Oleh: Dr. Mampuono (Tali Bambuapus Giri)
Happy students learn more effectively and enjoy the learning experience and the outcomes. Siswa yang bahagia belajar lebih efektif dan menikmati pengalaman belajar dan hasilnya. Demikian kata banyak sekali ahli pendidikan di dunia dan ini bisa dicek kalau kita mau menggunakan mesin pencari Google untuk berselancar dan mengumpulkan informasi dengan keyword happy students learn more effectively. Ini karena realitas itu adalah fakta universal yang bahkan kita sendiri mengalaminya pada saat menjadi pembelajar. KIta bahagia ketika kita merdeka dalam hal apapun, tidak terkecuali saat belajar.
Ini in line dengan kejadian Sabtu ini, 11 Februari 2023, di mana BBPMP Jateng mendapatkan kado istimewa. Hari ini adalah satu tahun persis sejak diluncurkannya program Merdeka Belajar episode ke-11 tentang Kurikulum Merdeka dengan Platform Merdeka Mengajar-nya. Kado istimewa itu adalah kunjungan Dirjen Paud Dikdasmen, Dr. Iwan Syahril, P.h.D. ke kantor Balai Besar yang ada di Jalan Kyai Mojo, Srondol Kulon Semarang, untuk pertama kalinya. Pak Dirjen menyempatkan diri melakukan Bincang Santai Merdeka Belajar dengan seluruh pegawai BBPMP Jateng. Tempat yang dipilih sengaja yang benar-benar bisa memunculkan kesantaian dan kemerdekaan untuk mengeluarkan gagasan. Tempat itu adalah lantai dasar gedung RA Kartini yang telah dipermak menjadi ruang besar dengan karpet dan bantal-bantal untuk bersantai sambil lesehan.
Yang menarik, menu bincang santai kali ini tidak dilakukan sebagaimana yang biasa dilakukan oleh para pejabat pada umumnya. Pak Dirjen sengaja tidak melakukan segala sesuatunya dengan just doing business as usual. Tetapi yang dilakukan oleh Pak Dirjen adalah sesuatu yang cenderung out of the box. Tentu kreativitas dan leadership dalam memilih cara yang tepat dengan hasil yang efektif diperlukan di sini. Maka komunikasi interaktif yang dipilih dari apa yang disebut sebagai bincang santai tersebut dilakukan pak Dirjen melalui tiga hal, bernyanyi bersama, “menggambar”, dan bertanya jawab.
Kegiatan bernyanyi bersama dan bertanya jawab barangkali merupakan suatu hal yang sudah lazim dilakukan oleh pejabat yang lain. Yang akan penulis bahas di sini adalah kegiatan “menggambar”. Kata “menggambar” di sini diberi tanda petik karena bukan sekedar menggambar, tetapi merupakan serangkaian kegiatan yang menunjukkan pembelajaran andragogis yang menyenangkan sekaligus penuh makna. Kegiatan ini justru mendominasi proporsi waktu yang tersedia dalam acara bincang santai tersebut. Dan sepertinya sebagai bagian dari tim Kemendikbud Ristek, setiap peserta yang hadir tanpa terasa terpelajarkan untuk menguasai esensi tentang Merdeka Belajar dan menjadi lebih siap melakukan transfer knowledge kepada yang lain.
Dari cara berkomunikasi Pak Dirjen dengan peserta bincang santai terlihat sekali kalau dulunya saat menjadi seorang guru Pak Dirjen terbiasa melakukan hal-hal yang terpusat pada siswa (student centered). Jadi ketika pengalaman itu diimplementasikan pada para peserta maka pusat kegiatan ada pada peserta (trainee centered). Dan penulis bisa bayangkan sepertinya ketika Pak Dirjen menjadi guru, setiap kali mengajar para siswa menjadi antusias dan bahagia. Ini karena kegiatannya inspiratif dan pendekatan serta metode yang digunakan menyenangkan. Kegiatan “menggambar” di pagi ini lebih dari cukup untuk dijadikan sebagai bukti.
Kegiatan dimulai setelah semua peserta diberi kertas HVS dan alat tulis baik berupa bolpoin maupun spidol warna-warni. Rangkaian kegiatan “menggambar’ dimulai dari instruksi yang sangat jelas. “Setiap peserta harus membuat gambar yang mengekspresikan Merdeka Belajar. Gambar bebas tetapi tidak boleh mengandung huruf atau angka apapun kecuali untuk nama pembuat atau tanda tangannya. Waktu yang digunakan untuk membuat gambar adalah lima menit. Peserta boleh menggunakan keseluruhan kertas untuk digambari atau pun dilipat dulu baru digambari separuhnya.” Demikian pak Dirjen menginstruksikan dengan lantang.
