Published On: 3 February 2023Categories: Artikel, Artikel Pendidikan, Artikel Populer

Oleh: Dr. Mampuono

Seekor kucing, Si Loreng, penampilannya sebagai sosok kucing memang cukup keren. Tubuhnya lebih besar dan lebih berotot dari kucing kebanyakan. Bodynya terbentuk bagus karena latihan rutin alamiah yang tak sengaja dijalaninya. Pohon mangga depan rumah tempat Si Loreng naik turun setiap pagi dan sore rupanya membentuk otot-otot tungkai, paha, bisep dan trisepnya.

Ukuran leher dan pundak Si Loreng juga lebih besar dari ukuran kucing-kucing biasa di lingkungan perkampungan itu. Bahkan kalau ada yang mengecek permukaan perutnya yang tertutup bulu berwarna loreng itu, sebenarnya ototnya six packs😆. Seandainya Si Loreng ditakdirkan terlahir memiliki ras “cucu”- nya, maka mungkin dia adalah harimau loreng paling sangar di habitatnya. Sayangnya kucing tetap kucing dan tidak bisa menjadi harimau, jadi bisanya ya berandai-andai saja.

Namun, anugerah dari Tuhan itu kurang disyukuri oleh Si Loreng. Alih-alih menjadikan kekuatan dan kesangarannya untuk membantu yang lemah, yang terjadi justru sebaliknya. Kepalanya yang gempelo (Jawa, artinya besar) dan tampangnya yang sangar dia jadikan modal untuk berbuat onar. Seandainya jadi manusia mungkin dia akan berprofesi sebagai preman pasar 😆.

Si Loreng suka sekali membuli anak-anak ayam yang bermain agak jauh dari induknya. Apalagi seminggu yang lalu, Mak Babon, tetangganya baru saja melahirkan (maksudnya menetaskan) 4 anak kembar yang sedang lucu-lucunya. Dipikirnya kegiatan baru itu memang asyik baginya. Sudah cukup lama dia menjomblo dan sering nganggur nggak tahu juntrungnya. Terutama sejak Si Bunga , kucing betina tetangga sebelah pindah. Ikut tuannya yang anggota Brimob bertugas untuk menumpas KKB di Papua.

Si Bunga itu sebenarnya engga dia suka suka amat. Namun mau bagaimana lagi? Sebagai seekor kucing tentu dia butuh pasangan yang sama-sama kucing. Di kawasan tempat tinggalnya hanya dialah satu-satunya kucing betina yang bisa dia jumpai. Sebenarnya dia sudah lama sekali mengamati anak tetangganya yang lainnya lagi. Dari dahan pohon mangga di mana dia sering bertengger dia dapat leluasa mengawasinya. Tempat itu persis berada di sebelah ventilasi kamarnya.

Nama anak tetangganya itu Si Mawar. Si Loreng benar-benar sangat menyukainya. Dia seorang mahasiswa yang kuliah di fakultas publisistik. Cantik sih, sayangnya Si Mawar bukan dari ras kucing seperti dirinya. Walaupun siang malam senantiasa terkenang dan mimpi-mimpinya tidak pernah lepas dari kehadiran Si Mawar, Si Loreng menyadari bahwa dia harus bisa mencukupkan diri. Dia tidak boleh neko-neko, jatuh cinta pada anak manusia. Apalagi sekarang sudah zaman revolusi industri 4.0, bukan lagi zaman legenda di mana hewan tertentu bisa berubah menjadi manusia untuk memenuhi hasrat cintanya. He 100% realized that .

Maka cukuplah Si Loreng berdekat-dekat dengan Si Bunga saja, meskipun kucing betina itu ceriwis, banyak aturan, dan pelit. Apalagi kalau malam sedang asik-asiknya berdua di wuwungan rumah, dia mengeongnya keras sekali. Padahal dia cuma mau minta sedikit. Si Bunga memang suka pamer membawa kepala ikan pindang kalau mereka ketemuan. Tapi ya itu, pelit! Dimintai sedikit saja sudah mnggeram dan mengeong keras sekali. Sial-sial bisa kena timpuk sendal jepit tetangga yang marah karena tengah malam terbangun oleh suara berisik mereka.

