KUGAPAI LANGIT DI ATAS MANGGARAI
Oleh: Dr. Mampuono (Tali Bambuapus Giri)
Kuhela nafas, kududukkan tubuh letihku
Padanya aku bertumpu
Menapaki satu-persatu, anak tangga kayu itu
Tinggi menjulang, menyentuh awan
Tegaknya tak tergoyahkan
Kulangkahkan kaki di ujung pasir putih
Terseok, melukis bekas
Tapak yang tergambar jelas
Namun sebentar luruh
Jilatan lidah sebening kristal
Pahatan buih seputih kapas
Menghapusnya lekas-lekas
Ada apa di atas sana?
Kepalaku terdongak
Pada langit batinku bertanya
Atau pada elang kepala putih,
yang mangambang di langit
Tapi tampaknya ia curiga
Dengan ujung sepatu but bersaput pasir
Kusentuh anak tangga pertama
Hati-hati,
Aku berhitung sejak detik itu
Mencatat dengan teliti
Setiap anak tangga yang kulalui
Jumlah anak tangga adalah pelengkap cerita
Memberi gambaran kepada mereka
Yang bertanya, jauh-jauh aku pergi untuk apa
Pada perjuanganku hingga di sini
Yang tak sia-sia
Setinggi apa tangga yang kunaiki
Sebesar itu pula kualirkan energi
Bermandi peluh
Dalam intaian elang kepala putih yang curiga
Terbang melingkar di atas jauh
Ratusan anak tangga kuatasi di Batu Cave Selangor
Tidaklah sebanding
Mencapai puncak tebing menjulang ini
Demi menggapai langit di atas Manggarai
Kini kutatap pemandangan
Dari ketinggian Wacicu Eden Beach
Labuhan Bajo adalah hamparan permata
Bertabur pasir putih
Dan birunya laut sebening kristal
Dan aku tahu,
Perjuangan yang kulalui tak sia-sia.
(Kumpulan puisi muhibah Menemu Baling di Indonesia Timur)
***
SEMALAM DI WACICU EDEN BEACH
Oleh: Dr. Mampuono (Tali Bambuapus Giri)
Di tebing tinggi
Puncak-puncak lontar berhias
Membentang savana dan cadas
Padanya pepohonan bergantung
Merambat dan melengkung, alami
Adalah kekayaan surgawi
Berpadu gagasan unggul
Berhias akal dan budi
Ijuk, rotan, bambu, dan kayu
Kini menjadi hiasan penyejuk hati
Ruang-ruang laksana kamar pengantin
Bersanding di ketinggian
Pengukir kenangan setiap insan
Seperti kemegahan karya
Kaum Ad dan Tsamud
Bukit-bukit cadas berornamen hunian bertingkat
Wacicu Eden Beach memesona
Cottage-cottage beratap ijuk, indah
Bersusun, bertopang tangga-tangga menjulang
Menempel, melekat pada dinding tinggi
Dalam arsitektural suku Manggarai
Menatap matahari di langit barat
Kuteguk sisa cappuccinoku
Laut makin cemerlang dengan irama debur di kejauhan
Matahari yang condong, tegas menyamakan
Bayang-bayang dengan benda yang tertimpa cahaya
Lalu perlahan melampaui
Sampai kegelapan menggantikan
Bayang-bayang pulau Kukusan
Berdiri gagah di hadapan
Perlahan menghilang
Yang tinggal adalah cahaya kecil
Lampu badai nelayan di ujung buritan
Melintas ketika aku menghabiskan malam
Mencari rejeki yang barangkali adalah haknya
Semalam di Wacicu Eden beach
Adalah momen tak terlupa
Tempat berlabuh di ujung dunia
Mencari ketenangan dan kedamaian
Menyatu dengan alam
Merasakan keajaiban
(Kumpulan puisi muhibah Menemu Baling di Indonesia Timur)
***
DESKRIPSI PUISI
DESKRIPSI PUISI “KUGAPAI LANGIT DI ATAS MANGGARAI”
Dalam puisi ini, pengarang menceritakan perjuangannya untuk mencapai puncak tebing yang sangat tinggi di Manggarai. Ia mengambil napas dalam-dalam sejenak untuk mengistirahatkan tubuhnya sebelum mulai menaiki tangga kayu yang membawa ke puncak. Puncak tebing tersebut sangat tinggi sehingga tampak menyentuh awan dan tidak bisa digoyahkan.
Saat pengarang berjalan di sepanjang tepi pantai yang berpasir putih, ia terkadang tersandung dan meninggalkan bekas tapak di pasir, namun bekas tapak tersebut segera hilang karena dicuci oleh air laut yang jernih seperti kristal dan dihiasi dengan pahatan buih seputih kapas. Pengarang bertanya-tanya apa yang ada di atas puncak tebing tersebut, namun ia hanya mendengar suara elang kepala putih yang terbang di langit dan tampaknya curiga.
Pengarang dengan hati-hati menapaki tangga kayu tersebut dan menghitung setiap anak tangga yang ia lalui. Jumlah anak tangga tersebut memberi gambaran tentang perjuangannya dan menjelaskan mengapa ia pergi jauh untuk mencapai tempat ini. Pengarang merasa bahwa perjuangannya tidak sia-sia dan merasa terpenuhi setelah sampai di puncak.
Pengarang mencatat bahwa ia memerlukan banyak energi dan berkeringat untuk menaiki tangga tersebut dibawah pandangan elang kepala putih yang mencurigakan. Ia mengatakan bahwa ia telah menaklukkan ratusan anak tangga di Batu Cave Selangor, tetapi pencapaiannya itu tidak sebanding dengan mencapai puncak tebing di Manggarai untuk menggapai langit di atasnya.
Akhirnya, pengarang menggambarkan pemandangan yang indah dari puncak tebing tersebut dan merasakan bahwa perjuangannya tidak sia-sia. Ia melihat Labuhan Bajo sebagai hamparan permata dengan pasir putih dan laut biru yang sejernih kristal.
DESKRIPSI PUISI “SEMALAM DI WACICU EDEN BEACH”
Puisi “Semalam di Wacicu Eden Beach” menggambarkan pengalaman pengarang saat berada di tempat yang indah dan menenangkan, yaitu Wacicu Eden Beach. Pengarang menggambarkan dengan detail keindahan alam di sekitar tempat tersebut, seperti tebing tinggi, puncak lontar yang berhias, savana, cadas, pepohonan, dan laut yang sebening kristal.
Pengarang juga menggambarkan keindahan cottage-cottage beratap ijuk hitam yang terukir indah dan ditopang tangga-tangga menjulang, serta kelembutan dan keelokan dalam arsitektur suku Manggarai.
Pengarang menikmati keindahan matahari yang semakin condong, meneguk sisa cappuccino, dan menatap laut semakin cemerlang dengan irama debur di kejauhan. Ia juga menggambarkan momen ketika matahari mulai tenggelam dan bayang-bayang pulau Kukusan yang berdiri gagah di hadapan mulai menghilang, digantikan oleh cahaya kecil dari lampu badai nelayan di ujung buritan.
Pengarang menutup puisinya dengan menyebut momen tersebut sebagai momen tak terlupa, di mana ia mencari ketenangan dan kedamaian, menyatu dengan alam, dan merasakan keajaiban. Keseluruhan puisi ini menggambarkan keindahan alam yang luar biasa dan pengalaman yang membawa kedamaian dan keajaiban bagi pengarang.