Published On: 11 March 2023Categories: Pojok Sastra, Puisi

MBAKYUKU
Oleh: Dr. Mampuono (Tali Bambuapus Giri)

Mbakyuku,
Kau ini memang seru
Lima tahun lalu, di Gedung Guru
Lantang di hadapan khalayak kau pernah ingatkan
Tunjangan yang guru terima
Itu darah dan keringat rakyat
Tapi bekasnya ada di mana?
Kompetensi guru kau bilang hanya bergeming
Orang asing pun bergunjing, double for nothing

Mbakyuku,
Benarkah demikian adanya?
Ataukah itu hanya pandangan nanar
Yang tersaput gelap bayang-bayang ketinggian
Derajat pangkat dan kedudukan
Lalu berujar menepiskan nalar
Seperti keris yang terhunus, di muka begawan berhati tulus

Ataukah ada di sana,
Data dan fakta tak terpungkiri
Dari mereka yang menelisik
Kemana perginya sekian triliun
Terengah mengejar level PISA, tak ada ujung
Tak pernah bisa menepuk dada sekalipun
Lalu orang asing kembali bergunjing
Indonesian kids don’t know how stupid they are

Ah… aku mungkin tak berhak menghakimi
Yang ku tahu, siang malam guru berlari
Diburu platform perubahan, mematut diri
Kami sadar mungkin guru ada silap
Tetapi benarkah hanya guru yang silap?
Jika tunjangan sebagian guru adalah beban
Bagaimana dengan yang berkali lipat di kantor Mbakyu?
Lalu bagaimana dengan guru di bawah garis kemiskinan?

Mbakyuku,
Di kantormu berlipat tunjangan
Tak tergapai menjulang, gurupun tak mengeluh
Namun saat tertangkap tangan
Keluarga jumawa kau punya petinggi
Gelimang kemewahan jadi ideologi
Sumber kekayaan negara disiasati
Kegelapan pun menyelimuti negeri
Pantaslah guru meneriaki

Mbakyuku,
Kuangkat dua jempolku
Gerak cepatmu
Bubarnya klub moge dan jip mewah itu
Adalah keniscayaan

Jika guru berteriak,
“Semua salahmu Mbakyu!”
Ikhlaskan!

Badai pasti berlalu

Sampangan, 11 Maret 2023
(Ditulis untuk sesama almamater)

DESKRIPSI PUISI “MBAKYUKU”

Puji syukur kita panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, yang telah memberikan kita kesempatan untuk mengekspresikan perasaan dan pemikiran melalui karya sastra. Puisi adalah sebuah bentuk karya sastra yang menggambarkan perasaan, pemikiran, atau pengalaman pengarang dalam bahasa yang indah, tertata , dan berirama.

Puisi “Mbakyuku” karya Dr. Mampuono, widyaprada BBPMP Jateng yang sekaligus juga pendiri dan ketua umum Perkumpulan Teacherpreneur Indonesia Cerdas (PTIC), ditulis sebagai bentuk keprihatinan atas sikap saling menyalahkan antara sang Mbakyu dan para guru. Terutama ide ini muncul setelah adanya tulisan berjudul HARLEY, RUBICON DAN KAUM GURU yang viral di ranah online dan media sosial. Penulis puisi, Dr. Mampuono yang pernah menjadi guru dari tingkat PAUD sampai perguruan tinggi dan kemudian menjadi widyaiswara dan widyaprada yang mengajar orang-orang dewasa merasa perlu mengambil sikap lebih moderat, berusaha berada di posisi tengah, dalam menyikapi masalah ini.

Puisi “Mbakyuku” adalah sebuah kritik sosial terhadap kondisi guru di Indonesia. Puisi ini menggambarkan ketidakadilan yang dialami oleh guru-guru di Indonesia, terutama terkait dengan tunjangan mereka. Pengarang mengkritik bahwa meskipun tunjangan yang diterima guru seharusnya mencerminkan upaya dan pengorbanan mereka, kenyataannya hal tersebut tidak selalu terjadi. Pengarang juga mengkritik perbedaan perlakuan antara guru dan pegawai lain, khususnya pejabat tinggi pemerintahan, terutama di kementerian tertentu.