Nah, sudah seminggu ini ada permainan baru baginya. Si Loreng menyebutnya strategi sibisi. Apa itu sibisi? Itu adalah singkatan yang dibuat Si Loreng. Sibisi kalau ditulis dalam bahasa Inggris adalah CBC, yang merupakan singkatan dari cat bullying chickens. Bahasa sininya kucing membuli anak ayam. Jadi karena asik dan penuh strategi, hal yang mula-mula ia lakukan sambil lalu, kini sudah menjadi hobi. Rasanya seperti ada yang kurang jika sehari saja dia tidak membully anak-anak ayam itu. Baginya seperti makan nasi tanpa kepala ikan asin. Hambar! 😅

Pagi itu seperti biasa
Mak Babon, induk ayam tetangganya yang galak menggiring anak-anaknya ke halaman. Mak Babon sengaja mencari tempat yang cukup teduh di dekat pohon mangga. Tempat itu memiliki paling banyak sumber makanan dan batu-batu kecil untuk membantu mencerna biji-bijian di tembolok mereka.

Sayangnya kawasan itu juga tempat favoritnya Si Loreng menjalankan hobi barunya. “Ngeri-ngeri sedaph,” pikir Si Loreng sambil menyeringai. Dia tersenyum-senyum sendiri membayangkan jalannya permainan strategi sibisi dan kegalakan induk anak-anak ayam tersebut.

Begitu anak-anak ayam tersebut mendekat mula-mula Si Loreng diam saja. Pura-pura tidur.

“Zzzz…. zzz….” bunyi nafasnya terdengar teratur, seperti benar-benar tidur.

“Aman! Ayo kakak Petok, kakak Petek, dan kakak Petik main ke sini,” kata Pitik, anak ayam paling bontot. Pitik sudah mencakar-cakar pasir di dekat Si Loreng. Dia terkenal paling suka bertualang di antara mereka berempat. Dia cuek saja dengan Si Loreng yang dianggap sedang tidur.

“Jangan Pitik! Nanti kamu diterkam Pak Kucing!”
Petik, kakak ke-3 nya yang penakut mengingatkan sambil setengah berteriak.

“Ah. Gak apa kalee! Secara orangnya lagi tidur gitu loh. Yang penting jangan ribut aja sih. Menurut analisa akuw, Pak kucing gak bakalan ganggu, ” kata Petek, kakak ke-2nya yang biasa selebor.

Maka dengan kompak ketiga kakak Pitik yang lain bergegas menuju tempat di mana Pitik mencakar-cakar pasir. Mereka berkotek-kotek riuh ketika mendapatkan anak cacing kesukaan mereka nongol dari dalam pasir.

Melihat keriuhan itu Si Loreng tersenyum jahat di dalam hati 😁😁😁. Kumisnya sedikit bergerak-gerak, dan matanya yang satu setengah terbuka. Melirik posisi anak-anak ayam itu. Sebuah rencana tengil sedang berkelindan di dalam benaknya.

Karena merasa aman dan menduga bahwa Si Loreng benar-benar tidur, anak-anak ayam itu bermain dengan sukacita. Mereka lupa bahwa bahaya setiap saat bisa mengintai. Mereka bergerak ke sana kemari dan akhirnya sampai benar-benar dekat dengan posisi Si Loreng.

Di tengah asiknya bermain mencakar-cakar pasir dan mencari anak cacing, tiba-tiba Si Loreng berdiri. Posisi tubuhnya seperti mau menerkam. Wajahnya menyeringai dan semua bulu di tubuhnya berdiri. Ekornya menegang dan besarnya menjadi dua kali lipat. Sambil melompat menerkam ke arah Pitik Si Loreng mengeong keras-keras, “MEOOONGG!!! GRRR!!! “

Gerakan Si Loreng dan suara “aumannya” yang tiba-tiba itu, tentu saja menakutkan anak-anak ayam tersebut. Mereka dengan hati kecut berlari terbirit-birit. Kalang kabut, berlomba menyelamatkan diri. Semua tergopoh-gopoh menuju induknya dengan gemetaran. Di mata mereka, si Loreng yang menggeram dengan bulu-bulu yang semuanya berdiri terlihat sebagai monster mengerikan.

