Oleh : Dedy Gunawan, Staff Pemetaan Mutu Pendidikan LPMP Jawa Tengah
KOMPETENSI guru di Indonesia ternyata masih jauh panggang dari api. Hal itu terungkap dalam presentasi Dirjen Guru dan Tenaga Kependidikan, Sumarna Surpranata pada Rakor Terpadu Penjaminan Mutu Pendidikan yang diselenggarakan oleh LPMP Jawa Tengah di Patra Jasa Convention Hotel, Maret 2016.
Rendahnya kompetensi guru tergambar dari hasil UKG 2015, yakni rerata umum kompetensi guru sebesar 56,69, kompetensi profesional 58,55, dan kompetensi pedagogi 52,37.
Angka-angka di atas menggambarkan betapa guru di Indonesia belum memiliki kemampuan memadahi untuk mengajar, di tengah keterbatasan kemampuan profesionalnya. Pada tahun 2015, standar kompetensi minimal (SKM) UKG adalah 55 pada rentang 10 s/d 100, dan diharapkan pada tahun 2020, semua guru di Indonesia mendapatkan nilai UKG serendah-rendahnya 80.00.
Perolehan skor UKG guru Provinsi Jawa Tengah lebih baik dibanding nasional. Jawa Tengah menduduki ranking dua setelah DIY. Rerata umum yang diperoleh guru di Jawa Tengah adalah 63,30, rerata kompetensi profesional 65,89, dan rerata kompetensi pedagogi berada pada angka 57,25.
Rerata tertinggi dicapai jenjang SMA dengan angka 70,1, terendah diperoleh jenjang SLB, yaitu 59,70. Distribusi perolehan nilai di Jateng menunjukkan masih ada 10.362 dari total 334.159 guru yang memperoleh nilai UKG antara 0 s/d 50.
Jenjang SD menduduki peringkat pertama perolehan di bawah 50, yaitu 5.956 guru. Sementara itu guru yang memperoleh nilai UKG antara 91 s/d 100 sejumlah 5038. Yang terbanyak mendapatkan nilai di atas 91 adalah jenjang SMP, yaitu 1.938 guru.
Meskipun secara statistik lebih baik daripada nasional, kompetensi guru di Jawa Tengah pada dasarnya masih pada tahap yang perlu diwaspadai. Jika tidak ditindaklanjuti dengan baik, target perolehan SKM 8,00 pada tahun 2020 menjadi sulit terealisasi. Terlebih pada tahun 2016, kita sudah berada di era MEA.
Pemberlakuan aliran bebas dalam berbagai bidang sudah berjalan baik berupa aliran bebas barang dan jasa, investasi, modal maupun tenaga keraja terampil. Banyak peluang sekaligus risiko yang harus diterima oleh Indonesia. Di bidang ekonomi, MEA diduga dapat menstimulus kenaikan pendapatan masyarakat. Namun di bidang tenaga kerja, MEAdiperkirakan memberikan lebih banyak risiko daripada peluang.
Hasbullah Halil, seorang peneliti senior pada Mazhab Djaeng for Multicultural Studies and Social Science Malang, pernah menyesalkan keputusan pemerintah Indonesia untuk masuk ke dalam persaingan MEA. Alasannya, sumber daya manusia Indonesia belum siap menghadapi MEA.
Jika bercermin pada hasil UKG 2015, maka yang disampaikan Hasbullah Halil benar adanya. Para guru di Jawa Tengah belum bisa dikatakan siap menghadapi persaingan MEA. Cik Gu dari Malaysia, Filipina, Brunei Darusalam atau negara ASEAN lain bisa saja dalam waktu dekat menggantikan kedudukan mereka sebagai guru.
Kompetensi TIK dan Bahasa Inggris
Ini adalah sebuah tantangan berat yang harus dijawab. Langkah yang perlu dilakukan menurut hemat penulis adalah: Pertama, guru harus berkomitmen untuk selalu meningkatkan mutu pendidikan, termasuk memenuhi kualifikasi dan kompetensinya. Hal ini menjadi amanat Undang-Undang No 14/2005 tentang Guru dan Dosen terutama pada pasal 7.
Kompetensi profesional dan pedagogi sebagai kompetensi wajib guru belumlah cukup untuk menghadapi era global. Perlu ada kompetensi lain yang lebih mendukung ke arah kompetisi tingkat ASEAN. Sehingga hal kedua yang perlu dilakukan adalah kita perlu menambah kompetensi teknologi informasi dan komunikasi (TIK) sebagai kompetensi yang wajib dikuasai guru.
Kompetensi TIK yang dimaksud bukanlah sekadar kemampuan membuka komputer dan berinternet ria, melainkan kemampuan mengintegrasikan TIK dalam pembelajaran. Yaitu bagaimana seorang guru mampu menggunakan TIK sebagai media dan sumber belajar. Guru tentu juga harus mampu membawa semua anak didiknya melek TIK. Ketiga, penambahan kempetensi bahasa Inggris juga penting untuk dilakukan.
Di samping untuk menyiapkan siswanya menghadapi persaingan global, penguasaan bahasa Inggris merupakan kekuatan bagi guru untuk bersaing di wilayah ASEAN. Warning tentang pentingnya bahasa Inggris sudah disuarakan oleh Gubernur Ganjar Pranowo. Pada kesempatan pembukaan Rakor Terpadu Penjaminan Mutu oleh LPMP Jateng, Gubernur menyampaikan bahwa lulusan SMA/K di Jawa Tengah harus menguasai bahasa Inggris dengan baik agar mampu bersaing di dunia kerja global. Peringatan itu secara otomatis tertuju pada guru.
Kempat, memastikan pemetaan guru berjalan secara objektif dan transparan. Dengan menggunakan moda on line, pemetaan guru melalui UKG sebenarnya telah berjalan secara lebih objektif dan transparan.
Sumber: http://berita.suaramerdeka.com/smcetak/memoles-guru-di-era-mea/