Pemerintah melalui Kemdikbud hingga saat ini tetap bertahan untuk melaksanakan ujian nasional (UN). Alasan mendasar yang digunakan adalah karena adanya amanat undang-undang. Kalau tidak dilaksanakan berarti menyalahi undang-undang dan pemerintah yang akan menanggung risikonya.
Sejak dilaksanakan beberapa tahun yang lalu, ujian nasional selalu menimbulkan kontroversi. Banyak yang pro tetapi tidak sedikit yang kontra. Yang setuju dengan ujian nasional mengatakan bahwa mutu pendidikan hanya bisa diukur melalui adanya ujian secara nasional. Soal yang dibuat berlaku sama di seluruh sekolah di Indonesia dan dilakukan dalam waktu yang bersamaan. Untuk itu, ujian sekolah bisa berfungsi mengukur ketercapaian standar mutu pendidikan di suatu daerah.
Yang tidak setuju dengan ujian nasional memiliki argumentasi yang lain. Ujian nasional selalu membuat anak-anak takut dan depresi karena menghadapi hari-hari sulit pelaksanaan ujian. Selain itu, pengukuran mutu pendidikan seolah hanya ditentukan selama 3-4 hari pelaksanaan ujian nasional. Pencapaian prestasi selama tiga tahun akan terhapus apabila seorang anak tidak bisa mencapai nilai terbaik dalam ujian nasional. Untuk ini, banyak pihak merasa berkeberatan dan menolak pelaksanaan UN. Bahkan ada sekelompok siswa yang membuat buku kumpulan artikel berisi penolakan UN dengan judul Rapor Merah Ujian Nasional.
Sebenarnya ujian nasional mempunyai misi yang sangat baik. Apabila dikelola dan direncanakan dengan baik akan bisa memberikan manfaat yang diinginkan bagi kepentingan dunia pendidikan. Perencanaan yang dimaksud adalah target manfaat atas nilai UN. Apabila UN dilaksanakan tidak untuk mengukur kemampuan siswa per siswa tentu akan sangat bagus. UN bisa saja dilaksanakan tetapi hanya untuk mengukur kemampuan siswa secara umum. Tidak ada lagi nilai UN yang dijadikan sebagai acuan atau standar penerimaan peserta didik baru di sekolah yang lebih tinggi atau untuk bahan penerimaan mahasiswa baru. Nilai UN bisa digunakan secara umum untuk mengukur ketercapaian standar mutu atau standar pendidikan yang lain tanpa harus mencantumkan nilai siswa per siswa.
Waktu pelaksanaan UN juga tidak harus di akhir tahun pembelajaran. Lebih efektif bila dilakukan ketika anak berada di tahun kedua. Bila ini yang dilakukan, nilai UN bisa digunakan sebagai refleksi pembelajaran di tahun ketiga. Dan yang lebih utama, pemerintah tetap bisa mengukur ketercapaian mutu pendidikan berdasarkan nilai yang diperoleh anak.
Dengan berbagai alternatif baik substansi maupun pelaksanaan, UN lebih baik tidak dihapuskan atau dibubarkan. Lebih baik UN tetap dipertahankan dengan perubahan pada sistem pelaksanaan, ketercapaian manfaat, dan waktu pelaksanaan.
* Drs. Murman, M.Pd. (SMP Negeri 3 Guntur, Demak)
Ilustrasi: https://hariansinggalang.co.id/mulai-2017-ujian-nasional-dihapuskan/