“Maaakk…!!! Tolooong….! Hiiyy… Takut…” kata Pitik yang ngeri karena barusan mau diterkam. Semua menangis ketakutan dan menyelinap di bawah sayap si induk ayam.

Bahkan si Petik yang penakut sampai hampir pingsan saking takutnya. Bulu bulu di sekitar kloakanya basah kuyup. Ternyata dia kencing di tempat.

Mengetahui situasi ini. Mak Babon benar-benar naik pitam! Emak-emak ayam berkostum bulu hitam dan berbadan bundar itu sudah muak dengan prilaku Si Loreng sang suka membuli anak-anaknya tersebut. Bahkan perutnya sering mual dan asam lambungnya bisa mendadak kambuh hanya dengan mendengar suara mengeong Si Loreng. Melihat kelakuan Si Loreng yang dianggapnya tidak pantas membuat tekanan darahnya tiba-tiba naik.

Mak Babon tidak tahan lagi dengan situasi ini. Begitu Si Loreng mau mengulang aksinya, tanpa diduga la, sudah meloncat. Dengan berani dia menghadang jalan di hadapan Si Loreng. Satu lawan satu tidak masalah,
pikir Mak Babon.

“HAUUUWWW…!!! GUG! GUG! GUG!!!” tiba-tiba Mak Babon menggonggang dengan suara mongolica. Bukan hanya menggonggong, bahkan melolong! Bukan berkotek!

Si Loreng terkejut bukan kepalang. Matanya terbelalak nanar dan aliran darahnya serasa berhenti. Dalam waktu beberapa detik itu jantungnya seperti hilang entah ke mana. Si Loreng tidak menyangka bahwa Mak Babon bisa menghasilkan suara seperti itu. Itu adalah suara makhluk yang selama ini paling membuat dia jirih, yaitu anjing dan bahkan serigala!

Tanpa berpikir panjang ia segera, balik kanan dan lari tunggang langgang menjauh. “Anj***!! What the f…!” serapahnya dalam hati. Tak berapa lama kemudian bayangannya sudah hilang. Yang tersisa adalah sedikit genangan air berbau pesing. Rupanya Si Loreng lari sambil terkencing-kencing

Keempat anak ayam itu benar-benar terkesima. Mereka auto terkejut sekaligus heran mendengar ibunya bisa menggonggong. Tidak hanya itu, ibunya melolong keras sekali. Bahkan monster Si Loreng itu sampai lari terkencing-kencing dengan sukses. Mereka geleng-geleng kepala dan takjub dengan kemajuan pesat yang dimiliki ibu mereka.

“Mak, kok bisa sih Mak menggonggong sepert anjing? Bahkan kayak serigala di film Werewolf. Mak sangar ih…!”

Mak Babon memandang penuh kasih pada anak-anaknya yang melompat-lompat gembira karena terselamatkan dari bencana. Dengan bijaksana Mak Babon menasehati mereka, “Apa yang kalian lihat itu adalah hikmah jika kita sungguh-sungguh belajar bahasa asing.”

“Tapi banyak lho Mak, yang sudah belajar bahasa Inggris bertahun-tahun tapi tetap nggak bisa,” kata Petok kritis.
“Iya Mak, ada yang sudah belajar selama 6 tahun di SMP dan SMA dan 2 semester di perguruan tinggi, tapi sama aja,” timpal Pitik mendukung pendapat Petok.

“Itu karena mungkin perlu ditambah lagi kesungguhannya,” kata Mak Babon.

“Oo.. Gitu ya Mak?” seru keempat anak ayam itu manggut-manggut.

“Benar. Selain itu, keterampilan berbahasa berhubungan dengan kebiasaan. Bagus jika kalian bisa mengamalkan tujuh kebiasaan pembelajar bahasa Inggris yang efektif.”

“Wah, apa itu Mak?” tanya Petik.

