Warning: Trying to access array offset on value of type bool in /home/jseudsjv/public_html/wp-content/plugins/fusion-builder/shortcodes/components/featured-slider.php on line 239
Published On: 10 September 2020Categories: Artikel Pendidikan


 
 

Oleh: Dr. Alif Nor Hidayati

Widyaiswara Ahli Madya

 

Ujian Nasional (UN)  direncanakan akan dihapus mulai tahun 2021. Namun karena adanya pandemic covid-19 maka sejak  tahun 2020 pun UN sudah tidak dilaksanakan karena mengutamakan faktor kesehatan dan keselamatan siswa, guru dan tenaga kependidikan. Kebijakan meniadakan UN diambil karena pertimbangan materi UN yang terlalu padat sehingga cenderung menguji penguasaan konten, bukan capaian kompetensi penalaran. Demikian halnya UN cenderung hanya menilai aspek kognitif dari hasil belajar, belum menyentuh karakter siswa secara menyeluruh.

UN ditiadakan juga atas pertimbangan bahwa kesuksesan seseorang tidak bergantung kepada seberapa besar nilai UN nya. Nilai UN tinggi tidak serta merta dapat menunjukkan kemampuan menyelesaikan persoalan hidup seseorang. Atau menyebabkan mahir berpikir dan bersikap solutif . Demikian halnya bahwa yang bernilai UN rendah tidak  otomatis menunjukkan bahwa dia gagal. Banyak contoh yang menunjukan bahwa orang yang nilai UN nya tidak tinggi, namun memiliki kesuksesan hidup.

Kesuksesan hidup pada umumnya  karena seseorang memiliki kemampuan dalam menyelesaikan masalah, menjadikan kesulitan yang ditemuinya justru menjadi   peluang. Responsif atas kejadian konteksual di sekitarnya, adaptif  terhadap perubahan.  Memiliki kemampuan menciptakan ide baru, menghasilkan kreativitas hingga menghadirkan lapangan kerja bagi banyak orang. Kesuksesan tersebut didapat dari daya juang yang tinggi, dan kemampuan ketahanmalangan yang dimilikinya.

Orang yang sukses lazimnya memiliki kemampuan untuk berpikir dan bertindak  tingkat tinggi. Berpikir tinggi berupa kemampuan berpikir kritis, analisis dan spesifik. Atau berpikir kreatif, yang merupakan kemampuan menghasilkan inovasi baru sebagaimana sebagaimana perubahan jamannya. Di samping itu attitude yang baik menjadi fondasi utama atas keberhasilan seseorang dalam hidupnya. Berpikir positif, bertanggung jawab, totalitas, mandiri, disiplin, responsif, peka atas persoalan di sekelilingnya,   merupakan attitude yang dibutuhkan dalam komunikasi, kooperasi hingga kompetensi  di era global.

Berdasarkan rasional tersebut, maka diperlukan alat ukur (asesmen) yang dapat menunjukkan kompetensi berpikir tingkat tinggi peserta didik  sekaligus juga  memberi gambaran bagaimana karakter komunal yang positif  telah menjadi habit bahkan budaya di satuan pendidikan. Asesmen yang juga dapat mengukur bagaimana lingkungan belajar di satuan pendidikan tersedia untuk menghadirkan iklim belajar dan iklim akademik yang dinamis.

Untuk itu sebagai pengganti UN, akan dilakukan Asesmen kompetensi minimal (AKM) , survey karakter dan survey lingkungan belajar. Asesmen kompetensi minimal merupakan asesmen survey terhadap siswa  kelas 5 (SD), 8 (SMP) dan 11 (SMA/SMK). Asesmen ini tidak melaporkan hasil individu siswa namun merupakan laporan agregat yang berfokus kepada peningkatan internal dari waktu ke waktu. Kemampuan yang merupakan representasi atas bagaimana proses belajar  terjadi. Apakah  dimensi keterampilan proses berpikir yang terdapat pada Kompetensi Dasar (KD) telah terjadi di ruang-ruang belajar siswa. Apakah siswa telah terampil (mind on dan hands on activity) sebagai perwujudan ketuntasan belajarnya.

AKM juga  bukan komparasi antar kelompok, tidak membandingkan capaian kompetensi antar populasi. Namun menjadi gambaran bagaimana sebuah komunitas belajar (baca: satuan pendidikan) berkemampuan menginternalisasikan  dan mewujudkan kompetensi menjadi kemampuan siswa secara merata.

AKM  mengukur keterampilan dasar berupa literasi dan numerasi. Kemampuan bernalar tentang teks dan angka. Kompetensi yang  dibangun dari jenjang dasar sampai menengah dalam suatu progress pembelajaran yang berkelanjutan yang menggambarkan kinerja mutu sekolah. Keterampilan literasi dalam konteks memahami, menggunakan, mengevaluasi, merefleksikan berbagai jenis teks untuk menyelesaikan masalah dan mengembangkan kapasitas individu sebagai warga Indonesia dan warga dunia agar dapat berkontribusi secara produktif kepada masyarakat. Konten literasi meliputi teks informasi dan teks sastra, yang dikemas dalam proses kognitif menemukan informasi (retrieve and access), interpretasi dan integrasi, serta evaluasi dan refleksi.

