Warning: Trying to access array offset on value of type bool in /home/jseudsjv/public_html/wp-content/plugins/fusion-builder/shortcodes/components/featured-slider.php on line 239
Published On: 19 March 2021Categories: Artikel Populer

Sudadi, M.Pd., – SMP Negeri 4 Wadaslintang, Kab. Wonosobo

 

Era kenormalan baru bisa menjadi sebuah kenyataan. Pembelajaran di sekolah akan menyesuaikan dengan berbagai protokol kesehatan Covid-19. Pada era kenormalan baru jumlah siswa per kelas semestinya lebih sedikit, waktu tatap muka lebih pendek, jaga jarak fisik dan sosial tetap dipertahankan, pola hidup sehat dibiasakan. Interaksi pembelajaran akan berbeda dari kegiatan pembelajaran sebelum munculnya pandemi Covid-19.

Dengan kondisi semacam itu, sistem pembelajaran seharusnya berubah. Pembelajaran tak lagi mengandalkan pada aktivitas tatap muka. Apakah semuanya akan dikelola lewat pembelajaran daring lewat video conference (vicon) atau sejenisnya? Tentu saja tidak mungkin. Evaluasi penerapan program Belajar Dari Rumah (BDR) yang menggunakan vicon membuktikan sistem itu tidak bisa dijalankan secara mulus. Pencapaian KD hanya berkisar 50%, dan banyak kendala teknis maupun non-teknis yang dialami oleh guru maupun peserta didiknya, baik di kota maupun di pelosok desa.

Di tengah kecemasan penyebaran Covid-19 yang menghantui kehidupan, sebenarnya ada solusi yang bisa diambil untuk pengelolaan pembelajaran di era kenormalan baru. Pilihan solusi itu bisa dijatuhkan pada pembelajaran berbasis modul. Modul bukan hal baru di dunia pendidikan Indonesia. SMP Terbuka (SMPT) dan Universitas Terbuka (UT) sudah menerapkan pembelajaran yang dipandu modul bertahun-tahun lamanya. Pada pembelajaran di UT, modul dilengkapi tutorial baik tatap muka, video conference, siaran radio & TV, dan media pembelajaran pendukung lain yang memungkinkan. Pembelajaran jarak jauh ini dibuat lebih luwes dan meminimalisiasi kegiatan tatap muka tanpa mengurangi esensi pembelajaran itu sendiri. Belajar tak lagi tergantung waktu, tempat, dan interaksi fisik.

Nampaknya era kenormalan baru dalam pembelajaran di sekolah bisa mengadopsi pembelajaran sistem jarak jauh yang dikelola UT ini. Pembelajaran dengan modul memandu peserta didik belajar secara mandiri lewat pemaparan materi tertulis, latihan dan kegiatan pendukung lain, serta penilaian mandiri. Pada praktiknya sekolah bisa mengupayakan ketersediaan modul-modul per mata pelajaran di mana setiap modul berisi bab-bab untuk pembelajaran pasangan Kompetensi Dasar pengetahuan dan keterampilan yang dibahas.

Jika para pemangku kepentingan sepakat menerapkan sistem pembelajaran modul ini, guru harus bersiap mengembangkan kemampuan merancang modul. Sebenarnya tidak sulit membuat modul. Yang pertama perlu dipahami bahwa modul berbeda dari buku teks pendamping. Lantas seperti apa rancangan modul itu? Satu bab dari modul berisi rancangan pembelajaran yang lengkap. Mirip dengan langkah pengembangan materi ajar, modul dimulai dari mencomot KD (pasangan KD pengetahuan dan keterampilan) yang akan dikembangkan diikuti penulisan tujuan pembelajarannya.

Langkah selanjutnya, di dalam modul itu guru harus menyampaikan paparan materi secara sistematis, gamblang, dan mempertimbangkan peningkatan pencapaian kompetensi secara bertahap. Pemaparan materi ajar ini sebenarnya tak jauh berbeda dari langkah penyampaian materi ajar tatap muka, hanya saja semua dituangkan di modul secara tertulis. Saat merancang modul itu guru membayangkan dia berhadapan dengan peserta didik yang kemampuan belajarnya paling rendah, sehingga guru berusaha untuk menerangkan sangat teliti, sabar, memotivasi, dengan menghadirkan contoh-contoh yang mudah dipahami, dengan penjelasan yang sederhana, dan tentu saja memikirkan penguasaan kemampuan awal menuju pada tahapan yang lebih rumit.

