Puisi esai : Stroberi-Stroberi yang Hendak Jadi Durian
*)Tirta Nursari
ketika media-media menayang gemoy gadis-gadis remaja menari pargoy, dengan seksinya tanpa peduli di mana ruang tempatnya, sepotong stroberi membusuk di mangkoknya (1)
kala televisi mewarta dan aplikasi tiktok serta berjenis media berseliweran pula, berkabar tentang seorang bocah remaja pria yang tetiba seolah jadi perkasa dengan mobil plat merahnya yang jelas bukan miliknya terjerat petaka dan di dalamnya ada si gadis tanpa busana, sekotak stroberi membusuk bersama keranjang penampungnya(2)
lalu saat di saat yang lain pula, seorang pemuda dengan lagak jumawa, dengan segala pongah menantang dunia dan bahkan Tuhannya, seolah dialah malaikat pencabut nyawa. Dia lupa, apa yang dilakukannya akan berdampak pada semua. Seorang bocah remaja koma. Sang bapak lepas jabatannya. Masuk pula jerat KPK. Entah bagaimana nasib ibunya. Maka kantong dengan rajutan emas, dengan stroberi-stroberi yang dikira pejal, membusuk, menguar bacin (3)
Kala stroberi-stroberi bermimpi jadi durian, menghujamkan keras kulitnya, dan tertawa dengan pongahnya. Ulat-ulat berjejal. Stroberi-stroberi tak lagi segar, hilanglah indah warnanya. Wangi durian hanya mengundang mual saja.
Lalu mereka, tanggung jawab siapa?
Warung Pasinaon, 26 Februari 2023
Catatan :
Puisi ini dilatarbelakangi keprihatinan atas berbagai masalah yang terjadi akhir-akhir ini, baik masalah sosial maupun hukum yang banyak melibatkan remaja. Dari masalah goyang pargoy yang marak di mana-mana, hingga kasus anak pejabat di Prov. Jambi, hingga kasus anak pejabat Pajak yang menganiaya anak hingga koma. Dan mereka banyak disebut anak-anak generasi stroberi.
(1)https://www.detik.com/jatim/berita/d-6434998/apa-itu-joget-pargoy-yang-diharamkan-mui-jember/amp
Puisi : Di Ujung Waktu
*)Tirta Nursari
pada bulir masa yang berkejaran bersama malam yang tiarap dan dentang tetiba sampai di angka tiga,
; dinihari menyapa, panggilan Sang Maha Cinta sesaat tiba, dan buana segera kan kan menyemburat jingga, embun-embun menguap bersama hangat sang surya
Di ujung kala, gemuruh dan detak jantung saling berkejar menyandera angina pectoris yang membuat degup nyaris tak bernyawa
; kompresi saja, jendela waktu sangat berharga dan gandewa tak akan lagi bermakna
adalah jiwa yang wajib dijaga bersama sepotong nyawa yang telah disemat Tuhan dalam sesosok raga, dan semua telah dipahat dengan sangat indahnya,
Pun dengan segudang rencana yang acap kita tak tahu arahnya
tak ada kata tersesat, nirankara beruluk sabda
Wapas, bakda subuh, 26 Februari