Mendengar instruksi ini para peserta menjadi bergembira karena boleh jadi mereka sudah lama sekali tidak melakukan aktivitas menggambar. Bahkan mungkin sejak lulus dari bangku sekolah atau kuliah dan kemudian bekerja di BBPMP Jateng baru di pagi inilah mereka sempat menggambar lagi. Karena kesempatan ini adalah kesempatan langka, apalagi yang menyuruh adalah “Bapaknya”, maka mereka berlomba-lomba untuk membuat gambar yang paling sempurna. Idenya sama-sama tentang Merdeka Belajar, tetapi wujud gambarnya tak ada satupun yang sama. Ada yang menggambar orang, ikan, burung, pohon, bintang, matahari, lampu lalu lintas, danau, stickman, buku, logo, masjid, dan lain-lain.
Setelah waktu 5 menit habis muncullah instruksi yang kedua. Para peserta setelah selesai menggambar diminta Pak Dirjen untuk berdiri dan membawa gambar hasil karya masing-masing lalu membuat dua buah lingkaran besar, lingkaran luar dan lingkaran dalam. Peserta perempuan diminta bergerak membentuk lingkaran luar karena jumlah mereka lebih besar. Sementara peserta laki-laki yang jumlahnya lebih kecil membentuk lingkaran dalam yang ukurannya tentu juga lebih kecil.
Setelah itu semua peserta laki-laki diminta balik kanan sehingga saling berhadapan dengan peserta perempuan. Peserta perempuan di lingkaran luar harus menemukan pasangannya masing-masing dari laki-laki yang berada di lingkaran dalam. Beberapa celetukan bermunculan ketika peserta mendapatkan pasangannya masing-masing. Bergerak di dalam lingkaran dan saling berhimpitan rupa-rupanya memunculkan sifat asli para peserta yang kadang-kadang bisa disebut sebagai lucu, konyol, nakal, atau kekanak-kanakan. Tetapi justru inilah sisi menariknya pendekatan trainee centered yang dilakukan oleh Pak Dirjen. Ada yang merasa bahagia karena seperti mendapatkan “berkah”, ada juga yang menggerutu karena merasa mendapatkan “musibah”. Tetapi semua itu sebenarnya gurauan untuk mengekspresikan kebahagiaan. Peserta luar yang tidak memiliki pasangan diminta untuk bergabung separuhnya dengan peserta yang ada di sebelah dalam sehingga dipastikan masing-masing memiliki pasangannya.
Setelah semua peserta memiliki pasangannya, instruksi yang ketiga segera diberikan. Pak Dirjen mengatakan, “Semua peserta silakan menunjukkan gambar kepada pasangannya dan meminta mereka menebak apa maksud dari gambar yang sudah dibuat tersebut. Peserta yang kebingungan dalam menebak gambar boleh bertanya dan pemilik gambar dipersilakan untuk menjelaskan. Setelah itu peserta yang memiliki gambar diminta melakukan penjelasan tentang gambar yang sudah dibuatnya.”
Banyak hal-hal lucu yang terjadi dalam kegiatan tebak menebak gambar ini. Seringkali peserta yang menebak gambar kecele karena apa yang dilihat dan ditafsirkannya maknanya terlalu jauh dari apa yang dimaksud oleh yang menggambar. Penulis sendiri mengalami hal yang sama ketika memaknai gambar dari rekan penulis yang meperlihatkan gambar dua orang laki-perempuan yang berjalan beriringan dengan gambar awan di atasnya yang berisi beberapa barang yang penulis tidak paham. Maka penulis menebak bahwa kedua orang itu adalah suami istri yang sedang pergi ke suatu tempat. Dan awan itu berisi semacam peralatan yang harus digunakan jika menemui kesulitan, Seperti ketika di permainan gim. Ternyata penulis salah besar.
Bu Tri Mulyani, rekan penulis pemilik gambar, menerangkan bahwa gambarnya adalah tentang para siswa yang memiliki karakter berbeda-beda termasuk suku bangsanya. Yang satu rambutnya lurus yang satunya keriting. Dan awan itu menggambarkan episode-episode dalam Merdeka Belajar. Penulis baru paham setelah mendapatkan penjelasan panjang lebar. Setelah itu gantian penulis meminta pasangan penulis menebak gambar yang penulis buat. Rupanya tanpa banyak kesulitan pasangan penulis dapat menduga isi gambar penulis.
Gambar yang penulis buat berupa gambar sosok besar berwarna merah putih yang merentangkan tangannya sebagai sikap merdeka di puncak dunia. Di belakangnya berkibar bendera Tut Wuri Handayani. Di samping kanan kirinya terdapat logo Merdeka Mengajar dan sinyal wifi beserta satelit yang mengangkasa. Ini mlambangkan teknologi di era 4.0. Sementara itu di depannya terdapat sosok-sosok kecil yang jumlahnya banyak dan ukurannya agak variatif, yang melakukan sikap yang sama seperti sosok yang besar. Sosok besar adalah leader ataupun guru yang membawa sosok kecil yang bisa berarti sebagai pengikut atau siswa yang berbeda-beda untuk dapat Tut Wuri Handayani atau merdeka sebagaimana dimaksud oleh Ki Hajar Dewantara.
