Oleh : Sri Hartati, S.Pd., M.Pd.
PENDAHULUAN
-
Latar belakang
Saat dihadapkan pada pertanyaan, “urusan pendidikan sebenarnya tanggungjawab siapa ?” Tentu jawabnya bukan sekedar subyek yang mengarah pada pihak-pihak tertentu. Pendidikan merupakan tanggungjawab bersama Pemerintah, Pemerintah Daerah, serta Masyarakat. Undang Undang Nomor 25 Tahun 2000 tentang Perogram pembangunan Nasional Tahun 2001 – 2005, yang berkaitan dengan perubahan paradigma pelaksanaan urusan pemerintahan berdasarkan UU Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintah Daerah yang menyerahkan semua urusan pemerintahan kepada pemerintah daerah kabupaten/kota, termasuk urusan Pendidikan. Dalam hal pengelolaan urusan pendidikan, mengamanatkan pembentukan Dewan Pendidikan di setiap kabupaten/kota dan provinsi, sebagai pelibatan komponen masyarakat sebagai mitra kerja dari Dinas Pendidikan Provinsi dan Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota.
Dewan Pendidikan menjadi wadah peran serta masyarakat untuk meningkatkan mutu layanan pendidikan yang meliputi perencanaan, pengawasan dan evaluasi program pendidikan. Jika mencermati isu-isu yang mengemuka akhir-akhir ini dari berbagai sumber data, seperti hasil akreditasi oleh BAN S/M, data Rapor Pendidikan yang berasal dari hasil asesmen nasional, Data Pokok Pendidikan (DAPODIK), Berbagai Platform digital guru dan kepala sekolah, Tracer study SMK, Badan Pusat Statistik, dan sumber data lain perlu kiranya peran dan fungsi Dewan
Pendidikan dioptimalisasi. Data peningkatan nilai akreditasi sekolah yang dirilis oleh BAN S/M dapat menjadi isu yang sangat penting mengingat komponen output (mutu lulusan) , mutu pembelajaran, mutu guru, serta manajemen sekolah merupakan hal utama sebagai bentuk layanan yang tergambar. Pada tahun 2022, dari 36 daerah otonomi (Prov, Kab/Kota) yang ada di Provinsi Jawa Tengah, 32 (89%) daerah mengalami peningkatan jumlah sekolah yang memperoleh akreditasi. 4 daerah yang tidak mengalami kenaikan yaitu Kabupaten Karanganyar, Kota Pekalongan, Kota Salatiga, dan Kota Semarang Begitu juga dengan Rapor Pendidikan yang memberikan gambaran kemampuan literasi membaca, numerasi, karakter peserta didik serta kondisi lingkungan belajar, yang sesungguhnya berbanding lurus dengan hasil akreditasi. Keluhan sekolah terkait validasi Data Pokok Pendidikan (DAPODIK), kurang optimalnya pemanfaatan berbagai Platform digital guru dan kepala sekolah, serta keluhan dan harapan masyarakat yang lain, menjadi informasi yang sangat penting. Secara umum tingkat kemampuan literasi pada jenjang SMA juga berada pada tingkat mencapai kompetensi minimum (cakap), dengan nilai 1,96 (rentang 1-3). Nilai tersebut lebih tinggi dari ratarata nasional yang sebesar 1,8. Dari 35 kab/kota yang ada di Jawa Tengah, 32 Kab/kota tingkat literasinya berada pada tingkat mencapai kompetensi minimum, sedangkan 3 kota tingkat literasinya berada pada tingkat di atas kompetensi minimum (mahir), yaitu Kota Magelang, Kota Salatiga, dan Kota Surakarta. Tingkat kemampuan numerasi pada jenjang SMA berada pada tingkat mencapai kompetensi minimum (cakap), dengan nilai 1,8 (rentang 1-3). Nilai tersebut lebih tinggi dari ratarata nasional yang sebesar 1,67. Dari 35 kab/kota yang ada di Jawa Tengah, semuanya berada pada tingkat mencapai kompetensi minimum (cakap). Tingkat karakter pada jenjang SMA berada pada tingkat membudaya, dengan nilai 2,32 (rentang 1- 3). Nilai tersebut lebih tinggi dari rata-rata nasional yang sebesar 2,18. Dari 35 kab/kota yang ada di Jawa Tengah, 27 Kab/kota tingkat karakternya berada pada tingkat membudaya, 8 kab/kota tingkat karakternya berada pada tingkat berkembang. Kedelapan kab/kota tersebut adalah Kab. Blora, Kab. Brebes, Kab. Demak, Kab. Grobogan, Kab. Jepara, Kab. Kendal, Kab. Pemalang, dan Kab. Rembang. Kualitas Dapodik ditentukan oleh tiga indikator yaitu akurat, berkelanjutan dan terbarukan. Capaian rapor Dapodik Provinsi Jawa Tengah mencapai nilai 97,70 pada tahun 2022. Nilai tersebut lebih tinggi dari rata-rata nasional yang hanya mencapai 95,15.
