Published On: 2 March 2023Categories: Artikel

Oleh: Dr. Mampuono, S.Pd., M.Kom.

Widyaprada BBPMP Jawa Tengah

A.        PENDAHULUAN

Platform canggih berbasis teknologi sudah diluncurkan, konten-konten esensial sudah disiapkan, proses pengembangan diri dan peningkatan kompetensi dipermudah, namun benarkah kompetensi guru dan kepala sekolah beserta  kinerja mereka dalam Implementasi Kurikulum Merdeka (IKM) berkembang sesuai harapan?

Penelitian dari  Programme for International Student Assessment (PISA) menunjukkan hasil yang sangat  perlu mendapat perhatian dari Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek)  dan semua pihak yang ingin pendidikan Indonesia menjadi lebih baik.  Hasil penelitian tersebut menaksir bahwa sekitar 70% siswa Indonesia yang  berusia 15 tahun kemampuannya  dalam memahami bacaan sederhana atau menerapkan konsep matematika dasar masih berada di bawah kompetensi minimum.

Berlandaskan pada fakta ini, ditambah dengan munculnya learning loss akibat pandemi dan pembelajaran daring, serta beban kurikulum yang dirasa berat, maka sebagai bagian dari upaya pemulihan pembelajaran dikembangkanlah Kurikulum Merdeka. Karakteristik utama dari kurikulum ini  dalam mendukung pemulihan pembelajaran meliputi: project based learning untuk pengembangan soft skills dan karakter sesuai Profil Pelajar Pancasila; fokus pada materi esensial sehingga tersedia cukup waktu untuk pembelajaran yang mendalam bagi kompetensi dasar seperti literasi dan numerasi; pembelajaran berdiferensiasi yang fleksibel sesuai dengan kemampuan peserta didik, konteks, dan muatan lokal.

IKM ini didukung dengan Platform Merdeka Mengajar (PMM) yang diluncurkan sebagai  paket kebijakan Merdeka Belajar Episode ke-15 pada 11 Februari 2022. PMM yang mengejawantahkan revolusi pendidikan Indonesia menuju era Internet of things (IoT) dalam revolusi industri keempat   ini menyediakan pustaka digital yang melimpah, antar muka yang ramah, mudah diakses, dan aplikatif bagi guru. Platform ini dibangun untuk menunjang IKM agar dapat membantu pendidik dalam mendapatkan referensi, inspirasi, dan pemahaman mendalam tentang Kurikulum Merdeka. PMM ini juga disediakan untuk menjadi teman penggerak bagi guru dan kepala sekolah dalam mengajar, belajar, dan berkarya.

Namun, pada kenyataannya revolusi teknologi melalui PMM dengan maksud agar guru belajar secara mandiri dengan memanfaatkan fitur-fitur canggih di dalamnya cenderung belum sesuai dengan harapan. Budaya belajar guru dan kepala sekolah yang  belum sepenuhnya terbentuk menjadi salah satu alasannya. Bahkan realitas di lapangan terkait implementasi PMM bisa dikatakan cenderung masih jauh panggang dari api.

Salah satu entitas  yang diberi kesempatan  oleh pemerintah untuk berbuat lebih dalam mengoptimalkan  IKM di Jawa Tengah adalah Dewan Pendidikan. Undang-undang nomor  20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasonal pada pasal 56 ayat 2  menyatakan bahwa  Dewan Pendidikan sebagai lembaga mandiri dibentuk dan berperan dalam  peningkatan mutu pelayanan pendidikan dengan memberikan pertimbangan, arahan  dan dukungan tenaga, sarana dan prasarana, serta pengawasan pendidikan pada tingkat Nasional, Propinsi, dan Kabupaten/ Kota yang tidak mempunyai hubungan hirarkis. Dalam kaitannya dengan hal ini keberadaan Dewan Pendidikan provinsi Jawa Tengah memiliki potensi besar dalam mendorong  budaya belajar  pendidik  untuk menyukseskan IKM di Jawa Tengah.

