Oleh: Dr. Mampuono (Tali Bambuapus Giri)
Di sebuah hutan terpencil, hiduplah seekor kelinci dengan sangat bahagia. Kelinci ini adalah binatang spiritual yang diturunkan dari negeri dewata. Para penghuni langit memberinya nama Ciputat. Ciputat tidak tahu mengapa ia diberi nama yang seperti nama tempat di ibukota itu. Teman-temannya mengatakan bahwa nama itu cocok jika menjadi akronim dari kelinci putih yang dahsyat. Karena keren, Ciputat pun setuju-setuju saja.
Ciputat memilih hidup di planet bumi karena ingin mempelajari kebijaksanaan hidup di dunia. Sebuah kehidupan penuh dengan makna yang tidak terlepas dari susah dan derita. Namun, jika kebijaksanaan sudah dimiliki maka siapapun akan dapat hidup dengan tentram dan bahagia.
Ciputat sangat mensyukuri karunia Tuhan karena ia hidup di dalam hutan yang tenteram dan dikelilingi oleh tumbuhan dan binatang yang melindunginya dari bahaya. Ia sangat senang bermain-main dengan tumbuhan dan binatang-binatang di sekitarnya.
Suatu hari, ketika Ciputat sedang beristirahat di bawah pohon yang rimbun, tiba-tiba ia terkejut oleh suara kepakan burung-burung yang terbang menjauh. Terdengar juga teriakan ketakutan dari binatang-binatang kecil yang ada di sekitarnya. Binatang-binatang itu berlarian panik untuk menyelamatkan diri.
Penasaran, Ciputat mengintip dari balik pohon tempatnya berteduh. Betapa terkejutnya kelinci itu. Ternyata ia melihat benda seperti tujuh bukit batu yang bergerak beriringan. Debu tebal tampak mengepul di angkasa karena pergerakan mereka.
“Awas! Ada tujuh kura-kura raksasa menyerbu!”
Terdengar burung gagak yang biasa bersarang di atas pohon di bukit seberang terbang terburu-buru ke arah selatan sambil berteriak-teriak. Berita itu segera tersebar ke sekeliling tempat Ciputat berada.
Mendengar teriakan burung gagak itu Ciputat menegakkan telinga sambil menajamkan pandangan matanya. Rupanya apa yang ia lihat sebagai bukit adalah kura-kura raksasa yang sedang berjalan dari kejauhan. Mereka semua jumlahnya tujuh ekor. Cangkang mereka yang sangat besar dan berwarna hijau kehitaman tampak berkilat memantulkan cahaya matahari sore di hutan itu.
Terlihat pohon-pohon besar tempat kura-kura raksasa itu lewat rusak tergilas oleh telapak kaki tangan mereka. Pohon-pohon itu tumbang dan patah berserakan. Dahan dan rantingnya hancur serta daunnya berhamburan. Selain cakar atau kukunya yang runcing, kura-kura raksasa memiliki kulit yang sangat keras dan tajam. Mereka bisa mengiris dan meremukkan pohon-pohon tidak hanya dengan cakar mereka tetapi juga dengan cangkang mereka. Akibatnya, pohon-pohon yang ada di sekitar tempat mereka bergerak mengalami kerusakan parah.
Ciputat sangat terkejut melihat ukuran mereka yang super besar namun gerakannya sungguh cekatan di luar nalar. Ketujuh kura-kura raksasa itu penampilannya terlihat sangat mengerikan di usia mereka yang mungkin sudah ratusan tahun itu. Langkah-langkah kaki tangan mereka berdebum, menggetarkan tanah di sekitarnya. Pergesekan antar cangkang mereka dengan pohon juga menimbulkan suara bising yang menggiriskan dan menciutkan hati yang mendengarnya.
Kura-kura itu meraung menggelegar dan bergerak merangsek semakin dekat ke arahnya. Ngeri melihat kejadian itu Ciputat akhirnya memutuskan untuk mengambil langkah seribu. Tetapi, tujuh kura-kura raksasa itu ternyata bergerak mengikutinya. Mereka berlari sangat cepat dan Ciputat nyaris tidak bisa menghindari sergapan mereka. Ternyata ia adalah sasaran kedatangan mereka.