Rapor Pendidikan dapat diakses melalui alamat https://raporpendidikan.kemdikbud.go.id/app. Isu-isu perundungan dan kekerasan seksual juga masih sangat perlu menjadi perhatian khusus di satuan Pendidikan agar lebih tercipta iklim keamanan sekolah. Terdapat data hasil survey lingkungan belajar yang menunjukkan 24,4% peserta didik berpotensi mengalami insiden perundungan di satuan pendidikan dalam satu tahun terakhir, dan 22,4% peserta didik menjawab “Pernah” pada pertanyaan survei yang menunjukkan potensi insiden kekerasan seksual. Isu penting lain termasuk berkaitan dengan ketersediaan dan kompetensi pendidik serta tenaga kependidikan (juga kepala sekolah dan pengawas sekolah).
Dikaitkan dengan kebijakan Merdeka Belajar sejatinya bertujuan untuk mewujudkan visi pendidikan Indonesia. Upaya bagi tercapainya pendidikan berkualitas bagi seluruh rakyat Indonesia dengan semaksimal mungkin ; 1) Pendidikan Berkualitas, memastikan peserta didik mengalami kemajuan belajar sehingga lebih kompeten dan berkarakter dengan focus pada pengembangan kompetensi dasar dan karakter, 2) Bagi Seluruh Rakyat Indonesia, memastikan bahwa kelompok- kelompok yang termarginalkan (sulit mendapat akses pendidikan) dibantu untuk mendapatkan akses pendidikan yg berkualitas, dengan Intervensi asimetris berfokus pada penguatan kelompok termarjinalkan. Untuk itu, pemerintah menentukan 14 indikator kinerja urusan pendidikan untuk Provinsi sebagai Standar Pelayanan Minimal yang harus diprioritaskan, yang meliputi ; a) angka partisipasi sekolah anak usia 16-18 tahun untuk jenjang menengah, b) anak usia 4-18 tahun untuk Pendidikan khusus, c) rata-rata kompetensi literasi SMA, d) rata-rata kompetensi literasi SMK, e) rata-rata kompetensi literasi SMA LB, f) rata-rata kompetensi literasi SMP LB, g) rata-rata kompetensi literasi SD LB, h) rata-rata kompetensi numerasi SMA, i) rata-rata kompetensi numerasi SMK, j) rata-rata kompetensi numerasi SMA LB, k) rata-rata kompetensi numerasi SMP LB, l) rata-rata kompetensi numerasi SD LB, m) tingkat penyerapan lulusan SMK, dan n) tingkat kepuasan dunia kerja terhadap budaya kerja lulusan SMK.
Besar harapan, Dewan Pendidikan dapat memastikan terjadinya meningkatkan mutu layanan pendidikan yang meliputi perencanaan, pengawasan dan evaluasi program pendidikan yang dilaksanakan oleh pemerintah daerah.
Dalam makalah ini, penulis memberikan kajian Design Thinking dengan strategi Desain Konseptual, Formuasi, Eksekusi, dan Refleksi atau dinyatakan dengan akronim DEKON FOREKSI. Harapannya, ada suatu strategi untuk mengoptimalkan Peran dan Fungsi Dewan Pendidikan Provinsi dalam mewujudkan transformasi Pendidikan yang bermutu di Jawa Tengah.
-
Rumusan Permasalahan
Rumusan permasalahan dalam makalah ini adalah “Bagaimana Penerapan Design Thinking dengan strategi Desain Konseptual, Formuasi, Eksekusi, dan Refleksi (DEKON FOREKSI) dalam mengoptimalkan Peran dan Fungsi Dewan Pendidikan Provinsi dalam mewujudkan Pendidikan yang bermutu di Jawa Tengah ?”
-
Tujuan
Tujuan makalah ini adalah untuk memberikan deskripsi penerapan Design Thinking dengan strategi Desain Konseptual, Formuasi, Eksekusi, dan Refleksi (DEKON FOREKSI) dalam mengoptimalkan Peran dan Fungsi Dewan Pendidikan Provinsi dalam mewujudkan Pendidikan yang bermutu di Jawa Tengah.