Puisi ini menggunakan bahasa yang cukup sederhana, namun tetap memiliki makna yang kuat dan berisi. Penggunaan bahasa yang lugas dan mudah dimengerti, membuat puisi ini mudah dipahami oleh pembaca dari berbagai latar belakang. Puisi ini juga memiliki irama dan ritme yang kuat, sehingga memudahkan pembaca untuk merasakan emosi dan perasaan yang ingin disampaikan oleh penulisnya.

Secara keseluruhan, puisi “Mbakyuku” adalah sebuah karya sastra yang mengkritik ketidakadilan dalam sistem pendidikan di Indonesia, khususnya terkait dengan kondisi guru. Melalui puisi ini, penulis, Dr. Mampuono, ingin menyampaikan pesan bahwa guru-guru di Indonesia seharusnya mendapatkan perlakuan yang lebih adil dan dihargai atas pengorbanan mereka dalam mendidik generasi muda. Di sisi lain, guru haruslah menyadari gunjingan miring negara asing. sebagai cambuk untuk merefleksi diri agar terus belajar lagi sebagai pembelajar sepanjang hayat sehingga tidak ketinggalan jaman dan nantinya bisa berbangga karena siswa didiknya bisa duduk sama rendah dan berdiri sama tinggi dengan bangsa yang lain.

Di dalam puisi ini, “Mbakyuku” merujuk pada seorang menteri perempuan yang juga merupakan kakak almamater dari penulis. Pada bait pertama, penulis, Dr. Mampuono, M.Kom., ingin menunjukkan bahwa sang Mbakyu sering tampil di depan publik dan memberikan pernyataan-pernyataan yang menarik perhatian. Dan pada suatu ketika, lima tahun lalu, di Gedung Guru, sang Mbakyu pernah mengkritik fakta bahwa tunjangan yang diterima guru hanyalah hasil dari kerja keras dan pengorbanan rakyat, tetapi pengaruhnya tidak selalu terasa.

Penulis juga mempertanyakan kompetensi guru yang dianggap hanya bergeming oleh sang Mbakyu, dan bahwa bahkan orang asing juga bergunjing tentang masalah ini. Mereka mengatakan bahwa tunjangan sertifikasi adalah double for nothing (lipat dua yang sia-sia) karena gaji guru naik dua kali lipat namun hasil pendidikan secara keseluruhan tidak meningkat signifikan. Hal ini menunjukkan bahwa masalah guru dan tunjangan mereka bukan hanya masalah internal di Indonesia, tetapi juga menjadi perhatian internasional. Penulis mempertanyakan apakah tunjangan tersebut benar-benar mencerminkan pengorbanan guru dan memberikan dampak yang signifikan pada pendidikan di Indonesia.

Dalam puisi ini, penulis mengekspresikan kekecewaannya terhadap sang Mbakyu yang dianggap masih kurang peduli terhadap nasib guru-guru di Indonesia. Penulis berharap agar sang Mbakyu bisa memberikan perhatian yang lebih pada masalah ini dan mencari solusi untuk meningkatkan kondisi guru dan sistem pendidikan di Indonesia secara keseluruhan. Bukan hanya kritik saja yang seharusnya diberikan kepada guru, tetapi solusi terbaik juga sangat mereka harapkan.

Pada bait kedua penulis mempertanyakan kebenaran dari pandangan sang Mbakyu tentang kondisi guru di Indonesia. Penulis menyatakan keraguan apakah pandangan tersebut didasarkan pada fakta dan pengalaman yang akurat atau hanya didasarkan pada pandangan yang terdistorsi akibat kekuasaan dan status yang dimilikinya.

Penulis juga menyebutkan tentang gelapnya bayang-bayang ketinggian, yang mengacu pada kedudukan dan kekuasaan yang dimiliki oleh sang Mbakyu, yang mungkin membuatnya sulit untuk melihat secara objektif masalah yang dihadapi oleh guru-guru di Indonesia. Penulis juga menyebutkan keris yang terhunus di depan begawan yang berhati tulus, yang mengacu pada kebijakan atau pernyataan sang Mbakyu yang kurang memperhatikan kepentingan dan kesejahteraan guru. Para guru yang merasa sudah bekerja dengan tulus mengabdi untuk membangun generasi lebih baik namun tiba-tiba ditodong dan disalah-salahkan atas hak yang sudah mereka terima.

