pulang ke sarang. Kemudian, ia menggambarkan langit yang awalnya kelabu menjadi biru dengan kehadiran lazuardi (warna biru yang cerah), dengan senyum secerah gadis muda, yang membuka jalan bagi pelangi kembar yang indah.

Pelangi kembar tersebut digambarkan sebagai sebuah objek multiwarna atau “polikromatika” dengan warna ungu, merah, dan jingga di antara mega-mega langit. Sinar-warna pelangi tersebut adalah “titian aurora mayapada” atau jalan menuju surga, yang menemukan takdirnya.

Penulis, Dr. Mampuono, M.Kom.  juga menggambarkan kekagumannya terhadap keindahan alam tersebut. Ketika pelangi kembar itu membelah dua, langit memberikan titah, dan penulis merasa terpesona dan terkesima. Pada akhirnya, penulis menyimpulkan bahwa pelangi kembar di Labuan Bajo adalah istimewa dan menggambarkan keindahan alam yang luar biasa. Kelima bait puisi berjudul “Pelangi Kembar di Labuan Bajo” ini dapat dideskripsikan dalam uraian sebagai berikut.

Bait pertama puisi ini menggambarkan suasana senja yang sedang menjelang, ketika matahari sudah akan terbenam. Kata “Hari telah menepi” menggambarkan bahwa hari sudah hampir berakhir. Kemudian, penulis menggambarkan semburat senja yang mengintip jalan, memberikan pandangan bahwa hari sudah hampir berakhir dan malam akan tiba.

Lalu, penulis menggambarkan burung kedasih yang kembali ke sarangnya, di mana semburat senja tersebut menjadi panduan baginya. Sementara itu, burung maleo muda memberi tanda untuk pulang ke sarang, karena hari telah cukup dan sudah waktunya untuk berhenti mencari makan.

Penulis,  Dr. Mampuono, M.Kom. kemudian menambahkan bahwa saat semburat senja tersebut memudar, pucuk sensus menitik sisa gerimis, menandakan bahwa malam akan segera tiba. Namun, penulis juga menekankan bahwa esok akan selalu ada, memberikan harapan bahwa setelah malam, akan ada pagi yang baru.

Bait kedua menggambarkan suasana langit yang awalnya kelabu dan ragu-ragu, kemudian disibak oleh secercah lazuardi atau warna biru yang cerah. Kemudian, penulis menggambarkan kondisi itu seperti  seorang gadis muda dengan senyum yang cerah, yang membelai lembut cakrawala atau tepian langit. Kehadiran lazuardi tersebut digambarkan seolah-olah sedang mencoba untuk melepaskan kabut atau awan yang menempel pada genggaman sang cakrawala, sehingga langit menjadi lebih cerah.

Bait ini memperlihatkan adanya perubahan suasana yang cukup dramatis, dari langit yang awalnya kelabu dan ragu-ragu menjadi lebih cerah dengan hadirnya secercah lazuardi yang bagaikan senyum gadis muda yang membelai cakrawala. Hal ini memberikan kesan bahwa keindahan alam tersebut bisa terjadi secara alami namun mengesankan.

Pada Bait ketiga, Penulis, Dr. Mampuono, M.Kom., menggambarkan pemandangan yang sangat indah di langit di belakang Kukusan. Kukusan sendiri adalah sebuah pulau berupa  gunung berbentuk seperti piramida di Labuan Bajo. Di bait ini Kukusan digambarkan  sebagai suatu objek yang sangat besar dan megah, dan disebut oleh penulis sebagai “Sang nusa piramida raksasa”. Kemudian, penulis menggambarkan bahwa ketika langit yang sebelumnya kelabu kembali biru, tiba-tiba  muncul  titan atau sosok yang megah di langit.

Penulis, Dr. Mampuono, M.Kom.,  menggambarkan bahwa objek tersebut adalah Sang immortal atau sesuatu yang abadi, yang lahir sebelum mayapada, yaitu zaman sebelum adanya bumi dan jagat raya. Penulis mengatakan bahwa objek tersebut ada karena cinta Sang Bagaskara atau matahari pada Dewi Tirta, yang merupakan lambang dari air atau kehidupan.