B.        PEMBAHASAN

Dalam rangka suksesnya IKM maka PMM  penting untuk dihadirkan dan sudah semestinya platform pendidikan dengan  terobosan  teknologi digunakan untuk mengakselerasi peningkatan kompetensi guru-guru  di semua daerah di Indonesia di era  ini. Dengan begitu belajar itu tidak lagi harus menunggu kesempatan, siapa saja bisa belajar, di mana saja, kapan saja, tergantung kemauan dan kebiasaan serta budaya belajar yang sudah terbangun pada diri masing-masing individu.

Pengembangan PMM ini tujuannya sangat bagus, yaitu menjadikan  guru dan kepala sekolah sebagai pembelajar mandiri yang secara merdeka mengembangkan kompetensinya dan pada akhirnya turut menyukseskan IKM. Ini sesuai dengan apa yang dikehendaki oleh Undang-undang Guru dan Dosen, bahwa guru dan dosen  adalah profesi yang memiliki kesempatan untuk mengembangkan keprofesionalan secara berkelanjutan dengan belajar sepanjang hayat (UUGD Pasal 7 ayat 1 bagian g). Artinya, para guru dan kepala sekolah sudah lazim untuk menjadi para lifelong learners  yang berada di dalam atmosfer  budaya belajar dan kegiatan-kegiatan profesional mereka mestinya dapat menciptakan budaya belajar seumur hidup di lingkungannya.

Harapannya, PMM di tangan para lifelong learners menjadi harta kekayaan tak ternilai untuk bekal IKM yang optimal. Namun,  data mingguan tentang penggunaan PMM yang dibagikan kepada publik, terutama dalam rapat-rapat Project Management Office (PMO) dari pusat, wilayah, dan daerah belum menunjukkan pergerakan yang cukup signifikan untuk implementasi sebuah platform canggih yang sudah berusia hampir satu tahun.

Data resmi dari Kemendikbudristek pada akhir bulan Januari 2023  ini, atau sekitar 1 tahun kurang 11 hari sejak platform ini diluncurkan menunjukkan bahwa satuan pendidikan dan pengguna yang sudah login ke PMM di Jawa adalah 98,99% dan  82,00%. Namun, Adoption rate para guru dan kepala sekolah di Jawa Tengah dalam mengakses atau mempelajari empat topik awal atau seperempat dari keseluruhan 16 topik yang sudah muncul,   masih di angka 57% ( https://s.id/loginPMMjateng ). Itu artinya, jika kita berfokus pada  empat topik awal dan mengabaikan 12 topik lainnya maka angka adoption rate  sesungguhnya akan semakin jauh dari kata signifikan.

Tidak hanya itu,  angka adoption rate PMM disamping tergolong rendah juga diikuti dengan isu miring tentang plagiasi. Ini terkait dengan penghargaan untuk  pengguna PMM. Jika mereka telah menyelesaikan satu topik Pelatihan Mandiri hingga Aksi nyata dan telah dinyatakan lulus validasi, mereka berhak mendapatkan sertifikat yang memuat nilai sekitar 30 Jam Pelajaran (JP).  Angka kredit sertifikat ini tentu  cukup menarik  untuk kenaikan pangkat pengguna. Namun,  banyak pengguna PMM  tidak dapat memperoleh sertifikat  karena karya yang mereka unggah adalah hasil menjiplak dari karya orang lain. Hal ini terungkap dalam rapat PMO antar UPT (Unit Pelaksana Teknis) dibawah Kemendikbudristek di Jawa Tengah yang melibatkan Balai Besar Penjaminan Mutu (BBPMP) Jawa Tengah dan Balai Besar Guru Penggerak (BBGP) Jawa Tengah (Selasa, 31/01/2022). Dari sisi pengguna, aturan ketat tentang plagiasi ini dianggap sebagai kesulitan tersendiri dalam pemanfaatan PMM. Bahkan banyak guru dan kepala sekolah akhirnya mengalami demotivasi dan menjadi enggan untuk meneruskan kegiatan pemanfaatan PMM.

