Published On: 27 March 2023Categories: Cerpen, Dongeng

Oleh: Dr. Mampuono, S.Pd., M.Kom.
(Program Tali Bambuapus Giri)

Pada suatu hari, Davina sedang berjalan-jalan di hutan. Tiba-tiba terdengar suara benturan keras dari atas salah satu pohon besar di hadapannya. Tak lama kemudian terdengar suara mencicit diiringi benda berwarna hitam yang jatuh. Sesaat kemudian, kira-kira dua puluh meter dari tempatnya berdiri ia melihat seekor burung rajawali muda terbaring di tanah. Burung rajawali itu berukuran cukup besar dan tampaknya dari jenis yang berbeda dari yang Davina biasa jumpai. Seluruh tubuhnya berwarna hitam legam. Burung itu merintih kesakitan. Tubuhnya berlumur darah dan salah satu sayapnya patah. Paruhnya yang tajam dan cakar-cakarnya yang runcing terlihat tak berdaya, namun sorot mata dan auranya masih tidak dapat menutupi kegarangannya.

Davina merasa iba melihat keadaan burung rajawali itu, namun ia sempat gamang untuk membantu burung yang terlihat menderita itu. Ada rasa khawatir terhadap keselamatannya sendiri. Seandainya ia benar-benar mendekat kepada burung yang terlihat garang itu, benarkah akan aman?

“Kasihan burung rajawali itu. Seharusnya burung itu bisa hidup bebas di alam, tapi sekarang terluka cukup parah. Walaupun burung itu terlihat sangat garang, aku merasa tidak tega untuk tidak membantunya,” kata Davina dalam hati.

Di satu sisi, Davina merasa memiliki kewajiban untuk membantu makhluk hidup yang sedang menderita, tetapi di sisi lain, rasa takutnya membuatnya ragu untuk melakukannya. Davina juga merasa khawatir bahwa tindakan membantu burung rajawali dapat membahayakan bukan hanya dirinya sendiri tetapi mungkin juga burung tersebut. Namun ia merasa harus cepat mengambil keputusan. Nyawa rajawali itu diujung tanduk.

“Tampaknya aku harus berani mengambil tindakan untuk membantu burung itu. Meskipun aku tidak tahu pasti apakah burung itu akan merespon baik atau malah menyerangku. Aku tidak bisa hanya diam dan membiarkan burung itu menderita dan mungkin akan meregang nyawa. Apalagi jika ada binatang buas yang muncul di sini, keselamatan hidupnya benar-benar menjadi taruhan,” katanya dalam hati sambil terus memutar otak.

Davina sebenarnya merasa tidak terlalu yakin apakah ia memiliki keterampilan dan pengetahuan yang cukup untuk membantu burung rajawali itu dengan benar. Di sisi lain, burung itu masih terlihat garang dan cukup menyeramkan agat mnyiutkan nyalinya. Akhirnya setelah ia pikirkan masak-masak ia memutuskan untuk membantunya dengan sepenuh keyakinan.

“Oh tapi tidak, kasihan burung rajawali itu. Aku harus menolongmu,” katanya di dalam hati dengan penuh belas kasih. “Aku akan mencoba memulai dengan memberi makanan dan air, dan berharap dapat menjalin hubungan baik dengan burung itu sebelum merawatnya,” lanjutnya dalam hati.

Davina segera mendekati rajawali dan memberanikan diri menyentuhnya. “Jangan khawatir, aku akan merawatmu dengan baik. Minumlah air bercampur ramuan penyembuh ini. Lalu makanlah kue kering ini,” kata Davina tulus. Rajawali hanya bisa merintih kesakitan. Dengan susah payah akhirnya calon penguasa angkasa itu bisa makan dan minum dengan bantuan Davina.

Davina segera mengambil beberapa daun dan rumput untuk membuat bantalan sederhana. Kemudian, ia membawa burung rajawali ke pondok kecilnya dan merawatnya dengan lembut. Davina memberi burung rajawali makanan yang lezat dan mengganti bantalan sederhana yang ia buat setiap hari. Setelah beberapa waktu merawat burung rajawali, sayapnya mulai sembuh dan burung itu terlihat lebih sehat.

