Panggah!
Tirta Nursari
dan pucuk merah di pelataran rumah tak lagi meranggas,
meski angin kemarau berembus mematah ranting
bunga-bunga mengering,
daun-daun gugur,
; pagi masih menyisa embun
yang ngilu, serupa biru, mengibas rindu
denyut syahdu tak lagi menguntai tasbih
pekat doa meluntur,
saat lagu sorga untukmu telah kau usir pergi sendiri
;menepi
serupa kidung bisu, laguku memang sejenak sendu
sunyi menerkamku
Ada yang harus kuempas pergi
Duri-duri yang menikam kaki dan memasung ngilu
Hingga langkahku tak mampu berlari
Maka kubilang padamu, kau harus pergi!
Dan biarkan bersama angin ku tetap menari
Meriang riung bersama mentari
Tanpa bayang dan jebak ilusi
Kokoh, aku di sini
Panggah!
Wapas, 20 Maret 2023
Tak ada Lagi Pesta Barbeque
setelah hariku berselimut ilalang kemarin,
pagi ini bibirku berkudung kembang,
meski tak semerah mawar,
hari ini, usai kemarin,
saat lelaki tanpa jubah putih kebesarannya
menyapaku tanpa senyum
dan basa basi terasa basi
“Kau tak ingin segera menjemput kematian, bukan?”
aku menatapnya dengan senyuman
lalu sederet data dia jabarkan
lewat kertas putih dan lembar hitam berpola
yang dia hamparkan
Lelaki berkaca mata itu kembali menatapku,
nafasnya memberat
“Kau memahaminya?” Dia bertanya
“Tentu saja,” jawabku pula, “dari Google aku telah mempelajarinya.”
Lelaki berkaca mata kembali berkata,
“Kau harus hati-hati dengan makanmu, hindari daging. jangan pula barbeque.”
sejak itu pesta tahun baru aku coret dari daftarku
Agar aku terhindar dari barbeque
Maka suguh saja aku dengan pisang rebus berbumbu
Karena tak akan ada lagi pesta barbeque
Ken Saras, 10 Maret 2023