Published On: 6 February 2023Categories: Cerpen

Kacer

Tirta Nursari

 

Seekor kacer memakan korban. Seorang lelaki terluka, seorang lagi meninggal. Seorang perempuan menjadi janda, dan 3 anak menjadi yatim….sebuah  perusahaan dirugikan puluhan juta. Ah, hanya karena seekor kacer… sederet manusia jadi korbannya… Kamukah salah satu diantaranya?

 

Burung mungil itu terbang rendah di antara dedahanan pohon pakel yang sedang berbunga lebat di samping rumah Pak Adnan. Cericitnya terdengar menggoda. Cuit..cericit cuit…hap…. Si hitam putih nan cantik itupun hinggap tepat di dahan, samping sangkar merah Pak Karyo. Semua orang menahan nafas, akankah si kacer melahap jengkerik seksi yang sengaja dipasang si pemilik sangkar? Ataukah dia lebih tergoda untuk menikmati umpan lain yang juga terpasang di sangkar-sangkar yang tiba-tiba saja bergelantungan?

Ya, Senin pagi di rumah Pak Adnan. Mestinya, kalau hari ini hari biasa, rumah dengan teras pendapa itu pastilah dalam kondisi yang tenang. Anak-anak berangkat sekolah. Bu Adnan lebih banyak berdiam di ruang kerjanya.  Tinggal Pak Adnan saja yang terbiasa berangkat kerja paling belakang. Tamu atau pengunjung taman baca dan rumah belajar hanya datang di atas jam 14.00 WIB, usai anak pulang sekolah.

Tapi pagi ini? Tak ada agenda yang tertulis di  papan pengumuman. Tapi sejak pukul 07.00 WIB, orang-orang sudah memenuhi sekitaran rumah Pak Adnan yang memang merangkap rumah belajar itu.  Mereka yang melintas di jalanan depan berkasak-kusuk, ada apakah gerangan?

Kehebohan itu rupanya dipicu ulah sekoci genit, atau orang biasa menyebutnya burung kacer. Burung itu  sudah  nangkring di dahan pohon pakel, samping rumah Pak Adnan, sejak matahari masih mengintip malu-malu. Burung itu, entah milik siapa. Itu tak penting. Yang penting,  para penggemar burung sangat tahu, kacer, alias burung sekoci, berharga mahal.  Kacer yang sudah ‘jadi’, alias sudah memiliki suara yang terlatih dan indah, ada di kisaran harga ratusan ribu rupiah. Belum lagi kalau langganan juara,  konon harganya bisa mencapai puluhan juta. Jadi, siapapun yang berhasil menangkap burung itu, pastilah sedang ketiban ndaru, mendapat keberuntungan. Siapa tak mau?

Burung kacer itu menggoda. Pecinta burung, tergoda dengan kecantikannya. Sementara para makelar dan pedagang mencium aroma rupiah.Burung itu tak bertuan! Tak peduli, meski si kacer datang di waktu yang tak tepat, pagi,  saat para lelaki seharusnya berjibaku demi bersuap nasi.

Mulanya hanya Roni, fotografer kantoran pecinta burung sejati, yang menyadari kehadiran burung mungil itu. Begitu mendengar cuitannya dan melihatnya nangkring di pohon pakel, lelaki yang sudah siap berangkat kerja itu langsung mematikan mesin mobilnya. Memilih memasang jangkrik untuk dijadikan umpan si burung kece.

“Saya pikir suara kacer itu milik sampean, ternyata bukan, to,” ujar Boy, orang pertama yang turut bergabung dalam perburuan.

Dua orang menghadang kacer. Ops, tidak, tiga orang memburu kacer. Okta, istri Boy ikut menjadi suporter. Berikutnya, Pak Adnan pun tak mau kalah. Perjanjian pun dibuat, ”Siapapun yang berhasil menangkap, harus menjualnya. Dan hasil penjualannya akan dibagi sesuai peran masing-masing.”

Ehm, itu perjanjian tak tertulis yang dirasa adil oleh tim beranggotakan 4 orang yang masih tetanggaan ini.

Lantas, strategi pun dibuat. Pak Adnan merelakan diri memegangi tumpukan kursi yang ditata sebagai tempat pijakan Roni. Ya, lelaki yang sudah melepas baju kerjanya itu mendapat tugas menggoda burung dengan jepitan berisi jangkrik. Boy, selain bertugas sebagai penyedia umpan dan sangkar burung, juga bertugas memberi instruksi kepada Roni.

Berburu kacer, tiga lelaki yang tinggal di rumah yang saling berhadapan ini terpaksa mangkir kerja. Sayang, meski sudah mati-matian, kacer itu belum tertangkap juga. Seolah menggoda, kacer malah terbang menjauh, hinggap di kabel. Jaraknyab tak lebih dari 10 meter dari paa pemburunya.

Orang-orang yang melintasi jalan dan melihat kesibukan 4 orang ini mulai memperhatikan dan menyadari aktivitas mereka.

Pagi yang mestinya sejuk pun mulai terasa memanas. Orang-orang mulai berdatangan. Kabar dari mulut ke mulut mulai menyebar. Cuitan netizen adalah broadcast gratisan yang sangat  ampuh. Maka dari empat menjadi lima, sepuluh, dan berpuluh…. Kebun yang mulai ditanami sayuran oleh Bu Adnan bersama kelompok tani rumah belajarnya mulai tak karuan bentuknya. Sangkar burung bergelantungan di mana-mana. Di pohon sengon, pohon jati, bahkan ada pula yang nekad mencantolkannya di kabel jaringan telpon. Aneka warna, aneka bentuk.