PEMBAHASAN
-
Peran dan Fungsi Dewan Pendidikan
Pasal 192 (3) PP Nomor 17 Tahun 2010 tentang Pengelolaan dan Penyelenggaraan Pendidikan menyebutkan bahwa fungsi Dewan Pendidikan adalah meningkatkan mutu layanan pendidikan. Untuk dapat menjalankan fungsi tersebut, Dewan Pendidikan memiliki tiga peran, yaitu : a) memberikan pertimbangan (advisory agency), berdasarkan data dan informasi yang dihimpun, dianalisis serta dirumuskan rekomendasinya untuk diberikan kepada Menteri, Gubernur, Bupati/walikota berkaitan dengan keluhan, saran, kritik, dan aspirasi masyarakat terhadap layanan pendidikan; b) memberikan arahan dan dukungan tenaga, sarana dan prasarana (Suporting agency), c) melakukan pengawasan pendidikan (controlling agency). Pasal 199 (1) menyebutkan bahwa : “ pengawasan pengelolaan dan penyelenggaraan pendidikan dilakukan oleh Pemerintah, pemerintah daerah, dewan pendidikan dan komite sekolah/madrasah”. Pengawasan yang dilakukan meliputi dua aspek penting, yakni pengawasan administratif dan pengawasan dari segi teknis edukatif sesuai dengan ketentuan dan perundang-undangan yang berlaku, lebih bersifat pangawasan sosial atau masyarakat. Namun demikian, Dewan Pendidikan bisa meminta kepada lembaga independent auditor untuk membantu tugas Dewan Pendidikan atas nama wadah peran serta masyarakat.
Dalam menjalankan fungsinya Dewan Pendidikan bersifat mandiri dan professional, artinya tidak dapat dipengaruhi dan diintervensi oleh pihak lain termasuk oleh unsur birokrasi pendidikan. Pelaksanaan tugas dan fungsi yang dijalankan dibuat laporan secara tertulis dan disampaikan kepada masyarakat sebagai pertanggungjawaban public, melalui media cetak, elektronik, laman, pertemuan, dan/atau bentuk lain. Hal tersebut juga terkait dengan penggunaan sejumlah dana yang bersumber dari ; a) pemerintah, b) pemerintah daerah, c) masyarakat, d) bantuan pihak asing yang tidak mengikat, dan/atau e) sumber lain yang sah.
-
Design Thinking
William Visser (2006) dalam (Oxman, 2017) dalam Arifpermana, mendefinisikan Design Thinking sebagai suatu proses strategis kreatif yang digunakan oleh dessainer dalam proses mendesain. Design thinking merupakan suatu proses eksplorasi dan strategi mendesain dalam berbagai wilayah desain, dan diakui sebagai cabang keilmuan desain baru. Terdapat beberapa tahapan daro Design Thinking, yaitu ; a) inspirasi, yaitu merupakan suatu kondisi (permasalahan, peluang, atau keduanya) yang akan memotivasi pencarian solusi. b) ide, yaitu suatu proses untuk menghasilkan, mengembangkan dan menguji ide yang akan menghasilkan solusi, serta c) memetakan jalan menuju user dan menerapkan visi yang sudah ditentukan. Design Thinking merupakan proses berulang dimana kita berusaha memahami pengguna, menantang asumsi, dan mendefinisikan Kembali masalah dalam upaya mengidentifikasi strategi dan solusi alternatif yang mungkin tidak langsung terlihat. Design Thinking menyediakan pendekatan berbasis solusi untuk menyelesaikan masalah.
-
Strategi Penerapan
Design thinking sangat berguna dalam mengatasi masalah-masalah yang tidak jelas atau tidak dikenal, dengan melakukan refreaming masalah, menciptakan banyak ide dalam barinstorming, dan mengadopsi pendekatan langsung dalam pembuatan prototype, dan mencoba berbagai konsep dan ide. Tahapan dalam Proses Design Thinking ;
a. Fase 1 Desain Konseptual
-
- Empathise, sebagai tahap untuk mendapatkan pemahaman empatik tentang berbagai permasalahan Pendidikan di Jawa Tengah, yang perlu diselesaikan. Dalam hal ini tentu memerlukan data dan informasi dari berbagai sumber dengan menggunakan berbagai metode baik pengamatan, wawancara, keterlibatan dan empati masyarakat Pendidikan, serta motivasi mereka sehingga dapat memahami dengan jelas tentang masalah yang mengemuka. Empati memungkinkan kita merumuskan solusi dengan mengesampingkan asumsi berkaitan dengan harapan masyarakat atas layanan Pendidikan yang bermutu.
- Define, merupakan ativitas dimana kita mengumpulkan informasi yang telah kita dapatkan selama tahap Empathise, dengan melakukan analisis hasil pengamatan agar dapat menentukan masalah yang inti. Dalam realita, masalah Pendidikan yang dapat kita kumpulkan mungkin sangat beragam, karenanya kita akan merekamnya secara random, dalam beberapa koding misalnya ; SDM, teknologi, regulasi, keberlanjutan, dan sebagainya.
