Published On: 7 December 2023Categories: Berita, Berita Daerah, Headline

Foto: 2 Narasumber dari  BPMP Jateng, Natalia Dewi Mumpuni, S.Psi., M.Pd
Erni Hendriaty, S.Sos,. M.Si menjelaskan secara bergantian terkait penanganan, pencegahan kekerasan satuan pendidikan.

Magelang – – Kegiatan Orientasi Teknis (Ortek) Satuan Petugas (Satgas) dan Tim Pencegahan Penanganan Kekerasan di Satuan Pendidikan pada hari Kamis (7/12/2023). di SMPN 2 Martoyudan berlangsung interaktif dan penuh kegembiraan

Dua Nara sumber, Erni Herdiaty dan Natalia Mumpuni membawakan materi yang melibatkan para peserta yang berasal dari Kepala Sekolah dan BK dari 8 sekolah di Kabupaten Magelang.

Erni menyampaikan bahwa Konvensi PBB tentang Hak-Hak Anak (UNCRC) mendefinisikan anak sebagai individu di bawah usia 18 tahun. Namun, kekerasan terhadap anak merupakan isu kompleks yang sering kali tidak sesuai dengan keyakinan kita.

“Terkadang, orangtua atau individu yang bekerja untuk institusi berbasis agama pun dapat melakukan kekerasan terhadap anak. Pelecehan dan penelantaran anak juga termasuk dalam bentuk penganiayaan anak”. Ungkapnya.

Erni juga menjelaskan dalam konteks ini, dampak kekerasan terhadap anak dapat dikategorikan menjadi dampak fisik, psikis, sosial, perkembangan, dan ekonomi.

“Setiap dampak ini memiliki implikasi yang signifikan pada kesehatan, perkembangan, dan martabat anak”. Jelasnya lagi.

Ia menambahkan pendapat mengenai kekerasan terhadap anak bersifat subyektif karena dipengaruhi oleh pengalaman pribadi, nilai-nilai, dan sikap yang dimiliki individu.

“Sulit untuk mendefinisikan kekerasan terhadap anak secara universal karena perbedaan agama, budaya, sosial, politik, hukum, dan ekonomi antar negara”. Tambahnya.

Narasumber lainnya, Natalia, menekankan bahwa semua institusi memiliki tanggung jawab untuk melindungi anak dan harus berupaya semaksimal mungkin untuk menjaga keamanan mereka. Namun, masih terdapat kesenjangan dalam upaya perlindungan anak yang dapat menempatkan mereka dalam risiko.

“Misalnya, pelaku kekerasan dapat menyusup ke institusi atau institusi tidak menyediakan mekanisme pelaporan yang ramah anak”. Ungkapnya.

Uniq, panggilan akrabnya, menyoroti hambatan yang dihadapi anak-anak dalam mengatasi kekerasan terhadap mereka. Banyak anak tidak memiliki seseorang untuk diajak bicara mengenai pelecehan yang mereka alami, dan seringkali tidak mendapatkan respon atau bantuan yang memadai saat mereka melaporkan kekerasan yang dialami.

“Kebijakan dan prosedur perlindungan anak yang disusun oleh institusi dapat membantu mengatasi hambatan-hambatan ini”. Ungkapnya lagi.

Uniq mengatakan, satuan pendidikan juga memiliki tanggung jawab untuk melindungi anak dan mencegah terjadinya kekerasan. Kebijakan dan prosedur yang jelas perlu diterapkan, serta pembekalan kepada para pendidik untuk memahami tanggung jawab mereka.

“Identifikasi dan penilaian risiko secara berkala juga penting untuk mengambil tindakan mitigasi yang tepat”. Tambahnya.

Ia menambahkan, dalam upaya menjaga anak-anak dari kekerasan, kolaborasi dan kemitraan antara berbagai pihak juga diperlukan. ”

Semua individu yang bekerja dengan anak memiliki potensi untuk menimbulkan risiko bagi mereka, sehingga pemetaan risiko perlu dilakukan secara berkala”. Tambah Uniq dengan penuh semangat walau sesi di siang hari.

Dengan langkah-langkah perlindungan yang tepat dan kesadaran akan isu kekerasan terhadap anak, diharapkan dapat menciptakan lingkungan yang aman dan ramah anak. Pungkas Uniq