“Hebat, sayapmu mulai sembuh! Tapi kamu masih lemah untuk terbang, bagaimana ya?” kata Davina khawatir.

“Terima kasih, Davina. Aku sangat berterima kasih atas perawatanmu. Aku ingin terbang kembali tapi sayapku masih lemah,” kata Rajawali sedih.

“Tenang saja. Aku akan mencoba membuat bantalan khusus untukmu agar kamu bisa terbang lagi. OK?”kata Davina menghibur.

Davina pun dengan tekun mengumpulkan bahan dan mulai membuat bantalan khusus menggunakan bulu-bulu halus dan kain yang lembut. Beberapa hari kemudian pekerjaannya tuntas.

“Sudah selesai! Coba kita lepas bantalan lama dan terbanglah dengan bantalan ini, ” katanya gembira. Davina melepas bantalan lama dengan hati-hati lalu memasang bantalan yang baru. Setelah mengenakan bantalan baru Rajawali bergegas menggerak-gerakkan sayapnya. lalu berlatih terbang tinggi.

“Wow, terbang dengan bantalan ini rasanya sangat nyaman! Terima kasih, Davina,” teriak Rajawali dari angkasa.

Davina tersenyum bahagia sambil, mengangkat dua ibu jarinya. Ia merasa puas karena telah membantu burung rajawali itu dan memberinya kebebasan yang ia butuhkan.

“Selamat terbang kembali, Rajawali. Aku akan selalu mengingatmu,” katanya sambil melambaikan tangan.

Burung rajawali itu menukik terbang merendah lalu berkata, “Terima kasih, Davina. Aku juga akan selalu mengingatmu sebagai sahabat yang baik.”

Davina berkata, “Sama-sama, Rajawali. Aku senang bisa membantumu.”

Rajawali berkata, “Aku tahu kamu sangat baik hati dan perhatian pada sesama. Untuk membalas budi baikmu, aku akan memberikan hadiah kecil untukmu.”

Burung itu kemudian terbang ke atas dan memetik bunga-bunga yang paling indah dari puncak gunung. Ia membawa dan menyerahkannya kepada Davina sebagai tanda terima kasih.

“Ini adalah hadiah kecil dariku untukmu, Davina. Semoga kamu suka.” kata Rajawali.

Davina berkata, “Wow, bunga-bunganya sangat indah! Terima kasih banyak, burung rajawali. Aku akan selalu mengingat baiknya kamu.”

Burung rajawali dan Davina tersenyum bahagia, merasa saling terhubung dan menjalin persahabatan yang erat serta saling menghargai. Mereka lalu berpisah dengan saling mengucapkan selamat tinggal, namun keduanya tahu bahwa mereka akan selalu mengingat satu sama lain sebagai teman yang baik dan berharga. Rajawali terbang tinggi untuk menggapai mimpi-mimpinya di seluruh benua di atas bumi. Davina kembali beraktivitas sebagai gadis kecil yang gemar bertualang dan menebarkan kebajikan.

Waktu tak terasa telah lama berlalu. Pada suatu pagi Davina seperti biasa berjalan-jalan di hutan. Davina bersahabat dengan banyak binatang hutan karena ia baik hati dan suka menolong. Semua binatang berlaku baik padanya kecuali beberapa yang memang memiliki sifat jahat, misalnya serigala. Sambil menikmati indah dan harumnya bunga-bunga liar yang tumbuh di bawah pohon-pohon besar yang membentuk kanopi di hutan, Davina berjalan perlahan dan bersenandung lirih. Tidak disangka, tiba-tiba serigala jahat muncul menghadang dan hendak menyerangnya.

“Hei kamu, apa yang kamu cari di sini? Ini adalah tempatku dan kamu tidak berhak berada di sini! Grrr!!” hardik Serigala. Mulutnya menyeringai menunjukkan taring-taringnya yang tajam. Geramannya terdengar memperlihatkan kalau ia sedang marah.