Selanjutnya peserta di lingkaran besar diperintahkan untuk bergerak 5 langkah ke arah kiri sehingga mendapatkan pasangan yang baru. Banyak peserta yang merespon munculnya pasangan yang baru dengan seloroh lucu-lucuan. Intinya mereka berbahagia karena mendapatkan partner diskusi yang baru. Ide-ide yang mereka tuangkan di dalam gambar mendapatkan respon positif dari pasangannya. Mereka bahagia karena hasil karyanya dihargai.Setiap gambar tidak ada yang baik atau buruk, apalagi salah atau benar. Begitu pesan pak Dirjen, sehingga semuanya bergembira dan bersemangat. Ini sesuai dengan teori salah satu psikolog humanistik, Abraham Maslow, yang menjelaskan bahwa aktualisasi diri adalah proses untuk menjadi segala sesuatu yang seseorang mampu menjadi. Selain itu, Maslow juga menjelaskan bahwa aktualisasi diri merupakan puncak dari pemenuhan kebutuhan seseorang.
Selanjutnya gantian peserta yang berada di lingkaran dalam untuk bergeser ke arah kiri sehingga masing-masing kembali menemukan pasangannya yang baru. Tiga kali langkah yang sama ditempuh untuk saling menebak, bertanya jawab, dan bertukar penjelasan paling detail terhadap gambar yang sudah dibuat. Asik. Semuanya bahagia. Dan sesi berpasangan dalam lingkaran ini berakhir dengan menyisakan senyum dan ekspresi bahagia pada raut wajah masing-masing peserta.
Semua peserta kembali ke tempat duduk masing masing untuk menerima instruksi terakhir. Pak Dirjen meminta beberapa orang peserta untuk memilih salah satu dari tiga gambar partner mereka yang paling unik atau menarik. Lalu mereka dapat menceritakan ulang dan memberikan interpretasi dari gambar yang mereka pilih. Rata-rata peserta merasa ternyata ide-ide luar biasa dan tidak terduga bisa muncul dari gambar yang mereka terima yang semula dianggap sederhana. Jadi apa yang tidak terlihat dari sebuah gambar ekspresi ide selalu lebih besar dan dalam dari apa yang tampak. Dari sini Pak Dirjen sepertinya ingin memberi pesan bahwa kita harus berpikir lebih dari apa yang sekedar kasat mata. Dari situlah biasanya ide-ide besar, termasuk yang solutif dan menjadi problem solving terhadap masalah yang kita hadapi muncul dan akhirnya benar-benar dapat mengatasi permasalahan.
Apa yang disajikan oleh Pak Dirjen adalah pembelajaran andragogi (Yunani: “pemimpin manusia”) yang terpusat pada peserta serta menyenangkan. Tak terasa para peserta kompetensinya di bidang merdeka belajar meningkat dalam proporsi masing-masing. Orang yang semula enggan menjadi bersemangat belajar karena pendekatan ini. Ini dibuktikan dengan tetap antusiasnya peserta untuk berpartisipasi dalam kegiatan meskipun waktu ternyata sudah berjalan melebihi jadual yang seharusnya.
Kegiatan ini dapat berjalan sedemikian rupa karena mengimplementasikan cara orang dewasa belajar sebagaimana dikemukakan oleh Malcolm Knowles, orang yang pertama kali membuat istilah “andragogi” menjadi meluas dikalangan pendidik orang dewasa. Kata Knowles, orang dewasa perlu mengetahui alasan mereka mempelajari sesuatu.
Pengalaman para peserta, termasuk kesalahan yang pernah mereka buat di masa lalu memberikan dasar untuk kegiatan belajar selanjutnya. Mereka juga merasa bertanggung jawab atas keputusan mereka tentang apa yang mereka pelajari sehingga merasa perlu terlibat dalam perencanaan dan evaluasi pengajaran mereka. Mereka paling tertarik mempelajari sesuatu yang memiliki relevansi langsung dengan pekerjaan dan/atau kehidupan pribadi mereka, seperti tema Medeka Belajar di dalam bincang santai ini. Selain itu, pembelajaran mereka sebagai orang dewasa lebih berpusat pada masalah daripada berorientasi pada konten. Dan mereka para peserta merespons motivator internal versus eksternal dengan lebih baik.
Demikian ulasan sederhana terhadap cara berinteraksi Pak Dirjen yang datang bukan sebagai pejabat tetapi lebih sebagai seorang mentor bagi para peserta BIncang Santai Merdeka Belajar di BBPMP Jateng yang interaksinya terpusat pada peserta, inspiratif dan menyenangkan melalui kegiatan “menggambar” . Semoga bermanfaat.