Bait ini memberikan kesan bahwa objek yang dijelaskan sangat besar dan berpengaruh dalam kehidupan, serta dihormati karena berasal dari zaman yang sangat lama. Penulis mengungkapkan rasa terpana dan merinding atas kehadiran objek tersebut, menunjukkan betapa indahnya keajaiban alam yang ada di sekitarnya.

Bait keempat pada puisi ini menggambarkan sebuah fenomena alam yang sangat indah, yaitu pelangi. Penulis menggambarkan pelangi itu sebagai “membuncah polikromatika”, yang menghasilkan banyak warna, seperti ungu, merah, dan jingga. Fenomena ini terlihat di antara mega-mega di sudut langit yang seakan-akan memandangnya dengan malu-malu.

Penulis menggambarkan pelangi sebagai “titian aurora mayapada”, yang dianggap sebagai jalan bagi para bidadari dan bidadara untuk menemukan takdir mereka. Kata “aurora’ mengacu kepada langit ataupun cahaya langit utara sedangkan  “mayapada” sendiri mengacu pada dunia sebelum terciptanya bumi dan jagat raya.

Bait ini memberikan kesan tentang keindahan alam yang luar biasa dan menyebutkan pelalngi sebagai sebuah fenomena yang sangat mengagumkan. Selain itu, penulis mengaitkan aurora dengan dunia yang lebih tinggi dan memberi kesan bahwa aurora memiliki kekuatan magis atau mistis yang berbeda dari keindahan alam lainnya.

Bait terakhir pada puisi “Pelangi Kembar di Labuan Bajo” karya Dr. Mampuono, M.Kom. ini menggambarkan kesan yang sangat kuat dan menggetarkan hati yang dialami oleh penulis saat ia melihat pelangi kembar di Labuan Bajo. Penulis merasakan mata yang membara penuh ketakjuban  dan hati yang membeku terpukau penuh kekaguman ketika melihat pelangi kembar tersebut. Dia kemudian menyatakan bahwa sang titan, yaitu pelangi tersebut secara tiba-tiba membelah menjadi dua.

Penulis mengaku tidak percaya pada apa yang terjadi di hadapannya, namun dia tahu bahwa itu nyata. Dia kemudian bertanya-tanya apakah itu hanya ilusi optik atau realita. Namun, dia menegaskan bahwa ia tidak perlu bertanya karena ia tahu bahwa pelangi kembar di Labuan Bajo itu istimewa dan mungkin memiliki makna atau arti yang lebih dalam dari sekadar keindahan visual. Bait terakhir ini memberikan kesan tentang keindahan dan keajaiban alam yang tak terduga serta menunjukkan rasa hormat dan keterpesonaan penulis terhadap alam dan kekuatan alam yang lebih tinggi.

Secara keseluruhan, puisi “Pelangi Kembar di Labuhan Bajo” tulisan Dr. Mampuono, M.Kom. ini memberikan gambaran tentang keindahan alam dan keajaiban yang mungkin terjadi secara tiba-tiba di alam. Penulis memberikan deskripsi yang sangat rinci tentang lingkungan sekitarnya dan menciptakan gambaran visual yang kuat tentang warna-warni spektakuler yang muncul di langit. Namun, di balik keindahan tersebut, terdapat makna yang lebih dalam tentang kekuatan alam dan keberadaan entitas yang mungkin memiliki peran penting dalam keberlangsungan hidup manusia dan alam. Puisi ini mengajak pembaca untuk mengagumi keindahan alam dan memahami bahwa ada kekuatan yang lebih besar di balik keindahan tersebut, dan kita sebagai manusia harus menghargai keberadaan dan peran penting alam dalam kehidupan kita.

 

***

(Penulis, Dr. Mampuono, M. Kom. adalah widyaprada BBPMP Jawa Tengah, Ketum PTIC, Perkumpulan Teacherpreneur Indonesia Cerdas, dan penggerak literasi dengan Strategi Tali Bambuapus Giri atau implementasi literasi produktif bersama dalam pembuatan pustaka digital mandiri berbasis AI dengan memberdayakan metode Menemu Baling atau menulis dengan mulut dan membaca dengan telinga.)