Serigala yang muncul di hadapan Davina memiliki ukuran yang sangat besar dan tinggi dua kali lipat dari ukuran tubuh Davina. Bulu-bulu yang menutupi tubuh serigala itu tampak kasar dan kotor, seolah-olah tidak pernah tersentuh air sejak lama. Matanya yang merah menyala dan giginya yang terlihat tajam menyeringai membuatnya terlihat sangat mengerikan. Kehadirannya di hutan memang sudah sangat terkenal, karena sering kali ia mencelakai binatang-binatang lain di sekitarnya.

Davina merasa ketakutan dan cemas saat melihat serigala itu karena ia tahu betapa berbahayanya serigala itu dan ia takut akan terluka atau bahkan celaka oleh serigala itu. Davina berdiri dengan hati kecut dan gemetar di tempatnya. Tubuhnya serasa beku tak berdaya menghadapi aura mengerikan dari serigala besar yang mengancamnya. Ia merasakan ketakutan yang memuncak dalam dirinya, hatinya berdebar-debar dan jantungnya berdetak kencang. Pikirannya kalut, ia tak tahu harus berbuat apa untuk menghadapi situasi ini.

Davina seperti terperangkap dalam lingkaran ketakutan yang tak bisa dikendalikan. Ia ingin berlari jauh dari sana, tetapi kakinya terasa lemas dan tak bisa digerakkan. Ia merasa seperti menjadi mangsa yang tidak berdaya yang tak bisa berbuat apa-apa untuk melindungi dirinya sendiri. Semua binatang yang selama ini menjadi sahabatnya tiba-tiba terasa jauh dari dirinya, membuatnya merasa kesepian dan terisolasi. Davina benar-benar merasakan rasa takut yang luar biasa dalam dirinya, dan ia tidak tahu harus berbuat apa.

Davina merasa semakin tidak berdaya saat melihat serigala yang besar itu mulai mendekat dana mengancamnya dengan gigi-giginya yang seruncing pedang. Namun, sebuah kesadaran tiba-tiba menyentakkannya. Davina tidak boleh menyerah begitu saja dan salah-salah menjadi mangsa Serigala. Dengan cepat ia melangkah mundur sigap untuk menghindar dan melarikan diri dari serigala yang mengancamnya.

Namun, serigala itu rupanya sudah sangat berpengalaman menghadapi mangsanya. Ia juga bergerak tak kalah cepat dan lincahnya sehingga Davina tidak bisa melarikan diri dengan mudah. Serigala terus mengejar Davina dan berusaha keras menyerangnya dengan taring dan cakarnya yang tajam. Davina terpaksa berlari dengan cepat dan berlompatan serangan-serangan serigala yang ganas.

Davina merasa kesal dan bingung, bagaimana bisa ada binatang yang jahat seperti serigala ini? Davina selalu merasa bahwa hutan adalah tempat yang damai dan penuh dengan keindahan alam. Namun, kehadiran serigala yang jahat ini membuat Davina merasa sedih dan terganggu. Dia merasa dihadapkan pada melihat sisi gelap hutan yang tidak selalu damai dan penuh kasih sayang.

Setelah berusaha melarikan diri dari serigala itu selama beberapa menit, akhirnya Davina berhasil menemukan tempat berlindung yang cukup aman. Dia bersembunyi di balik semak-semak dan menunggu serigala pergi.Setelah yakin serigala telah pergi, Davina dengan hati-hati bergerak keluar dari tempat persembunyiannya. Sayangnya a tidak semudah itu melarikan diri dari Serigala yang penciumannya sangat tajam. Tiba-tiba dari balik semak-semak di di bawah pohon raksasa belakang Davina binatang mengerikan itu sudah melompat dan menghadangnya.

Davina benar-benar terdesak dan sulit mencari jalan untuk melarikan diri. Kondisinya diujung tanduk. Serigala yang sudah yakin mendapatkan mangsa yang empuk terlihat air liurnya menetes saking inginnya menikmati mangsanya. Dengan sekali lompatan yang meyakinkan Serigala menerkam Davina.

“Tidaaak…!” jerit Davina demi mengetahui cakar dan taring tajam itu sudah di depan hidungnya, sementara ia sudah tidak dapat berbuat apa-apa. Ia hanya pasarah dan memejamkan matanya.