Mungkin timbul pertanyaan: kalau demikian apakah di dalam modul itu semua materi pembelajaran harus disampaikan dengan metode deduktif? Tentu saja tidak. Rancangan pembelajaran berbasis modul tidak harus disampaikan secara deduktif di mana guru menyampaikan konsep menuju contoh. Rancangan pembelajaran induktif juga bisa diterapkan, namun guru perlu mempertimbangkan tingkat kesulitan kompetensi dasar yang dipelajari peserta didiknya.

Bagaimana halnya dengan pembelajaran inquiry? Pada tahapan tertentu, modul masih memungkinkan menerapkan pembelajaran inquiry, sepanjang memungkinkan diadakan pendampingan dalam kegiatan tatap muka atau turorial. Itulah alasan penting perlunya kegiatan tatap muka yang masih mungkin diselenggarakan pada era kenormalan baru.

Modul bisa digunakan sebagai panduan baku pembelajaran, dan pencapaian kompetensi diperkuat lewat tatap muka yang memang disediakan waktu yang lebih terbatas. Tatap muka bisa dimanfaatkan untuk pembelajaran kompetensi yang tidak mungkin dikerjakan secara mandiri. Sebagai contoh, untuk pembelajaran bahasa Inggris aspek lisan seperti lafal, intonasi, percakapan, monolog lisan tak mungkin dilakukan secara mandiri. Saat tutorial tatap muka itu, penekanan pembelajaran difokuskan pada aspek-aspek lisan semacam ini. Pembelajaran mendengarkan bisa dilakukan mandiri lewat akses rekaman MP3 maupun MP4. Pembelajaran tata bahasa dan kosa kata bisa juga dipandu lewat modul. Keterampilan menulis sejauh memungkinkan bisa pula dikerjakan mandiri, meskipun perlu pembimbingan saat tatap muka.

Lewat pembelajaran modul, waktu pembelajaran yang terbatas serta interaksi fisik maupun sosial yang juga dibatasi bisa dioptimalkan sehingga kualitas pembelajaran tidak jauh berkurang. Guru bisa menyediakan beberapa materi pengayaan yang relevan yang bisa diakses, dijelajahi, dan dipelajari secara mandiri. Video pembelajaran, rekaman MP3, rujukan dari sumber autentik, dan tautan-tautan bisa disediakan guru di setiap bab di modul, sehingga peserta didik yang ingin memperluas pemahaman bisa benar-benar menguasai kompetensi itu secara tuntas.

Sebagai illustrasi sederhana, untuk membuat modul bahasa Inggris kelas VII yang berisi pembelajaran tentang menyatakan kemampuan dan ketidakmampuan (penggunaan kata can dan can’t), guru bisa memulainya dengan merumuskan tujuan pembelajaran: misalnya dengan target peserta didik mampu mengidentifikasi struktur kalimat yang menggunakan can untuk menyatakan kemampuan, menentukan bentuk negatif dan interogatif, serta menangkap makna pertanyaan yang menggunakan can. Ujungnya peserta didik diharapkan mampu mengungkapkan kemampuan dan ketidakmampuan secara tepat.

Pada uraian materi di modul tersebut guru bisa memulai dengan memberikan gambar-gambar yang menunjukkan beberapa anak mampu melakukan berbagai kegiatan misalnya Benny bisa bermain gitar; Liana bisa bernyanyi; Rafi bisa bermain bola, Teddy bisa memasak nasi goreng; Lutfi bisa menanam bunga; Elisa bisa membantu ibu memasak di dapur; dan sejenisnya.