Keterampilan numerasi tersaji dalam bentuk menggunakan konsep, prosedur, fakta dan alat matematika untuk menyelesaikan masalah sehari-hari pada berbagai jenis konteks yang relevan untuk individu sebagai warga negara Indonesia dan dunia. Konten numerasi meliputi  bilangan, pengukuran dan geometri, data dan ketidakpastian, serta aljabar. Meliputi proses kognitif dari pemahaman, penerapan hingga penalaran. Konteks literasi dan numerasi adalah personal, sosiokultural dan saintifik.

Dari sisi konten materi, AKM tidak menilai kemampuan penguasaan konten mata pelajaran secara partial namun merujuk pada tema/isu global. Tema tersebut berupa 1) No proverty (tidak ada kemiskinan), 2) zero hunger (nol kelaparan), 3) good health and well being (kesehatan dan kesejahteraan yang baik), 4) quality education (pendidikan bermutu) , 5) kesetaraan gender, 6) clean water and sanitation (air bersih dan sanitasi), 7) affordable and clean energy (energi yang terjangkau dan bersih), 8) decent work and economic growth (pekerjaan yang layak dan pertumbuhan ekonomi), 9) industry, inovasi dan infrastruktur, 10) reduced inequalities (mengurangi ketidaksetaraan), 11) sustainable cities and communities (kota dan komunitas yang berkelanjutan), 12) esponsable consumption and production ( konsumsi dan produksi yang bertanggung jawab), 13) climate action, 14) life below water (kehidupan bawah air) , 15) life on land (kehidupan di darat), 16) peace, justice and strong institutions (perdamaian, keadilan dan institusi yang kuat), 17) partnerships for the goals (kemitraan untuk mencapai  tujuan). Tema-tema global di atas akan menjadi substansi pada soal AKM. Dikemas dalam item tes yang berorientasi keterampilan berpikir tinggi. Teknik asesmen  menggunakan teknik objektif berupa pilihan ganda (regular dan kompleks), menjodohkan, dan isian singkat.  Sedangkan  non objektif disajikan dalam bentuk  essay.

Instrumen AKM berorientasi keterampilan berpikir tingkat tinggi. Desainnya sebagaimaan soal yang dibuat oleh lembaga asesmen internasional seperti PISA (Programme for International Students Assessment) , TIMMS (Trends in International Mathematics and Science Study), ACER  (Australian Council for Educational Research)  dan lainnya. Lazimnya soal-soal tersebut ada pada level penalaran, yaitu pada keterampilan problem solving, decision making, critical thinking, creative thinking pada taksonomi Presseisen atau C4, C5 dan C6 pada taksonomi Bloom.  Soal menggunakan stimulus, bisa tunggal atau ganda. Dengan mengoptimalkan literasi dan numerasi.

Terdapat tiga jenis AKM, yaitu AKM Nasional, AKM kelas dan AKM sertifikasi. AKM Nasional akan diberlakukan bagi siswa kelas 5, 8 dan 11 dengan metode sampling. AKM ini jelas akan mengukur bagaimana kinerja sekolah dalam mengelola pembelajaran dan penilaian bermakna untuk menghadirkan progress pembelajaran tuntas. Dengan lingkup nasional mengharuskan administrasi yang standar. Untuk AKM kelas akan diberlakukan bagi siswa sejak awal di jenjang SD hingga akhir SMA. AKM kelas sebagai bentuk penilaian formatif, yang merupakan bentuk asesmen hasil belajar. AKM kelas menjadi alat yang mengukur teach at right level, apakah guru telah membelajarkan siswa melalui joyful learning  dan mencapai target capaian KD, baik pada dimensi proses berpikir maupun dimensi pengetahuan. AKM sertifikasi diberikan untuk siswa kelas 12 untuk mengukur hasil belajar siswa selama mengikuti KBM. AKM serttifikasi diikuti oleh siswa yang memerlukannya.

Yang menjadi persoalan adalah kita sekarang dihadapkan pada pandemi covid 19 yang menyebabkan kurang optimalnya kegiatan belajar mengajar (KBM). Perubahan KBM dari berbasis luar jaringan (luring) menjadi berbasis dalam jaringan (daring) secara serta merta tanpa ada rencana, apapun tetap menjadikan kegagapan belajar. Perubahan yang tiba tiba dan harus dilakukan tanpa bisa ditawar. ‘Terpaksa‘ belajar dan mengajar tanpa bertemu secara langsung dan mengubahnya menjadi berbasis internet, menyebabkan banyak yang merasa gelisah, gagap, bahkan berat untuk melakukannya. Hal ini bisa jadi disebabkan faktor jaringan yang tidak stabil, bandwitch yang rendah, ketidaktersediaan perangkat, ketidakmampuan finansial untuk membeli paket data / wifi, kurangnya kompetensi memanfaatkan berbagai platform  belajar daring, atau bahkan ketidakacuhan atas persoalan ini. Pada sisi lain diperlukan kesiapan dan kesungguhan mengikuti asesmen pengganti ini. Jadi.. tidak ada kata lain selain menyiapkannya dengan sungguh sungguh.