“Des! Brug!!’ tiba-tiba terdengar benturan keras sesuatu yang besar menghantam pohon. Sebuah lengkingan yang membahana menyertai suara itu. Rupanya di saat yang kritis tiba-tiba muncul seekor burung berukuran sangat besar yang menghantam tubuh Serigala dari samping sehingga terlempar keras dan membentur pohon raksasa di tempat itu.

“Tinggalkan dia! Dia adalah temanku dan kamu tidak berhak menyakiti dia,” teriaknya marah sambil mengepakkan sayapnya. Suara kepakan itu menimbulkan dengung dan angin besar yang menggerakkan daun, dahan, dan ranting pepohonan di tempat itu seperti terkena angin ribut. BInatang-binatang yang ada di sekitar tempat itu segera menyingkir ketakutan.

“Hahaha… MImpi! Aku tidak takut denganmu! Aku lebih kuat dari kamu,” kata Serigala yang sudah bangkit dari pulih dari keterkejutannya. Ia marah sekali karena dibuat gagal mendapatkan mangsanya. Tulang rusuknya mungkin ada yang retak-retak karena benturan tadi. Punggung sebelah bawahnya juga mengucurkan darah karena cengkeraman dan tusukan tajam cakar burung itu. Rasanya sungguh sakit sekali. Matanya semakin merah karena marah dan posisinya bersiap menyerang burung besar itu.

“KIta buktikan saja sekuat apa dirimu. Kamu mungkin kuat, tapi aku lebih cepat dan kuat darimu!”

Burung besar itu segera menukik tajam dengan dorongan sayapnya yang besar dan kuat. Ia menyerang serigala dengan paruhnya yang setajam pedang dan cakarnya yang seruncing tombak. Serigala itu mencoba melawan dengan seluruh kekuatannya, namun sia-sia. Tenaganya tak sebanding. Ia takluk oleh kekuatan burung rajawali. Tubuhnya babak belur. Banyak luka yang ia derita dan jika dilanjutkan barangkali hari itu akan menjadi akhir hayatnya. Maka ia memutuskan untuk mundur dulu.

“Baiklah, baiklah! Kali ini aku akan pergi, tapi ingat, ini belum selesai!” ancamnya menggertak.

Serigala itu pun pergi dan tidak berani kembali lagi. Davina sangat berterima kasih kepada burung besar yang telah menyelamatkannya.

“Terima kasih banyak, tuan burung besar! Anda telah menyelamatkanku dari serigala jahat itu,” katanya tulus.

“Tidak perlu berterima kasih Davina. Aku hanya melakukan apa yang seharusnya aku lakukan sebagai temanmu. Sekarang, apakah kamu baik-baik saja?” kata burung besar itu.

“Hey! Kamu kenal aku? Kamu ini Rajawali ya?” Teriak Davina gembira. Ia tidak menyangka burung besar berwarna biru tua dengan hiasan pola keemasan di dada, ekor, dan ujung-ujungnya sayapnya itu adalah rajawali muda yang pernah ditolongnya. Penampilannya ini benar-benar berbeda. Bahkan kepalanya yang dulu polos kini memiliki jambul berwarna merah yang gagah. Surai di lehernya juga tampak semakin indah dengan bulu-bulu tebal yang didominasi warna coklat dan merah. Warna paruh dan cakarnya yang dulu gelap kini menjadi jingga kekuningan sehingga terlihat lebih sangat mengesankan. Tampilannya benar-benar berbeda dari beberapa waktu sebelumnya saat mereka pertama kali berjumpa.

Davina mendekati Rajawali dan mengamati seluruh penampilannya dari dekat. Dipandanginya dengan sangat kagum kegagahan burung yang pernah ditolongnya dulu itu. Rajawali yang dipandangi penuh kekaguman merasa agak jengah juga.

“Kau baik-baik saja Davina?” katanya mengalihkan perhatian Davina.

“Ya, aku baik-baik saja. Terima kasih lagi, burung rajawali,” kata Davina tanpa melepaskan pandangannya dari penampilan Rajawali.

“Sudahlah. Tidak perlu berterima kasih. Kita adalah teman dan selalu saling membantu satu sama lain. Sekarang, mari kita aku temani melanjutkan petualanganmu di hutan.”