“Itu disebut Raning Drama (Pikiran Inggris Didukung Realitas Maya) atau dalam bahasa Inggrisnya adalah ETSVIRAL (English thought supported by virtual reality). Strategi itu merupakan perpaduan antara teori belajar konstruktivisme, teori kebahasaan, dan penggunaan teknologi informasi untuk mempercepat penguasaan bahasa Inggris dan menumbuhkan dan mengembang pesatkan lagi keterampilan bahasa Inggris lama yang hampir tercerabut dari akarnya” jawab Mak Babon.

“Wah asik, tapi kami masih bingung mak…” kata keempatnya.

“Terdapat Tujuh Pembiasaan dari Pembelajar Bahasa Inggris yang Efektif (The Seven Habits of Highly Effective English Learners),” kataMak babon lihai.

“Waaahh… Pakai angka tujuh. Kayak Tujuh Keajaiban ya Mak?” serempak anak-anak ayam itu bertanya dengan heboh. “Apa saja itu Mak?” lanjut mereka.

Sambil membuka gulungan kertas dengan kedua kakinya Mak babon melanjutkan, “Berikut ini adalah tujuh kebiasaan yang mendorong orang untuk menjadi pembelajar bahasa Inggris yang sangat efektif dan sukses di dalam metode Raning Drama Menurut Bapak Dr. Mampuono. Yuk kita baca bersama-sama.”

Mak Babon segera menunjukkan bacaan di dalam gulungan kertas yang sudah dibukanya tersebut. Di dalamnya terdapat tuisan sebagai berikut.

Tujuh Kebiasaan Pembelajar Bahasa Inggris yang Sangat Efektif dalam Strategi Raning Drama meliputi:

1. Berpikir dalam bahasa Inggris sepanjang waktu dengan cara mengubah bahasa di otak menjadi bahasa Inggris dan mulai berbicara dalam bahasa Inggris di dalam pikiran.

2. Melakukan kesalahan sebanyak-banyaknya dalam mempraktekkan 4 keterampilan berbahasa, syntax, vocabulary, dll. kemudian melakukan konfirmasi dengan smart machine translation semisal Google Translate atau Google Assistant yang mudah diakses.

3. Menirukan native speaker sesering dan setepat mungkin (ada saluran YouTube 24/7 yang menyediakan materi dan banyak aplikasi free untuk mendukung kebiasaan ini di Google Playstore).

4. Keluar dari Native Atmosphere dengan bergabung di media sosial Virtual Reality dan Non Virtual Reality yang langsung tergabung dengan pengguna di seluruh dunia.

5. Melatih ARROWLY (Aural Reading and Oral Writing Literacy) atau Metode Menemu Baling (Menulis dengan Mulut dan Membaca dengan Telinga) dengan memberdayakan penggunaan STT (Speech to Text) dan TTS (Text to Speech).

6. Merekam suara dan vlogging untuk memeriksa dan mengkonfirmasi penguasaan bahasa Inggris serta membuat ketrampilan berkomunikasi dalam bahasa itu bisa berlangsung lebih natural dan spontan.

7. Menilai atau melakukan assessment terhadap kemahiran kita dalam lima aspek bahasa (fonetik, sintaksis, semantik, pragmatis, dan morfemik) seperti pengucapan, tata bahasa, kosakata, dll.

“Jadi, dari bacaan di gulungan kertas ini kalian sudah tahu tujuh kebiasaan itu ya. Kalau kalian praktikkan setiap hari kalian akan casciscus bahasa Inggrisnya. Ok?” kata Mak Babon bersemangat.

“Tahu sih tahu Mak. Tapi gak begitu “dong” alias paham hehehe…” kata Petok jujur. Yang lainnya mengiyakan.

“Kalau begitu coba nanti kalian tanyakan pada pak Dr. Mampuono, karena beliau penciptanya. Tunggu di artikel selanjutnya yach,” kata Mak Babon lagi.

Kelima anak beranak itu akhirnya kembali beraktivitas sambil berjanji akan bersungguh sungguh menguasai bahasa asing agar kompetensi diri mereka meningkat dan lebih dihargai oleh pihak lain.

=================================

Ditulis dengan metode Menemu Baling (menulis dengan mulut dan membaca dengan telinga) dalam strategi Tali Bambuapus Giri (Implementasi Literasi Produktif Bersama dalam Pembuatan Pustaka Digital Mandiri).