Jika diamati lebih teliti, mestinya ada banyak variabel yang melatarbelakangi rendahnya Adoption rate para pengguna PMM di Jawa Tengah. Para guru dan kepala sekolah dalam pelatihan-pelatihan yang diampu penulis sepakat bahwa budaya belajar di kalangan mereka yang belum sepenuhnya terbentuk menjadi salah satu penyebabnya. Selain itu, diakui atau tidak, budaya instan telah menyebar ke banyak kalangan, tidak terkecuali guru. Maka demi cepat-cepat menyelesaikan suatu topik dan segera memperoleh sertifikat yang dilakukan adalah mengunggah aksi nyata yang bukan karya sendiri.

Mengubah budaya memang tidak semudah membalikkan telapak tangan. Guru dan kepala sekolah yang selama ini terbiasa dipandu, dilatih, dan diarahkan, tiba-tiba dilepas begitu saja untuk belajar secara mandiri untuk memanfaatkan sebuah platform canggih. Hampir tanpa transisi yang evolutif, revolusi digulirkan dengan serta merta. Dampaknya,  mereka cenderung gagap dalam memanfaatkan PMM. Mereka seperti mengalami keterkejutan budaya yang tidak mudah untuk diatasi dalam waktu singkat. Kurikulum Merdeka  dengan PMM yang dimaksudkan untuk memerdekakan para insan yang terlibat dalam pendidikan untuk merdeka dalam belajar sehingga menjadi pembelajar sejati seumur hidup, jangan-jangan justru sebaliknya, menjadikan mereka merdeka untuk tidak belajar. Ini tentu harus diwaspadai.

Ketika pemerintah menyediakan PMM dengan fitur pelatihan mandirinya yang menghendaki agar para guru dan kepala sekolah proaktif memanfaatkannya. sementara budaya belajar belum sepenuhnya terbentuk maka ini mengakibatkan ketidakefektifan dalam IKM. Semakin banyaknya topik yang terus-menerus di upload ke dalam platform dan semakin jarangnya guru mengakses platform tersebut menyebabkan IKM berjalan tidak efektif. Tentu ini harus disikapi dengan jeli oleh para stakeholder pendidikan dari mulai satuan pendidikan, Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota, Dinas Pendidikan Provinsi, sampai Kementerian Pendidikan  Kebudayaan dan Risetdikti, dan tentu saja Dewan Pendidikan yang dalam konteks  ini adalah Dewan Pendidikan Provinsi Jawa Tengah.

Dewan Pendidikan  Jawa Tengah adalah sebuah badan yang bersifat mandiri dan memliki tugas pokok menghimpun, menganalisis, dan memberikan rekomondasi kepada gubernur terhadap keluhan, saran, kritik, dan aspirasi masyarakat terhadap pendidikan yang pada gilirannya akan melahirkan kebijakan dan program pendidikan yang bermutu. Badan ini memiliki peran yang disingkat dengan P3M (Pertimbangan, Pendukung, Pengontrol, Mediator) yang dalam optimalisasinya dapat mendorong  budaya belajar  pendidik  untuk menyukseskan IKM di Jawa Tengah. Beberapa  hal  yang dapat dilakukan adalah:

  1. Mendorong pemerintah, pendidik, orang tua, dan masyarakat berpartisipasi dalam meningkatkan budaya belajar, khususnya budaya belajar pendidik melalui  optimalisasi penggunaan PMM serta menggalang dana masyarakat dalam rangka pembiayaan penyelenggaraan IKM yang bermutu.
  2. Melakukan kerja sama dengan masyarakat, baik perorangan maupun organisasi, dunia usaha dan dunia industri, pemerintah, dan DPRD dalam mendorong  budaya belajar  pendidik  untuk menyukseskan IKM di Jawa Tengah.
  3. Menampung dan menganalisis aspirasi, pandangan, tuntutan, dan berbagai kebutuhan pendidikan yang diajukan oleh masyarakat untuk mendorong budaya belajar pendidik dan menyukseskan IKM di Jawa Tengah.
  4. Memberi pertimbangan dalam penentuan pelaksanaan, pemantauan, pengawasan dan penilaian arah kebijakan serta program kegiatan IKM di wilayah Provinsi Jawa Tengah.
  5. Mendukung penyelenggaraan dan pelayanan IKM yang bermutu, adil, demokratis, transparan dan terbuka baik berupa pemikiran, gagasan, finansial maupun tenaga ahli dan pengembangan jaringan.

