Permendikbud Nomor 34, 35, dan 36 Tahun 2018 sudah dikeluarkan. Mata pelajaran Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) yang sudah dihapus beberapa tahun lalu kini muncul lagi dengan nama baru. Mata pelajaran Informatika, begitulah namanya.
Bagi sebagian guru, terutama guru TIK, keluarnya Permendikbud tersebut tentu sangat menggembirakan. Setelah sempat dikebiri selama beberapa tahun, kini eksistensi mereka diakui lagi. Selama ini guru TIK banyak yang merasa “tersiksa” karena melaksanakan tugas di sekolah tidak sesuai dengan kualifikasi akademik dan kompetensi yang dimilikinya. Di sisi lain, banyak juga yang merasa resah dan melakukan kalkulasi ulang menyikapi keluarnya Permendikbud tersebut.
Ada beberapa permasalahan yang muncul akibat dikeluarkannya peraturan tersebut. Pertama, masalah ketersediaan guru. Fakta yang ada, tidak banyak sekolah yang mempunyai spesifikasi guru TIK. Apalagi saat ini, guru TIK sudah banyak yang pindah jalur ke mata pelajaran lain. Bahkan, guru TIK di SMK sudah banyak yang mempunyai mata pelajaran ganda dengan tidak lagi mengajar TIK. Akhirnya mereka kini lebih menikmati mapel barunya.
Di jenjang SMP, ketersediaan guru TIK juga sangat terbatas. Tidak banyak sekolah yang bisa memenuhi kebutuhan guru untuk melayani semua siswa. Akan menyulitkan seandainya mapel Informatika dijadikan mata pelajaran wajib. Untuk mengatasi kondisi tersebut kabarnya sekolah diberi kesempatan untuk memilih Mapel Informatika atau Prakarya dalam struktur kurikulumnya. Seandainya hal ini dijadikan solusi, kemampuan siswa menjadi berbeda antara satu tempat dengan lainnya. Yang menjadi pertanyaan mendasar: Pemilihan mata pelajaran itu berdasarkan pada ketersediaan guru atau kebutuhan siswa?
Kedua, ketersediaan sarana dan prasarana. Bagaimanapun, dengan diterapkannya mata pelajaran Informatika, sekolah harus memenuhi kebutuhan dengan penyediaan sarana dan prasarana yang memadai. Sangat tidak lazim apabila ada pembelajaran Informatika tanpa ketersediaan komputer di sekolah. Untuk itu, sekolah perlu berpikir keras agar tidak dianggap sebagai sekolah yang ketinggalan zaman. Bagaimana kalau mengandalkan bantuan dari pemerintah? Sah-sah saja, tetapi harap sabar menunggu sampai gilirannya datang entah kapan waktunya.
Ketiga, muatan kurikulum mata pelajaran Informatika. Di jenjang SMP, Kompetensi dasar yang diharapkan dikuasai oleh siswa di antaranya adalah tentang robotik dan pemrograman. Materi ini sangat menarik dan berkualitas. Akan tetapi perlu juga dipikirkan kemampuan dasar dari rata-rata siswa di Indonesia. Masih banyak di antara mereka yang belum pernah mengetik pakai komputer. Dunia anak zaman now adalah dunia digital, tetapi yang dipahami mereka hanyalah gawai dengan media sosialnya. Begitu dihadapkan dengan seperangkat komputer, mereka terasa gagap dan bingung. Memberi mereka materi robotik merupakan lompatan yang amat jauh. Belum lagi masalah kompetensi gurunya dalam penguasaan materi. Lalu, apakah materi itu tidak cocok bagi siswa SMP? Bisa menjadi cocok apabila dipersiapkan dengan baik. Anak-anak harus dipersiapkan untuk mengenal dan memakai komputer sejak dini. Guru Informatika juga harus membuka diri untuk mau belajar materi-materi yang kekinian sesuai tuntutan zaman.
*) Murman, M.Pd., Guru SMP Negeri 3 Guntur, Kabupaten Demak.
Ilustrasi foto: http://tekraglobalconcepts.com/contracts/wp-content/uploads/2014/11/infotech.jpg