Published On: 7 November 2018Categories: Artikel

Budaya literasi mulai dikembangkan disekolah-sekolah sejak beberapa tahun yang lalu. Sayangnya, perkembangannya kurang begitu menggembirakan. Budaya literasi masih jalan di tempat, kemampuan membaca dan menulis para siswa juga belum bisa diandalkan.
Salah satu bentuk pengembangan budaya literasi di sekolah adalah dengan dilaksanakannya program 15 menit membaca. Program ini dilaksanakan oleh hamper di sekolah di seluruh Indonesia. Tidak hanya di kota, sekolah di desa pun melaksanakan program tersebut. Yang membedakan adalah strategi pelaksanaannya.
Banyak sekolah yang melaksanakan program 15 menit membaca di awal pelajaran. Begitu bel masuk berbunyi, siswa masuk kelas dan berdoa. Setelah itu siswa diharuskan membaca buku sebagai bagian dari program literasi. Program 15 menit membaca buku menjadi bagian integral dalam memulai pelaksanaan kegiatan belajar mengajar. Program ini menjadi luar biasa karena dilaksanakan secara berkesinambungan dan terus-menerus dari waktu ke waktu.
Akan tetapi, mengapa hasil dari program 15 menit membaca belum menunjukkan hasil yang menggembirakan? Penyebabnya antara lain adalah kurang tepatnya strategi pelaksanaan dan kurangnya sinergi antarwarga sekolah.
Program membaca 15 menit belum bisa berfungsi optimal manakala siswa hanya sekadar disuruh tanpa disertai dengan perlakuan atau tindakan dari sekolah. Banyak siswa yang pada akhirnya hanya terjebak pada sekadar rutinitas belaka. Alih-alih menjadi budaya, siswa menjadi terbebani dengan keharusan membaca setiap harinya. Selain itu, tidak adanya tindak lanjut sebagai hasil membaca juga memberi andil kurang efektifnya pelaksanaan program 15 menit membaca.
Minimnya sinergi antarwarga sekolah juga menjadi penyebab kurang optimalnya hasil program 15 menit membaca. Ketika siswa membaca buku, jarang sekali terlihat guru yang mengajar turut aktif mendampingi dan membaca buku. Alih-alih membaca buku, banyak guru yang memanfaatkan waktunya dengan membuka smartphone-nya. Entah apa yang dilakukannya. Misalnya saja, daripada guru membaca informasi atau bacaan dari smartphone, akan lebih baik apabila guru juga memberi contoh dengan membaca buku. Teladan dari guru sangat berpengaruh untuk membentuk budaya membaca sebagaimana diharapkan terjadi pada siswa.
Budaya literasi di sekolah khususnya membaca bisa dikembangkan di sekolah apabila ada sinergi yang baik antarwarga sekolah. Selain itu, strategi yang tepat juga diperlukan agar program membaca di sekolah benar-benar memberi manfaat yang optimal. Selanjutnya, budaya membaca menjadi kebanggaan kita semua.
*) Oleh Murman, M.Pd., Guru SMP Negeri 3 Guntur, Kabupaten Demak.
Ilustrasi gambar diperoleh dari www.suaramerdeka.com