Kelima hal di atas jika djalankan dengan sungguh-sungguh maka akan dapat mengoptimalkan peran Dewan Pendidikan Jawa Tengah dalam mendorong budaya belajar  pendidik  untuk menyukseskan IKM di Jawa Tengah.

C.        SIMPULAN

Mendorong terbentuknya budaya  belajar memang tidak mudah. Guru dan kepala sekolah yang selama ini terbiasa dipandu dan diarahkan tidak bisa tiba-tiba dilepas begitu saja untuk belajar secara mandiri dalam  memanfaatkan PMM untuk menyukseskan IKM. Diperlukan sebuah langkah transisional yang bersifat evolutif daripada yang bersifat revolutif namun menyebabkan kegagapan. Optimalisasi  peran Dewan  Pendidikan sebagai  pemberi pertimbangan, pendukung, pengontrol dan  mediator  dalam mewujudkan pendidikan yang bermutu di Jawa Tengah diharapkan dapat  mendorong  budaya belajar  pendidik  dalam  menyukseskan IKM di Jawa Tengah.

 

D.        REFERENSI

  • Barlian, U. C., & Solekah, S. (2022). Implementasi kurikulum merdeka dalam meningkatkan mutu pendidikan. JOEL: Journal of Educational and Language Research, 1(12), 2105-2118.
  • Clawson, M. L. (2004). Creating a learning culture: Strategy, technology, and practice. Cambridge University Press.
  • Herawati, E. S. B., Suryadi, S., Warlizasusi, J., & Aliyyah, R. R. (2020). Kinerja Dewan Pendidikan Dalam Meningkatkan Mutu Pendidikan. Tadbir: Jurnal Studi Manajemen Pendidikan, 4(1), 87-100.
  • Indonesia, U. U. R. (2003). Sistem pendidikan nasional. Jakarta: Direktorat Pendidikan Menengah Umum.
  • Jacobson, W. (1996). Learning, culture, and learning culture. Adult Education Quarterly47(1), 15-28.
  • Kruger, A. C., & Tomasello, M. (1998). Cultural learning and learning culture. The handbook of education and human development: New models of learning, teaching and schooling, 353-372.
  • Marisana, D., Iskandar, S., & Kurniawan, D. T. (2023). Penggunaan Platform Merdeka Mengajar untuk Meningkatkan Kompetensi Guru di Sekolah Dasar. Jurnal Basicedu, 7(1), 131-140.
  • Mulyani, F. (2017). Konsep Kompetensi Guru Dalam Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 Tentang Guru Dan Dosen (Kajian Ilmu Pendidikan Islam). , (1), 1-8.
  • Nugraha, J. T. (2013). Peran Komite Sekolah dan Dewan Pendidikan dalam Upaya Peningkatan Kualitas Pendidikan di Kabupaten Sleman. Probisnis, 6(1).]
  • Rahman, K. (2019). Dewan Pendidikan di Tengah Pusaran Covid-19. Jurnal Pendidikan Agama Islam.
  • Rahayu, R., Rosita, R., Rahayuningsih, Y. S., Hernawan, A. H., & Prihantini, P. (2022). Implementasi Kurikulum Merdeka Belajar di Sekolah Penggerak. Jurnal Basicedu, 6(4), 6313-6319.
  • Sari, A. S. L., Pramesti, C., & RS, R. S. (2022). Sosialisasi platform merdeka mengajar sebagai wadah belajar dan berkreasi guru. Jurnal Penamas Adi Buana, 6(01), 63-72.