Warning: Trying to access array offset on value of type bool in /home/jseudsjv/public_html/wp-content/plugins/fusion-builder/shortcodes/components/featured-slider.php on line 239
Oleh ario nugroho, staf LPMP Jawa Tengah
Sebenarnya hobby ku selama ini hanya membaca, bukan menulis. Membaca itu ada ke “asyik” an sendiri, suatu keasyikan yang tidak akan ditemui. Saat kita memiliki hobby melakukan aktivitas yang lain…..apalagi bermain bola jelas jauh banget lah sense nya bila dibandingkan dengan membaca.
Saat membaca, Langkah awal yang biasa kulakukan adalah berusaha memahami tentang “apa sih” yang ingin disampaikan penulis. Dari pilihan Bahasa, alur menulis sang penulis sampai tema yang disampaikan oleh penulis. Itu merupakan keasyikan sendiri saat aku sedang membaca.
Betapa tidak, saat kita membaca “langsung saja muncul dibenakku tentang bagaimana runyam nya kehidupan di masyarakat saat ini…dari adanya aturan baru, demo yang menolak aturan baru atau apapun yang menjadi topik tulisan. Terkadang kita juga ikut panik saat kita membaca novel yang bercerita tentang seseorang yang mengemudikan mobil, tetapi ….remnya blong. Rasa senang, susah, cemas, marah juga bisa saja muncul, saat diriku tetiba larut dengan gaya penulisan penulis.
Membaca apapun, bagiku merupakan kegiatan yang menghibur. Terutama saat diriku jauh dari orang tua. Diriku ketemu orang tua paling hanya saat lebaran saja…yah…satu tahun sekali. Saat itu belum ada fasilitas vicon seperti saat ini. Surat saja dibacanya paling cepat 3 hari dari saat kutulis. Kalau melihat anak sekarang yang “mondok” betapa santainya mereka sekarang. Kangen tinggal pinjam telepon musyrif, dana habis mereka telepon..dulu wadhuh…boro boro telepon. Yah “ kata para Ulama tiap jaman punya tantangannya sendiri sendiri” gak usah cemburu dengan anak anak kita. Oh I ya….waktu itu kalua kita lagi kangen gitu..ya membaca lah yang kuperbanyak…baca apa saja, muai dari yang wajib…Al Qur an tentu saja….sampai bacaan yang tidak perlu….”missal nemu sobekan koran atau nilai hasil ulangan…dari bekas pembungkus makanan”.
Pada saat ini, ternyata hasil hobbyku dulu memberi manfaat yang sangat banyak bagi diriku dan keluargaku. Apa saja sih manfaatnya? “tentunya banyak yang kulupakan apa saja manfaat dari kebiasaan membaca, tetapi boleh lah aku sebut beberapa yang aku ingat. Misal: sholat, isi pengucapan sholat aku dapat saat aku pertama kali dapat membaca dan dikenalkan oleh orangtuaku, isi bacaan sholat adalah hasil jerih payahku saat kecil dulu…berawal dari keterampilan membaca, kemudian menghafalkan, menerapkan pada kegiatan sholatku, dan selanjutnya mulai memaknai hafalanku sehingga sholatku sekarang mudah mudahan berbeda apabila dibandingkan dengan sholatku saat masih kecil dulu.
Contoh yang lain, banyak sekali permasalahan permasalah yang muncul, tertanya tak dapat diselesaikan dengan mudah saat aku mulai kembali membaca (tentu saja bacaan yang terkait dengan permasalahan yang sedang kuhadapi) kemudian menemukan solusi yang ternyata dapat diterima oleh banyak pihak. Dan tentu saja dengan munculnya pandemic saat ini, kegiatan utamaku muncul Kembali…yaitu membaca “lah bekerja dari rumah je”. Jadi logis kan jika membaca adalah kegiatan utama.
Ada satu barokah utama dari efek pandemic saat ini, yaitu semakin meningkatnya ketelitian dan ke-hati hati-an seluruh lapisan masyarakat. Hal ini tentu saja juga menunjukkan meningkatnya keterampilan membaca masyarakat. Keterampilan membaca itu meliputi pada kegiatan membaca, memahami, mengikuti prosedur dan tentu saja berusaha bertahan hidup. Pengertian bertahan hidup yang kumaksud adalah upaya supaya tidak tertular “covid”. Tentu saja. Bagi diriku, agaknya “Allah” sengaja menurunkan pandemic ini supaya kita semua belajar bareng bareng, kita “iqra” lagi dari awal…Bahasa milenialnya “kita reset” cara hidup kita dari awal….hanya sampai kapan kita sholat berjamaah dengan jarak 1 meteran ya?
Oh iya lupa. Walaupun aku hobby membaca, tetapi diriku bukanlah orang yang mempunyai hobby menulis. Memilih tema bukanlah hal yang mudah, apalagi alur menulis dan gaya menulis itu merupakan hal yang “ribet” agaknya. Seperti saat ini, aku juga bingung ini mau menulis apa? Jujur untuk menulis ini saya hanya bermodal Bismillah. Betapa tidak, beberapa hari yang lalu saya mendapat ajakan dari seorang ”guru” untuk menulis tentang santri dan literasi. menurut saya saat itu, Wah tema bagus ini, selama ini sebuah pondok pesantren terkenal dengan berkembangnya tingkat literasi para santri.
