Oleh: Siti Lestari, Blora
Tanggal 21 April di Indonesia kita peringati sebagai hari Kartini. Mengulik sedikit tentang hari Kartini, sebenarnya tokoh Kartini merupakan tokoh perempuan inspiratif cerdas yang konon sebelum menikah, dia mendapatkan beasiswa belajar ke negeri Belanda. Kepiaweannya dalam berkomunikasi dengan bahasa Belanda membuat Kartini mendapat kesempatan belajar di Belanda oleh Jacques Henrij Abendanon, Direktur Departemen Pendidikan, Agama, dan Industri Hindia Belanda JH Abendanon. Tawaran beasiswa itu kemudian tidak diterima karena saat itu Kartini harus menjalani masa pingitan sebelum menikah dengan bupati Jepara. Pada ahirnya beasiswa yang harusnya dijalani tidak jadi diambil. Oleh dirinya Kartini meminta pihak Belanda untuk dialihkan kepada Agus Salim ( Orang Riau) yang tidak bisa melanjutkan sekolah. Permohonan Kartini untuk mengalihkan beasiswa ke Agus Salim pun ditolak oleh pihak Belanda.
Sosok Kartini yang menorehkan kenangan dengan bukunya yang berjudul ” Habis Gelap Terbitlah Terang” sebenarnya malah diawali dari kedekatannya dengan ulama kondang KH. Sholeh Darat saat acara ngaji di Demak (guru pamannya), Kartini secara detil mendengarkan dengan seksama ceramah Kyai Darat. Yang saat itu menterjemahkan makna surat Alfatehah. Banyak kekaguman Kartini tentang surat Alfatehah yang di terjemahkan oleh Kyai Soleh Darat. Karena Kartini tipe perempuan cerdas, lantas Kartini bertanya kepada Kyai Darat tentang mengapa kitab suci Al Qur’an tidak diterjemahkan saja seperti surat Alfatehah yang saat itu terjemahkan dengan huruf pegon supaya orang Belanda tidak bisa membaca kitab tersebut, tanya dia penasaran. Berangkat dari sinilah lantas Kyai Darat berhasil menterjemahkan Qur’an sampe juz 13 (surat Ibrohim) dengan huruf pegon atas permintaan Kartini yang lantas tafsir Al Quran tersebut di serahkan kepada Kartini sebagai kado pernikahan dengan Bupati Jepara. “Allah akan mengeluarkan mereka dari kegelapan” Kata itulah yang pada ahirnya melahirkan rangkaian kalimat habis gelap terbitlah terang.
Kitab Al-Qur’an terjemahan yang dihadiahkan kepada Kartini, oleh dia selalu dipelajari secara detil. Bahkan salah satu petikan ayat pun bisa dimaknai mendalam oleh Kartini. Jadi disini kita bisa tarik kesimpulan bahwa Kartini merupakan sosok santriwati Kyai Soleh Darat yang sangat cerdas hingga didalam dirinya memiliki jiwa revolusi yang sangat kuat untuk perempuan.
Peringatan hari Kartini yang identik dengan sanggul dan kebaya saat ini sudah tidak relevan dengan perkembangan zaman. Namun sah-sah saja kalau kita sebagai perempuan Indonesia ingin melestarikan budaya sanggul dan kebaya sebagai identitas Indonesia.
Keyakinannya pada ayat ” Minadh-Dhulumaati ilan Nuur yang ” berarti dari gelap kepada cahaya. Ayat ini jelas dari Quran surat Al Baqoroh 257.
Maksud dari ayat itu ketika dikorelasikan ke konteks saat ini , bisa dimaknai bahwa, perempuan saat ini belum mendapatkan posisi yang setara dengan laki-laki. Mengingat budaya yang mendominasi Indonesia adalah budaya patriarki.
Sayangnya publik sudah terlanjur memberikan label negatif terhadap dunia pesantren, gara-gara ulah oknum nakal, menjadikan image umat Islam jelek di mata dunia. Padahal sudah puluhan tahun Islam berkembang di Indonesia. Sehingga perjuangan nenek moyang kita untuk selalu berpegang teguh pada Qur’an dan hadist seolah sia-sia. Islam diturunkan sebagai teologi pembebasan bagi umatnya, apabila seluruh umat Islam berpegang teguh pada tafsir Al Quran dan Al Hadist , yang tentunya tidak mendiskreditkan perempuan. Lebih tepatnya Islam di Indonesia butuh generasi penerus Kartini yang berpihak pada ketidakadian yang selama ini menimpa perempuan. Sehingga korban yang selama ini diam, dengan adanya UU TPKS sudah berani terbuka, lebih-lebih langsung lapor ke pihak yang berwajib. Kekerasan sexual tidak hanya terjadi di Indonesia saja, di dunia internasional pun terjadi kekerasan sexual. Pada ahirnya karma sosial yang diharapkan masyarakat adalah menindak pelaku dengan hukuman seberat-beratnya sesuai UU yang ada di negara masing-masing.