Dalam bait ini penulis juga menyatakan keraguan dan kekhawatirannya terhadap pandangan dan kebijakan sang Mbakyu terhadap guru dan pendidikan di Indonesia. Penulis mengingatkan bahwa pemimpin harus tetap menggunakan nalar dan tidak melupakan kepentingan rakyat dan keadilan, terlepas dari derajat pangkat dan kedudukan yang dimilikinya.

Bait ketiga mengajukan pertanyaan mengenai keberadaan data dan fakta yang tak dapat disangkal mengenai perginya triliunan rupiah ke mana. Hal ini berkaitan dengan upaya Indonesia untuk meningkatkan posisi dalam ranking PISA, namun upaya tersebut tampaknya belum membuahkan hasil yang memuaskan. Meskipun begitu, orang asing kembali bergunjing dan merendahkan kemampuan anak-anak Indonesia, yang dianggap tidak menyadari kebodohan mereka. Pernyataan ini pernah sangat viral di ranah online karena tulisan blogger Amerika pemerhati pendidikan Indonesia. Hal ini bisa diartikan sebagai kritik terhadap sistem pendidikan di Indonesia dengan guru sebagai ujung tombaknya dan juga kritik terhadap pengelolaan keuangan negara yang belum efektif.

Bait keempat menunjukkan bahwa penulis, Dr. Mampuono, menyadari bahwa tidak sepenuhnya adil untuk menyalahkan para guru atas masalah dalam sistem pendidikan. Meskipun para guru juga mungkin memiliki kesalahan, namun penulis mempertanyakan apakah hanya guru yang bertanggung jawab atas masalah ini. Penulis juga mengajukan pertanyaan tentang bagaimana tunjangan para guru, yang mungkin sudah dianggap sebagai beban, bisa dibandingkan dengan gaji yang berkali lipat di kantor sang Mbakyu. Selain itu, penulis juga mencermati nasib para guru yang berada di bawah garis kemiskinan dan mungkin tidak dapat mengakses tunjangan yang layak.

Pada bait kelima, penulis, Dr. Mampuono, ingin menunjukkan adanya ketidakadilan dalam pemerintahan dan perlakuan yang kurang proporsional terhadap para pekerja di negara ini. Guru yang bekerja keras untuk mendidik generasi muda mendapatkan perlakuan dan kesejahteraan yang bisa jadi terlalu jauh dari pejabat yang memegang posisi tinggi dalam pemerintahan ataupun orang-orang kementerian yang dipimpin sang Mbakyu. Hal ini menunjukkan adanya kebutuhan untuk reformasi sistem dan kebijakan yang lebih adil dan seimbang untuk semua warga negara. Selain itu, penting untuk melakukan pengawasan dan pencegahan terhadap tindakan korupsi dan penyalahgunaan kekuasaan dalam pemerintahan, agar sumber daya negara dapat digunakan dengan efektif dan efisien untuk kemajuan negara dan kesejahteraan masyarakat.

Dalam tiga bait terakhir ini penulis, DR. Mampuono, memberikan penghargaan pada sang Mbakyu atas tindakannya yang membatalkan klub moge dan jip mewah. Namun, pada saat yang sama, penulis juga menunjukkan bahwa jika guru marah dan menyalahkan sang Mbakyu atas masalah yang mereka alami, maka sang Mbakyu seharusnya menerima dengan tulus hati dan meminta maaf. Penulis juga menunjukkan bahwa badai akan berlalu, artinya semua masalah akan teratasi pada akhirnya.

***

(Penulis , Dr. Mampuono, adalah widyaprada BBPMP Jateng yang sekaligus juga pendiri dan ketua umum Perkumpulan Teacherpreneur Indonesia Cerdas (PTIC) yang menyepakati bahwa guru haruslah pembelajar sepanjang hayat. Slogannya, “Tuntutlah ilmu walaupun ilmu tak bersalah”. Guru juga harus sukses mengajar di kelas dan sukses bermasyarakat di dunia luas. Guru sejahtera mengajar dengan bahagia.)

***