Davina dan burung rajawali tersenyum senang dan bersama-sama melanjutkan perjalanan mereka di hutan. Mereka tahu bahwa mereka akan selalu saling melindungi dan saling menghargai satu sama lain.

Davina terus bertualang menjelajahi hutan dan berbagi kebajikan. Ia juga bertemu dengan Rajawali yang ia pernah tolong itu secara pada saat-saat tertentu. Rajawali kini telah tumbuh semakin besar dan kuat, dan kini menjadi burung rajawali raksasa yang dapat terbang di atas awan, menjadi rajanya angkasa. Bahkan Rajawali bisa terbang sambil membawa dua orang di atas punggungnya.

Setiap kali mereka bertemu, Davina selalu kagum dengan penampilan dan kemampuan burung rajawali yang semakin hebat. Sementara Davina juga belajar ilmu bela diri dan berbagai ilmu kanuragan. Saat bertemu mereka berbicara dan bercerita tentang segala hal, dari petualangan Davina sebagai pendekar cilik di hutan hingga kehidupan burung rajawali di atas langit.

“Davina, aku senang sekali bisa bertemu denganmu lagi. Bagaimana petualanganmu kali ini?” kata Rajawali suatu ketika. Mereka bertemu di puncak pohon raksasa yang dulu pernah menjadi saksi perseteruan mereka dengan serigala. Davina dengan ilmu bela diri dan kanuragan yang dimiliki bukan masalah besar jika harus terbang ke puncak pohon.

“Hai, Rajawali! Aku senang bertemu denganmu lagi juga. Aku baru saja menemukan air terjun yang sangat indah di hutan ini. Kamu harus melihatnya suatu saat nanti,” kata Davina gembira.

“Tentu saja, aku akan melihatnya bersama kamu suatu saat nanti. Oh, ingat tidak dulu ketika kamu membantuku ketika sayapku patah? Itu adalah saat yang sangat sulit bagiku, tapi berkat bantuanmu, aku bisa terbang lagi,” kata Rajawali mengenang pertemuan pertama mereka.

“Tentu saja aku ingat, itu adalah pengalaman yang sangat berkesan bagiku juga. Aku selalu senang membantu sesama, dan aku sangat senang bisa membantumu.” jawab Davina.

“Aku tidak akan pernah lupa kebaikan hatimu, Davina. Kamu adalah teman yang sangat berharga bagiku, dan aku akan selalu melindungi kamu dan membantumu kapanpun kamu butuhkan,” kata Rajawali bersungguh-sungguh.

“Terima kasih, Rajawali. Kamu juga adalah teman yang sangat berharga bagiku, dan aku selalu berharap bisa bertemu denganmu lagi di masa depan.”

“Tentu saja, kita akan selalu bertemu di masa depan, Davina. Sekarang, mari kita terus menjelajahi hutan yang sangat besar dan luas ini untuk menemukan petualangan baru. Dua purnama lagi aku akan terbang ke benua Afrika dan menimba pengalaman baru di sana. Aku juga membutuhkan tempat khusus untuk berkultivasi di sebuah gua khusus di Addis Ababa, Ethiopia,” kata Rajawali bersemangat.

“Wow! Kamu memang luar biasa Rajawali. Semoga latihanmu berhasil dan kamu akan menjadi rajawali pilihh tanding yang merajai angkasa seluruh benua,” puji Davina.

“Terima kasih atas dukungannya Davina,” balas Rajawali tersenyum bahagia.

Mereka sama-sama merasa saling menghargai satu sama lain. Mereka tahu bahwa persahabatan mereka akan terus bertahan dan menjadi lebih kuat dari waktu ke waktu. Pembicaraan di atas pohon itu adalah pertemuan terakhir mereka sebelum Rajawali terbang ke Afrika.

