Published On: 23 August 2023Categories: Berita, Headline

SEMARANG – Pendidikan inklusif masih perlu menjadi perhatian bersama para pemangku kepentingan di sektor pendidikan. Kolaborasi kebijakan dan dukungan yang berkesinambungan dari ekosistem pendidikan akan memberi kontribusi nyata bagi kepada semua peserta didik khususnya anak yang memiliki kelainan dan potensi kecerdasan serta bakat istimewa.

Demikian dikatakan Kepala Balai Besar Penjaminan Mutu Pendidikan (BBPMP) Provinsi Jawa Tengah Nugraheni Triastuti, saat menyampaikan sambutan sekaligus arahan pada pembukaan kegiatan Sosialisasi Kebijakan Pendidikan Inklusif di Kantor BBPMP Selasa (22/08/2023). Pada kesempatan tersebut, Heni didampingi Ketua Pokja I Komunikasi Kemitraan dan Pemberdayaan Heri Martono Penanggungjawab Kegiatan, Endang Tri Haryanti, Tim Satgas serta Konsultan Pendidikan BBPMP Jawa Tengah.

Di hadapan peserta yang merupakan para Sekretaris Dinas Pendidikan dari 35 Kabupaten dan Kota di Jawa Tengah, Heni menyampaikan Kemendikbudristek mendukung kebijakan Pendidikan Inklusi melalui Kebijakan Merdeka Belajar episode 19 tentang Rapor Pendidikan. Rapor pendidikan lanjut Heni, merupakan platform hasil asesmen nasional dan capaian hasil belajar satuan pendidikan.

“Didalam Rapor Pendidikan terdapat hasil pengukuran terhadap beberapa indikator. Didalamnya termasuk iklim keamanan sekolah, iklim kebhinekaan dan iklim inklusivitas. Yang terakhir ini menjadi pembahasan kita kali ini,” jelas Heni.

Lebih lanjut Heni menjelaskan, tantangan pendidikan khusus dan inklusif, setidaknya ada dari segi partisipasi maupun dari segi kualitas proses. Dari segi partisipasi imbuhnya, masih terjadi diskriminasi di satuan pendidikan, sekolah belum ramah bagi semua anak. Pemisahan pendidikan yang ekstrim berdasarkan identitas tertentu juga masih terjadi dan banyaknya anak disabilitas yang belum terakomodasi di sekolah karena berbagai alasan.

Sedangkan dari segi kualitas proses, imbuh Heni, di sekolah sendiri siswa merasa belajar kurang menyenangkan, pembelajaran semata-mata untuk menyelesaikan kurikulum dan perbedaan keberagaman kurang diperhatikan.

Dari data hasil rapor pendidikan tahun 2021, iklim inklusivitas di satuan pendidikan umum dan kejuruan berkategori merintis/berkembang. Selain itu juga, kebutuhan guru yang memiliki kompetensi pendidikan khusus saat ini juga masih minim.

“Kebijakan yang mendukung pendidikan inklusif di daerah belum optimal serta Keterbasan lapangan pekerjaan untuk lulusan penyandang disabilitas yang kompeten. Isu-isu ini nantinya yang akan dibahas dalam kegiatan kita kali ini,” terang Heni.

Pada akhir sambutannya Nugraheni menekankan keberhasilan pendidikan inklusif membutuhkan kerja kolaborasi. Tidak hanya bertumpu pada kebijakan dan pemerintah. Berubahnya cara pandang terhadap sistem pendidikan inklusif jadi faktor pendukung utama.

“Selain itu tersedianya guru yang kompeten, aksesibilitas fisik dan non fisik bagi pengguna, keterlibatan orang tua dan peserta didik menjadi komponen pendukung juga terhadap iklim inklusivitas ini,” tambah Heni.

Serta tidak bisa dilepaskan juga kata Heni, dukungan dari pemangku kepentingan melalui regulasi dan adanya Kemitraan serta kolaborasi antar instansi baik dari UPT Kemendikbud, Dinas Pendidikan dan Kebudayaan dan Kantor Kementerian Agama baik Kabupaten/ Kota maupun provinsi.

Kegiatan Sosialisasi Kebijakan Pendidikan Inklusif ini berlangsung selama dua hari, 22-23 Agustus 2023. Adapun untuk sasaran peserta kegiatan ini terdiri dari unsur Sekretaris Dinas Pendidikan, Kelompok Kerja Kepala Sekolah (KKKS), Perwakilan Kemenag kab/kota, kepala cabang dinas Pendidikan dan Kebudayaan Provinsi, serta Wali Wilayah Kabupaten/Kota se-Jawa Tengah.

Menurut Endang Tri Haryanti selaku Penanggungjawab kegiatan Sosialisasi Kebijakan Pendidikan Inklusif ini, total jumlah peserta sebanyak 155 peserta. Sedangkan untuk narasumber terdiri dari yakni Kepala BBPMP Prov. Jateng, Direktur PMPK, Praktisi Pendidikan dan praktisi dari Praktik Baik Kota Pekalongan, Kota Salatiga dan Kota Surakarta.

“Tujuan kegiatan sosialisasi ini mencakup 3 hal yaitu adanya pemahaman kebijakan pendidikan inklusif bagi pemerintah daerah, pentingnya regulasi dan kebijakan yang mendukung pendidikan inklusi di daerah serta pemahaman pentingnya pendampingan/pengawasan satuan pendidikan inklusi,” tandasnya. (TIB/LUB)