Jakarta, LPMP Jateng – Saat ini beredar empat miskonsepsi mengenai isu klaster pada Pembelajaran Tatap Muka (PTM). Hal tersebut disampaikan oleh Jumeri, mewakili Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Kemdikbudristek), Jumat (24/09/2021), saat menanggapi berita tentang isu klaster Covid-19 yang beredar di masyarakat.
Yang pertama terjadi miskonsepsi tentang angka 2,8% satuan Pendidikan yang dianggap klaster. Angka tersebut, menurut Jumeri, adalah data laporan satuan Pendidikan yang warganya pernah terkonfirmasi covid-19. Artinya, “(justru –red) lebih dari 97% satuan pendidikan melaporkan tidak memiliki warga sekolah yang pernah tertular Covid-19,” tegas Direktur Jenderal Pendidikan Anak Usia Dini, Pendidikan Dasar, dan Pendidikan Menengah (PAUD Dikdasmen) ini di Jakarta.
Yang kedua, laporan di atas diperoleh dari 46.500 satuan Pendidikan yang mengisi survey dari Kemdikbudristek. “Satuan pendidikan tersebut ada yang sudah melaksanakan PTM Terbatas dan ada juga yang belum,” kata Jumeri. Dengan kata lain belum tentu penularan covid-19 yang diisukan tersebut terjadi di satuan Pendidikan.
Miskonsepsi ketiga, Jumeri menjelaskan, angka 2,8% satuan pendidikan yang diberitakan itu bukanlah laporan dalam kurun waktu satu bulan terakhir, melainkan akumulasi laporan sejak tahun 2020. “Itu bukan berdasarkan laporan satu bulan terakhir, tetapi 14 bulan terakhir sejak bulan Juli 2020,” ungkapnya.
Keempat, isu tentang 15.000 (lima belas ribu) siswa dan 7.000 (tujuh ribu) guru positif Covid-19 berasal dari laporan yang disampaikan oleh 46.500 satuan pendidikan yang belum diverifikasi dan masih ditemukan kesalahan. “Misalnya, kesalahan input data yang dilakukan satuan pendidikan seperti laporan jumlah guru dan siswa positif Covid-19 lebih besar daripada jumlah total guru dan siswa pada satuan pendidikan tersebut,” jelas Dirjen PAUD Dikdasmen.
Sebagai solusi ke depan, sebagaimana dirilis oleh portal https://www.kemdikbud.go.id/, saat ini Kemendikbudristek sedang mengembangkan sistem pelaporan yang memudahkan verifikasi data. “Dikarenakan keterbatasan akurasi data laporan dari satuan pendidikan, saat ini Kemendikbudristek dan Kemenkes sedang melakukan uji coba sistem pendataan baru dengan aplikasi PeduliLindungi,” tambah Jumeri.
Kemendikbudristek juga selalu berkoordinasi dengan pemerintah daerah untuk melakukan pengawasan dan pemantauan dinamika sekolah yang melaksanakan PTM Terbatas. Anak-anak juga bisa tetap belajar dari rumah jika orangtua belum yakin dan belum memberikan izin untuk mengikuti PTM Terbatas, serta tidak ada proses menghukum dan diskriminasi bagi anak-anak yang belajar dari rumah.
“Kolaborasi yang efektif antara guru, kepala sekolah, komite sekolah, dan pengawas sekolah, serta orangtua sangat diharapkan untuk menyukseskan penerapan PTM terbatas,” pungkas Jumeri.
– Disari dari https://www.kemdikbud.go.id/