Pada suatu malam, sehabis pesta panen Apitan, desa Sampangan dimana Davina tinggal diserang oleh segerombolan perampok yang merajalela. Mereka adalah kawanan Mat Codet yang ditakuti. Mereka merampok toko-toko dan rumah-rumah warga desa. Apapun yang mereka temukan mereka gasak habis, mulai dari binatang ternak, harta benda, bahkan makan malam dan kudapan warga. Mereka menahan sandera kepala Desa, anak-anak, dan wanita. Mereka mengancam warga jika tidak menyerahkan seluruh harta benda mereka para sandera akan dikorbankan. Bahkan mereka juga membakar sebagian rumah warga yang pemiliknya melakukan perlawanan. Api menyala di kegelapan di beberapa titik. Asap tebal membumbung ke angkasa.

“Bagus, kalian berhasil mengumpulkan banyak harta benda malam ini. Emas, perak, batu permata, uang tunai, ternak, bahkan makanan dan kudapan warga. Kalian semua hebat! Huhahaha…” kata Mat Codet sambil menenggak botol minuman keras. Mat Codet salah satu matanya ditutup kain hitam. Mata itu buta karena suatu perkelahian yang dimenangkannya. Namun nahas karena ia tidak lekas menghindar sehingga mata itu terkena ujung senjata lawannya. Maka boss perampok itu terkenal sebagai Mat Codet.

“Terima kasih, Boss Mat Codet. Kami berusaha semaksimal mungkin untuk mendapatkan semua ini. Terbukti hasil kita malam ini meningkat signifikan,” kata Tengu, perampok yang sok ilmiah.

“Huss. Apa itu signifikan. Angel men, Ngu istilah kamu,” senior Tengu yang bernama Kotot menukas. ”Pak Boss. Alhamdulillah, selain Kepala Desa, kami juga berhasil menangkap banyak sandera, termasuk anak-anak dan para wanita muda. Mereka pasti akan menjadi jaminan agar warga desa lain menyerahkan semua harta benda mereka. Hehehe”

“Huss! Perampok kok pakai ucapan tahmid, Nanti saja kalau sudah tobat hahahaha…” gantian Mat Codet menukas Kotot sambil terbahak. Semua perampok yang berkumpul di ruang tamu Kepala Desa itu ikut tertawa terbahak-bahak.

“Hebat sekali! Kalian memang pantas menjadi anak buahku. Jangan lupa untuk mengancam warga agar tidak berani melawan kita, dan juga untuk membakar beberapa rumah warga yang bandel. Anggota yang paling berprestasi akan dapat hadiah dan naik pangkat! Hahahaha…” kata Mat Codet sambil tertawa dan diiringi seruan setuju bersahut-sahutan dari anak buahnya.

Sementara itu Sobek dan Clongop, dua begundal andalan Mat Codet yang kebagian menangani SDM asik mojok dan menghabiskan arak. Surungan-nya adalah sate wedhus balap.

“Wah,Ngop. Sukses ya, kita berhasil mendapatkan banyak sandera, termasuk beberapa wanita muda dan anak-anak. Mereka pasti akan sangat berguna untuk memaksa warga lain menyerahkan harta benda mereka,” kata Sobek sambil saling menepukkan tangan kanan mereka.

“Betul sekali, Sobek. Dan kita juga harus membuat mereka ketakutan agar mereka tidak berani melawan kita,” kata Clongop menyakinkan.

“Ya, kita bisa memperlakukan mereka dengan kasar. Kita bisa menyiksa mereka jika perlu.” tambah Sobek menyeringai.

“Okey kamerad! Dan jika ada yang berani melawan kita, kita bisa mengambil tindakan tegas. Kita bisa melenyapkan salah satu sandera kita sebagai contoh. Hehehehe…” Clongop setuju.

“Ayuk toss!” sambung Clongop diikuti sebuah benturan kecil adu botol miras sehingga menimbulkan suara “trik!” di antara mereka berdua.

Di atas balai-balai, Gripis dan Srondel, dua perampok yang merupakan paman dan kemenakan dengan lahap menggasak kudapan dan makan malam warga dengan nikmatnya. Rokok tingwe dan kopi tubruk hasil buatan paksa anak Pak Kepala Desa turut menemani. Sementara botol-botol minuman keras hak mereka masih utuh di dalam kratnya.

“Wah, kita berhasil membakar beberapa rumah warga yang bandel malam ini. Mereka pasti akan sangat ketakutan dan tidak berani melawan kita lagi,” kata gripis bersemangat.