“Hai Kelinci. Berikan mutiara ilahi yang kamu miliki. Kalau tidak, hutan ini akan kami hancurkan,”
Terdengar ancaman mengerikan dari kura-kura yang paling besar. Mereka berusaha untuk mengepung Ciputat dan mencegat dari segala arah. Posisi Ciputat benar-benar di ujung tanduk. Ia terjebak di tengah-tengah, di antara tujuh kura-kura raksasa yang bergerak cepat membentuk formasi tertentu.
“Formasi Tujuh Bintang!” teriak kura-kura raksasa paling besar sekali lagi.
Tiba-tiba terlihat sinar warna kehijauan dari mulut masing-masing kura-kura raksasa. Rupanya itu adalah energi spiritual yang mereka kerahkan. Tampak cahaya tersebut saling bertemu dan membentuk ornamen transparan yang melingkar di langit. Ornamen berwarna hijau dengan lingkaran berlapis lapis dan bentuk-bentuk geometris rumit itu kemudian memancarkan cahaya ke bawah dan membentuk dinding tembus pandang berwarna kehijauan dengan diameter 10 meter. Dinding transparan yang kokoh tak tertembus itu secepat kilat mengelilingi Ciputat.
Ciputat terkejut dan panik saat melihat serangan energi spiritual yang begitu dahsyat tiba-tiba memerangkapnya. Formasi tersebut ternyata memberikan tekanan gravitasi yang sangat besar sehingga Ciputat hampir tidak bisa bergerak. Untunglah ia teringat memiliki sebuah benda pusaka yang menjadi salah satu bekalnya turun ke dunia. Itu adalah gulungan kulit binatang Ilahi bernama Kanebio yang ia peroleh dari Klan Naga.
Dengan sekuat tenaga Ciputat mengeluarkan gulungan kulit tersebut. Tiba-tiba muncul cahaya putih sangat terang mengalahkan cahaya hijau yang mengelilinginya. Ternyata efeknya Ciputat bisa menerobos formasi jebakan dan terpental pada jarak 500 meter dengan selamat.
Ciputat segera berlari ke sebuah tempat yang aman. Di sana, ia bertemu dengan seekor monyet abu-abu dengan ekor berbentuk ular yang berdiri di pohon yang tinggi. Monyet itu berukuran besar, membawa tongkat emas dan memakai mahkota. Namanya Hanman Si Kera Sakti. Hanman adalah penjaga hutan yang kuat dan selalu membela kebenaran.
‘Hai Ciputat. Tujuh kura-kura raksasa itu jahat. Mereka suka mencuri makanan dan barang-barang berharga dari binatang-binatang di hutan. Bahkan tak segan-segan menganiaya dan membahayakan hidup yang lain,” kata monyet itu memberi tahu Ciputat
Ciputat pun berpikir keras bagaimana caranya untuk mengusir tujuh kura-kura raksasa itu. Akhirnya, ia punya ide. Ia berpikir bahwa mereka harus dipaksa melakukan sesuatu yang berat dan mengabiskan energi spiritual mereka sehingga mereka menyerah. Ini biar menjadi pelajaran bagi mereka agar tidak semena-mena merampas milik orang.
Ciputat lalu mengajak Hanman untuk bekerja sama. Dengan tongkat saktinya Hanman membantu Ciputat yang memanfaatkan mutiara ilahi miliknya. Mereka mengumpulkan semua batu-batu dari fosil binatang purba dewata yang mereka temukan. Dengan menggabungkan kekuatan tongkat emas Hanman dan mutiara ilahi miliknya batu batu fosil dari seluruh hutan berterbangan menuju tempat mereka. Suara berdebum terdengar terdengar ketika batu-batu itu berjatuhan. Dengan sekali dorong mereka meletakkan batu-batu fosil itu menjadi semacam benteng di jalan yang akan dilalui oleh kura-kura.
Saat tujuh kura-kura raksasa itu sampai di tempat batu-batu itu, mereka mau tak mau harus mengangkat semua batu-batu itu. Sayangnya energi mereka justru terserap kedalam batu. Semakin mereka berusaha semakin berat mereka melakukannya.
Ciputat dan Hanman melihat dengan puas ketika tujuh kura-kura itu mengulurkan lengannya untuk mengangkat batu-batu itu namun selalu gagal. Bahkan dengan sekali hentakan kaki Hanman tiba-tiba berubah menjadi raksasa. Tongkat emas di tangan kanannya menjulang setinggi langit.