Tapi burung kacer malah semakin lincah terbang sembari menggoda genit, berpindah dari satu dahan ke dahan lainnya. Dari satu pohon ke pohon mahoni lainnya. Umpan-umpan dilahapnya, tanpa mau menyentuh sangkarnya.

Bu Adnan mulai tak nyaman. Orang-orang menyesaki kabun, dan seputar rumahnya. Ini sungguh mengganggu konsentrasinya. Merusak kebun yang baru saja disentuhnya, Dengan baik-baik, dia sudah berusaha mengusir para pemburu kacer untuk tidak berada di sekitar rumahnya. Namun pesona kacer itu ternyata jauh lebih sakti daripada rasa segan pada si empunya rumah.

Semakin siang, orang-orang justru semakin banyak. Pohon labu parang  yang sedang berbuah lebat rusak terinjak-injak.  Rimbunan empon-empon serupa lengkuas, jahe, kunyit sudah tak lagi berujud tanaman segar.  Ini sungguh menyebalkan.

Kacer imut masih juga menggoda. Suaranya seksi. Tingkahnya menggemaskan. Orang-orang mulai frustasi. Tak ada satu pun dari mereka yang berhasil menjebak si burung mungil..

 “Coba, umpannya dikasih pulut, biar dia tak bisa terbang lagi.”

Usul salah satu pemburu kacer. Yang lain mengiyakan. Beberapa orang bergerak mencari pohon nangka untuk sekedar mengerat kulitnya untuk mendapatkan lem alami yang ada di pohon berbuah manis itu. Pulut itu getah  nangka yang sangat kuat daya lekatnya.

Namun belum lagi pulut datang, si kacer terbang menjauh. Kali ini dia hinggap di pohon rambutan yang ada di seberang jalan. Orang-orang mulai ribut, ciut. Berebut cepat memindahkan sangkar burungnya ke lokasi terdekat si burung kacer. Pak Sumo tak kalah semangat berlari membawa sangkar. Sayang, dia tak hati-hati melintas jalan. Dan…braakkk… sebuah kendaraan yang dikendarai anak muda ugal-ugalan menyambarnya.

Si burung kacer memakan korban. Polisi berdatangan. Tak hanya mengurusi kecelakaan, tapi juga memperingatkan para pemburu kacer agar membubarkan diri dan tidak membuat kegaduhan.

Sejenak peristiwa kecelakaan dan peringatan polisi cukup manjur untuk membuat pemburu kacer berhamburan sembari mengemasi sangkar. Tapi hanya sejenak, karena tak lebih dari setengah jam kemudian, mereka kembali berdatangan, dan memasang kembali perangkap.

Matahari sudah semakin tingigi. Orang-orag masih juga belum beranjak pergi. Mobil salah satu operator seluler berhenti tepat di dekat kerumunan para pemburu kacer.

“Tolong, Bapak-bapak, turunkan sangkar burung dari jaringan. Ini sangat berbahaya dan bisa mengganggu jaringan komunikasi.”

Rupanya salah satu warga telah melaporkan gangguan yang terjadi ke operator telpon.

Begitulah, sampai sore burung tengil menggoda. Orang-orang bergeming, seolah tak ingat waktu. Jelang maghrib, sang burung terbang menjauh dan hinggap kembali ke atap rumah Pak Adnan. Tapi….meong…saat kaki mungil si kacer hinggap di atas asbes, seekor kucing menubruknya.

Hap..!!!

Criciiitciiittt..

Dug..!!!

Burung incaran jatuh ke tanah. Terkapar. Mati. Orang-orang menatap kacer dengan lemas. Kerumunan bubar dengan sendirinya.

Malam hari, sebuah liputan di salah satu TV nasional mengabarkan, Pak Juned, warga Kampung Ngentah, meninggal dunia di rumahnya. Dia syok, burung kacer miliknya yang baru saja ditawar cukong seharga Rp. 50 Juta, telah kabur dari sangkarnya. Konon, cucunya membuka sangkar saat burung jawara nasional itu hendak dimandikan…..

Seekor kacer kembali memakan korban. Seorang lelaki terluka, seorang lagi meninggal. Seorang perempuan menjadi janda, dan 3 anak menjadi yatim.

Usai makan malam yang penuh nikmat…

“Pa, ini si boss telpon.”

Istri Rony menyodorkan telpon genggam yang sedari tadi tergeletak di atas ranjang. Astaga…kemarahan boss di seberang, mengingatkannya, hari ini mestinya dia melakukan pemotretan di luar kota bersama sebuah agensi model ternama… Kelalaian Roni mengakibatkan perusahaan dirugikan puluhan juta..

Sang kacer kembali memakan korban. Rony terkena sanksi dan langsung di SP3.

Masih adakah korban berikutnya ?

Pasti. Bu Adnan yang gagal deadline, akhirnya terkena teguran.. Pun dengan Pak Adnan…

Ah, hanya karena seekor kacer.. sederet manusia jadi korbannya… Kamukah salah satu diantaranya?

Bergaslor, Juli 2018

Pohon pakel    : pohon sejenis mangga, beraroma wangi berserat kasar.

Sampean         : kamu, anda

Uculan             : burung yang terlepas dari sangkarnya.

Pulut                : Getah pohon nangka