“Betul sekali Om Gripis. Dan kita harus terus melakukan hal ini agar warga desa benar-benar takut pada kita.” sahut Srondel.

“Hm, dan jika ada yang berani melawan kita, maka wuss!! Kita akan membakar rumahnya juga. Kita akan membuat mereka merasakan apa yang dirasakan oleh warga yang rumahnya sudah terbakar.Xixixixi…” Kata Gripis nyengir kuda.

Sementara itu Kepala Desa yang tangannya terikat di belakang punggung tampak tidak berdaya. Muka dan kakinya bengkak. Sekujur tubuhnya lebam-lebam. Kedua kakinya juga diikat pada kaki balai-balai. “Tolong, jangan menyakiti warga desa kami. Kami sudah menyerahkan semua harta benda kami, tolong lepaskan sandera kami.”

Salah satu anak buah Mat Codet yang berada di dekat Kepala desa berdiri sempoyongan karena mabuk sambil berkata, “Tidak broo…, kami tidak akan melepaskan mereka heh…?. Kami butuh mereka untuk memaksa warga desa lain menyerahkan harta benda mereka. Dan jika ada yang melawan kami, sandera-sandera kami akan menjadi korban. Paham..!?”

Tanpa kenal lelah Kepala Desa memohon lagi, “Tolong, jangan lakukan ini. Kami hanya warga desa kecil yang tidak berdaya.”

“Hahahha… Kalian memang tidak berdaya. Dan itu sebabnya kami bisa mengambil semua yang kami inginkan tanpa ada yang bisa menghentikan kami. Hahaha…” kata anak buah Mat Codet sambil tertawa geli melihat ketidak berdayaan Kepala Desa Itu.

Kita tinggalkan sejenak rumah kepala desa menuju sebuah gubuk kecil tersembunyi di tepi hutan. Davina dan warga desa sudah berusaha sekuat tenaga untuk melawan gerombolan Mat Codet namun kekuatan warga yang tidak terampil berkelahi dan membela diri tidak cukup untuk melindungi desa dari para perampok. Sebagian malah terluka dan seolah perjuangan mereka sia-sia. Para warga desa saat itu merasa takut dan cemas, tidak tahu harus berbuat apa, sedangkan kondisi semakin kritis.

Davina dan para warga yang masih selamat menyingkir dan bersembunyi di markas di pinggir hutan. Mereka berusaha mengumpulkan bala bantuan, persenjataan, dan menyusun strategi perlawanan di tempat tersebut.

“Saudara-saudaraku, apa yang harus kita lakukan? Perampok itu sudah merajalela di desa ini, dan mereka bahkan menahan kepala Desa, anak-anak, dan wanita. KIta sudah melawan tetapi kekuatan kita tidak seimbang. Sementara kita menyingkir ke sini. Kita perlu menyusun strategi perlawan atau usaha lainnya agar desa kita terselamatkan. Dua orang kurir sudah kita kirim ke kota untuk mencari bantuan, namun baru besok pagi mereka akan sampai. Ada yang punya usul?” tanya Davina kepada para warga.

Tiba-tiba, seorang warga desa menghampirinya dan berkata, “Davina, sepertinya ada satu hal yang kita lupakan,” kata Deni ketua pemuda desa Sampangan itu.

“Hmm..apa itu Deni?” tanya Davina ingin tahu.

“Doa!“ Jawab Deni mantap. “Kita harus berdoa sungguh-sungguh kepada Tuhan dan berharap agar bantuan datang segera. Jangan kehilangan harapan.”

Davina jadi teringat sahabatnya, Rajawali. Sudah lama sekali mereka tidak berjumpa. Seandainya ada Rajawali yang sekarang entah seperti apa kekuatannya maka kondisi desanya pasti akan lebih tertolong. Mungkin dengan doa akan tersambung hatinya dengan sahabatnya itu.
“Kamu benar, kita harus berdoa dan berharap agar bantuan datang segera. Saya tidak ingin melihat desa ini hancur dan warga desa terluka,” kata Davina akhirnya.