Ketika tongkat itu diputarnya menjadi baling-baling di atas kepala, terdengar suara berdengung dan muncul angin puting beliung berwarna keemasan yang menderu. Dengan sekali pukul, putaran angin yang bertiup sangat dahsyat itu menghantam dengan tanpa ampun. Terdengar suara menggelegar di angkasa raya. Akibatnya sungguh luar biasa. Tubuh tujuh kura-kura raksasa itu terlempar ke udara seolah tanpa bobot, lalu jatuh sekeras-kerasnya menghantam apa saja yang ada di bawahnya. Benturan keras antara cangkang, batu gunung dan pohon-pohon besar membuat para kura-kura raksasa itu menjerit setinggi langit. Tubuh-tubuh itu bergulingan tak berdaya.
Kalian memang harus dihukum agar jera. Rasakan hukuman dari langit ini, ” monyet raksasa bermahkota dengan tongkat emasnya berteriak menggelegar. Suara itu seperti datang dari seluruh penjuru langit. Perwujudan monyet raksasa yang sedang marah beserta tongkat emasnya yang dikelilingi sambaran-sambaran kilat membuat ciut nyali para kura-kura raksasa yang semula sombong dan semena-mena.
Langit tiba-tiba gelap gulita. Sesaat kemudian muncul pusaran awan raksasa diikuti cahaya kilat dan suara guntur menggelegar berulang-ulang. Di saat yang sama tiba-tiba bermunculan rantai-rantai raksasa berwarna merah membara yang menjulur dari langit dengan suara mendesing. Rantai-rantai itu secepat kilat membelit dan mengikat keempat kaki tangan serta leher masing-masing kura-kura raksasa. Tubuh mereka terangkat di udara dan terombang-ambing lumpuh tak berdaya.
Mereka mengerang kesakitan, menangis dan meraung-raung memohon ampun, seperti anak kecil.
“Ampun monyet raksasa. Kami kapok. Lepaskan kami dari rantai yang menyiksa ini…. Uhuuhuhu… “
Sambil bersedu-sedan mereka berjanji untuk menghentikan perbuatan jahatnya dan tidak akan mengulangi lagi sampai mati. Namun monyet raksasa tidak percaya begitu saja. Mereka bertujuh digantung di udara dalam kondisi terlilit kaki tangan dan leher mereka. Rantai gaib itu semakin mengikat erat dan memberikan efek membakar dan seperti disengat listrik ribuan wattt. Jeritan dan rintihan dari mulut-mulut yang semula sering berteriak memaki dan menghardik itu terdengar pilu.
Melihat hal tersebut Ciputat merasa kasihan. ia meminta Hanmam melepaskan mereka. Hanman masih berbelas kasihan dan berjanji pada Ciputat untuk melepaskan para kura-kura itu dengan syarat yang membuat jera.
Sebagai hukumannya, tubuh mereka dikembalikan sebagai kura-kura biasa dan energi spiritualnya dihilangkan sama sekali. Mereka akan membutuhkan jangka waktu yang lama, mungkin berpuluh atau beratus tahun, untuk kembali menjadi kura-kura raksasa dengan kekuatan energi spiritualnya sebagaimana sebelumnya.
Tubuh monyet raksasa sudah kembali seperti semula. Dengan panjang lebar Hanman menasehati tujuh kura-kura raksasa yang kini hanya berukuran biasa. Rona penyesalan menghiasi wajah-wajah mereka. Namun apa mau dikata, nasi sudah menjadi bubur. Pada akhirnya mereka yang datang dengan pongah dan jumawa dengan tertunduk malu pergi meninggalkan hutan. Semua pandangan mata seisi hutan mencemooh mereka.
Ciputat dan Hanman akhirnya bisa berpisah dengan senyum di wajah. Kelinci itu bersyukur bahwa ia dengan bantuan dari Hanman bisa menyelamatkan dirinya dan hutan dari angkara murka tujuh kura-kura raksasa.
Moral dari cerita ini adalah bahwa kekuatan tidak selalu datang dari ukuran fisik, tetapi juga dari kekuatan pikiran, moralitas, dan kerja keras. Siapa yang berbuat baik untuk menolong akan ditolong. Siapa yang berbuat jahat dan semena-mena pada akhirnya akan kena batunya dan berakhir sengsara.
(Ditulis dengan strategi Tali Bambuapus Giri (Implementasi Literasi Produktif Bersama dalam Pembuatan Pustaka Digital Mandiri) berbasis AI di The Sunan Hotel Solo kamar 2064, Kamis,16 Februari 2023, dari pukul 20.00-21.00WIB).