Mengapa santri, tentu saja karena tanggal 22 Oktober telah ditetapkan sebagai hari santri. Tentu saja tidak ada salahnya toh jika pada hari ini kita buat ulasan tentang santri. Sebenarnya siapa saja ya, yang masuk dalam ranah santri. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), kata “santri” setidaknya mengandung dua makna. Arti pertama adalah orang yang mendalami agama Islam, dan pemaknaan kedua adalah orang yang beribadah dengan sungguh-sungguh atau orang yang saleh. Walaupun pada praktik nya saat ini terjadi perluasan makna “santri”. Sekarang santri lebih diartikan sebagai orang yang sedang menuntut ilmu. Memang ilmu agama masih menjadi focus belajar mereka, tetapi belajar ilmu lainnya yang sejalan juga mereka pelajari, misal ilmu Bertani, ilmu tukang, ilmu manajemen, atau ilmu apapun yang menraik perhatian para santri. Semua tersedia, minimal dalam perpustakaan.
Sebagaimana kita ketahui, pondok pesantren merupakan basis literasi sejak awal tanah air tercinta ini berdiri. Santri sejak dahulu terkenal dengan tingginya keterampilan literasi mereka. Betapa tidak, al qur an 30 Juzz banyak santri yang sudah hafal, lengkap dengan pemaknaannya. Selain itu, santri terkenal sebagai figure yang selalu dapat menyesuaikan diri dengan lingkungan sekitar, mulai berdagang, tukang, penulis, politisi dan bahkan dapat dikatakan bahwa santri dari Republik tercinta ini sudah tersebar di seluruh penjuru dunia. Bukankah hal ini menunjukkan betapa tingginya keterampilan literasi mereka.
Kalau kita runut, sejak kapan ya keterampilan santri kita sedemikian rendahnya. Mari kita telusuri pada perubahan yang terjadi pada proses pembelajaran di Indonesia ini.
Sebelumnya saya memohon maaf yang sebesar besarnya kepada para guru di tanah air, karena saya tahu betul betapa “riweuh” nya para guru dalam melaksanakan proses pembelajaran. Baik itu pembelajaran saat kondisi normal, apalagi pada kondisi seperti saat ini…pandemic, dimana hampir seluruh siswa belajar dari rumah. Selama ini guru mengajar secara umum akan menggunakan “kapur dan tutur” sebagai media dan strategi utama saat melakukan proses pembelajaran. Kemudian masuklah ide “empiris”, pada tataran ini, guru diajak untuk menganalisis tentang “konten” apa saja yang harus dikuasai oleh santri. Proses transfer inilah yang kemudian dipersingkat lagi strateginya. Bagaimana dapat terjadi proses singkat “dalam istilah kelistrikan akan dinamakan korsleting, atau hubungan pendek” ?
Proses hubungan singkat, tentu saja dapat terjadi karena guru melihat. guru bahwa hasil akhir dari satu proses pembelajaran akan dilihat bagaimana nilai hasil belajar siswa diperoleh. Nah hasil akhir inilah yang kemudian memunculkan konsep belajar menggunakan LKS. LKS ini tentu saja dibuat oleh beragam guru. Guru berangsur angsur sibuk melatih para santri untuk dapat menjawab soal dengan baik. Proses by pass dilakukan oleh Sebagian guru. Mereka melatih santri untuk dapat menjawab soal, dengan memberi banyak soal. Bukankah kalau santri berlatih mengerjakan 1000 soal, maka santri pasti akan lebih siap dalam menjawab barang 50 butir soal ujian. Wal hasil, usaha guru ini berangsur angsur sukses, dan mendapat pujian dari banyak pihak. Tetapi, proses ini terwujud dengan memadamkan semangat literasi guru, dengan mematikan keterampilan literasi santri.
Sepertinya, kita semua lupa, bahwa bukan nilai yang seharusnya kita kejar, melainkan keterampilan seperti apa yang membuat penerus generasi negeri ini, pada masa tetap dapat bertahan, kalau mungkin Berjaya.
Gambar. Foto keasyikan siswa sedang belajar menghafal Al Qur an
Pada akhirnya, marilah guru, kita gali kembali keterampilan kita bersama. Kita besarkan kembali semangat berliterasi kita, supaya terjadi proses regenerasi literasi. Sebagaimana kita ketahui bersama, bahwa semangat berliterasi guru dapat mengimbas kepada para santri. Guru bersemangat, maka literasi santri pun akan tumbuh Kembali.
Guru, sebagai penyegar, mungkin perlu kita segarkan lagi konsep literasi yang sudah lama kita lupakan tersebut. Pengertian literasi saat ini, adalah seperangkat keterampilan, terutama keterampilan pada kegiatan membaca dan menulis.kemudian keterampilan tersebut terikat pada konteks terkait pada konten dan siapa yang memahami konten tersebut (menurut UNESCO). Dengan kata lain literasi mempunyai manfaat untuk banyak hal, terkait dengan kebutuhan kecakapan hidup di abad ini.
Benarlah kata pepatah “barang siapa menguasai literasi, maka dunia berada dalam genggaman tangannya. Dan santri saya ucapkan selamat hari Santri, semoga sehat selalu ditengah pandemic ini. Dan jangan padam semangat kita bersama selama menuntut ilmu.
Daftar rujukan
Nurul Hidayati. 2020. Selamat Hari Santri Nasional 2020! Berikut Contoh Ucapan dan Kata-Kata yang Bisa Dibagikan. https://portaljember.pikiran-rakyat.com/nasional/pr-16857900/