Warga desa lainnya yang bernama Slamet berkata, “Saya setuju, Davina. Usaha dan doa kita lakukan.Kita harus tetap bersatu dan berdoa agar bantuan datang segera.”

Davina dan warga desa lainnya segera bersuci dan mulai berdoa bersama-sama, memohon agar bantuan datang secepatnya. Mereka tidak tahu bagaimana nasib mereka jika tidak segera mendapatkan bantuan.

Dan keajaiban benar-benar terjadi.Tiba-tiba, terdengar lengkingan yang tidak biasa di angkasa. “Alhamdulillah doa kita terkabul. Itu adalah suara burung rajawali raksasa yang biasa berteman dengan Davina!” teriak Agus sambil berlari keluar markas. Yang lain mengikuti. Davina bersyukur di dalam hati karena doa mereka dikabulkan Tuhan.

Setelah lama bertualang ke benua lain Rajawali malam itu tidak sengaja muncul di langit barat dan terbang ke arah hutan Menoreh di dekat desa Sampangan. Karena sudah lama tidak bertemu Davina, esok harinya Rajawali bermaksud bertemu dengan Davina di hutan. Melihat situasi di desa dari angkasa yang kondisinya tidak biasa, rajawali itu segera terbang ke arah desa. Dan tepat saat ia terbang di atas gubuk kecil di tepi hutan itu ia mendengar namanya dipanggil.

Davina yang sudah berada di tempat terbuka rupanya telah mengeluarkan suara dengan tenaga dalam khusus sehingga bisa didengar oleh Rajawali yang terbang di langit.

“Rajawali. Desa kami diserang perampok. Tolong bantu bebaskan kami dan mengalahkan mereka. Kami kan menyusul.”

Mendengar permintaan Davina itu Rajawali itu segera terbang menukik ke arah desa. Rentang sayapnya seperti pesawat terbang yang akan mendarat di bandara. Besar sekali. Berita kedatangan Rajawali sudah beredar di kalangan pejuang desa. Mereka segera bermunculan dari persembunyian dan bersama-sama Davina dan Rajawali mengusir perampok dan membebaskan sandera.

“Hai, Davina dan warga desa! Aku melihat situasi di sini dan aku datang untuk membantu. Apakah kamu semua baik-baik saja?” teriak Rajawali dari udara. “Para perampok sudah lari tunggang langgang dan gagal membawa apapun dari desa. Sebagian besar mereka terluka parah terutama oleh hujan bulu tajam yang aku tembakkan dari angkasa. Jadi, kalian tenang saja.”

“Terima kasih, Rajawali! Kami sangat senang melihatmu datang dan membantu kami. Kami baik-baik saja sekarang.” teriak Davina dari bawah.

“Terima kasih banyak, burung rajawali! Kami tidak tahu apa yang akan terjadi jika kamu tidak datang membantu kami,” salah satu Warga desa ikut berseru.

“Tidak perlu berterima kasih, saya senang bisa membantu. Aku selalu siap membantu Davina dan warga desa lainnya kapanpun diperlukan. Mari kita segera memulihkan desa ini dan membuatnya menjadi lebih kuat dari sebelumnya.” ajaknya sambil menukik turun.

Davina dan warga desa lainnya merasa lega dan berterima kasih atas bantuan Rajawali. Mereka kemudian bersama-sama membersihkan desa dari kerusakan yang diakibatkan oleh perampok. Mereka tahu bahwa persatuan dan kekuatan mereka sebagai satu tim, bersama-sama dengan bantuan burung rajawali, membuat mereka dapat mengatasi situasi yang sulit dan kembali ke kehidupan normal.

***

(Ditulis dengan strategi Tali Bambuapus Giri berbasis AI di Sampangan, Minggu Dinihari,26 Maret i 2023. Penulis, Dr. Mampuono, M. Kom. adalah widyaprada BBPMP Jawa Tengah, Ketum PTIC, Perkumpulan Teacherpreneur Indonesia Cerdas, dan penggerak literasi dengan Strategi Tali Bambupus Giri atau implementasi literasi produktif bersama dalam pembuatan pustaka digital mandiri berbasis AI dengan memberdayakan metode Menemu Baling atau menulis dengan mulut dan membaca dengan telinga).