Dari kalimat-kalimat yang diucapkan dalam gelembung callouts yang muncul di setiap gambar, guru mengajak peserta didik mengidentifikasi konstruksi ungkapan-ungkapan itu. Ungkapan-ungkapan ditulis ulang dengan kata ‘can’ dicetak miring. Dari contoh-contoh ungkapan itu, peserta didik diajak untuk menyimpulkan sendiri penggunaan can dalam kalimat untuk menyatakan kemampuan. Dari analisis kalimat yang diambil sebagai contoh itu, peserta didik bisa digiring untuk sampai pada kemampuan menentukan struktur umum kalimat yang menggunakan can. Dari langkah ini, peserta didik akan benar-benar paham penggunakan can dalam kalimat untuk menyatakan kemampuan.

Sesudah itu guru bisa memberi penjelasan yang lebih gamblang. Ia bisa menuliskan di modul keterangan yang diupayakan bisa dipahami oleh anak dengan kemampuan terendah di kelas itu. Uraian hendaknya diusahakan benar-benar membantu memberi pemahaman yang kuat. Setelah mengajak peserta didik mengenali penggunaan can, pembahasan bisa dilanjutkan dengan memperkenalkan ungkapan yang menyatakan tidak mampu (can’t), diteruskan dengan kalimat tanya, dan kalimat tanya yang menggunakan kata tanya 5W 1H atau yang relevan. Perlu diusahakan penyampaian materi diberikan secara sistematis. Latihan-latihan juga perlu dihadirkan secara bertingkat. Pertimbangan tingkat kesulitan menjadi hal penting mengingat peserta didik diusahakan bisa belajar mandiri. Daftar kosa kata perlu juga dihadirkan untuk membantu peserta didik bekerja mandiri.

Untuk penguatan penguasaan kompetensi ini, materi pendukung bisa disediakan. Video pendek MP4 atau rekaman MP3 yang berisi contoh monolog atau dialog yang menggunakan can atau can’t bisa diberikan kepada peserta didik. Saat tatap muka guru perlu check ulang penguasaan kompetensi ini. Sesudah itu, perlu latihan pengucapan secara tepat. Pemberian model oleh guru sangat diperlukan. Kesempatan tatap muka atau video conference bisa dimanfaatkan untuk menguatkan penguasaan kompetensi keterampilan lisan ini. Dialog-dialog sederhana bisa juga dilatihkan saat pembelajaran tatap muka.

Uji kompetensi bisa diberikan di akhir unit. Uji kompetensi ini juga diupayakan bisa dilakukan secara mandiri. Ini jadi tahap penting, karena dalam pembelajaran berbasis modul, peserta didik dilatih untuk jujur menilai kemampuan sendiri. Justru inilah nilai positif pembelajaran modul. Peserta didik tidak akan mencari jalan pintas atau melakukan kecurangan hanya untuk mencari nilai bagus. Percuma saja mereka berbuat curang karena di bagian akhir bab di modul itu ada kunci dan pembahasannya. Khusus uji kompetensi keterampilan bisa dilakukan lewat kegiatan tatap muka jika kerja mandiri tidak dimungkinkan.

Itulah deskripsi pengembangan modul yang diharapkan relevan dan mampu mengatasi situasi dengan keterbatasan fasilitas pembelajaran di era kenormalan baru. Jika dirancang dengan baik, pembelajaran berbasis modul ini bisa memberi hasil yang optimal tanpa mengesampingkan protokol kesehatan Covid-19. Kehadiran modul sangat dibutuhkan pada saat pembelajaran di sekolah dibatasi waktu dan interaksi tatap muka guru dan peserta didik.

Penerapannya model pembelajaran berbasis modul ini bisa dikelola sekolah yang otomatis melibatkan setiap guru dengan pembiayaan dari dana BOS maupun partisipasi orang tua. Guru bisa juga bekerja dalam komunitas semacam KKG atau MGMP untuk merancang modul agar beban pembuatan modul tidak hanya tertumpu pada satu atau dua orang saja. Akhirnya, semoga gagasan ini bisa membuka wacana bagi pengambil keputusan dan pemangku kepentingan menyikapi keadaan darurat yang berkepanjangan setelah merebaknya Covid-19 di tengah masyarakat.