- Ideas, dalam tahap ini kita perlu mengumpulkan ide-ide hebat dengan menggali dari pihak-pihak yang terkait, para akademisi, praktisi, warga sekolah, dan juga dunia industry yang pada saatnya akan menjadi user atas lulusan yang dihasilkan. Kita dapat bahkan perlu berpikir “di luar kotak”, pemikiran yang tidak biasa-biasa saja untuk mengidentifikasi solusi baru serta mencari cara alternatif dalam melihat masalah dengan sebanyak mungkin ide solutif. Sebanyak-banyak ide yang mengemuka dipetakan, dan kemudian kita dapat Menyusun rating scale untuk setiap ide solusi yang ada dengan menggunakan beberapa apek misalnya ; need, benefits, feasibility, acceptability, cost, risk, fit, uniqueness. Barulah kita menentukan ide prioritas berdasarkan perolehan rating scale.
b. Fase 2 Implementasi
-
- Formulasi, dari ide prioritas, kita dapat memformulasikan dalam bentuk program yang dapat kita desain Langkah-langkah kegiatan per tahap yang merupakan rangkaian mulai dari membentuk steering committee, menentukan ruang lingkup solusi, sasaran, waktu pelaksanaan, metode, juga moda yang bisa jadi memungkinkan secara daring, maupun blanded, di samping luring tentunya. Uji secara internal atau terbatas sebagai fase eksperimental dengan tujuan untuk mengidentifikasi solusi terbaik untuk setiap masalah, dan satu per satu dicermati, dikritisi, diperbaiki, serta diperiksa ulang, atau bahkan ditolak berdasarkan kendala yang dialami. Kemudian kita lakukan uji public dan memungkinkan dilakukan perubahan dan pemyempurnaan yang dilakukan untuk memastikan solusi yang dipilih dan efektif.
- Eksekusi, meliputi langkah-langkah teknis misalnya ; Rapat koordinasi dengan dengan Dinas Pendidikan, serta OPD terkait, Menyelenggarakan Forum Pemangku kepentingan, Merencanakan dan melaksanakan Monitoring dan evaluasi.
- Refleksi, tahap ini meliputi langkah-langkah ; menganalisis data hasil monitoring, mengevaluasi berdasarkan hasil analisis monitoring, melaksanakan FDG dengan berbagai pemangku kepentingan, menyusun mekomendasi hasil refleksi, memberikan apresiasi pihak terkait.
- Faktor Pendukung, berbagai faktor yang mendukung strategi ini diantaranya :
-
- Harapan orang tua, masyarakat, legislator, dunia industry, komunitas pendidik dan tenaga kependidikan untuk berpartisipasi dalam menilai kualitas Pendidikan.
- Kolaborasi yang terbangun untuk memberikan kontribusi pada layanan Pendidikan yang bermutu dari berbagai institusi/organisasi pemerintah daerah (OPD), serta UPT Kemendikbudristek di tingkat Propinsi.
- Capaian kinerja sekolah dalam berbagai program prioritas Kemendikbudristek.
5. Kendala, beberapa hal yang masih menjadi kendala adalah :
-
- Cepatnya perubahan regulasi sebagai indicator standar mutu
- Disparitas pemenuhan ketersediaan dan kompetensi pendidik dan tenaga kependidikan yang memerlukan waktu dalam mekanisme pemenuhannya, dalam hal ini khususnya kebutuhan akan distribusi guru yang memenuhi rasio dengan beban mengajar, serta rasio pengawas dengan jumlah satuan Pendidikan dan persebaran yang beragam.
- Masih terdapat daerah yang kurang memadai untuk dapat mengakses berbagai platform digital
PENUTUP
-
Simpulan
Seiring dengan telah terbitnya Permendagri No 59 tahun 2021 tentang Standar Pelayanan Minimum, maka perencanaan daerah akan difokuskan pada program dan kegiatan untuk pencapaian indikator di dalam SPM. Oleh karena itu, Dewan Pendidikan saat menjalankan peran dan fungsinya melalui strategi Design Thinking tersebut, tidak akan terlepas dari 14 indikator urusan Pendidikan yang targetnya harus terukur dan memastikan terjadinya Peningkatan Mutu layanan Pendidikan yang dirasakan oleh masyarakat Jawa Tengah. Dimulai dari memastikan bahwa berbagai program kegiatan yang direncanakan dalam RKA Pemerintah Daerah sesuai dengan kebutuhan layanan Pendidikan yang bermutu, begitu pula melalui pengawasan atas pelaksanaan dari berbagai program Pendidikan serta melakukan evaluasi berdasarkan capaian indicator urusan Pendidikan, bahkan sampai ke dampaknya. Melalui Design Thinking dengan strategi Dekon Foreksi, Dewan Pendidikan dapat menerapkan langkah-langkah yang dimulai dari tahap Empathise, Fase implementasi, dengan tahap formulasi, eksekusi, serta refleksi untuk kepentingan tindak lanjut perbaikan sampai solusi tersebut benar2 efektif dan berdampak pada Peningkatan Layanan Pendidikan yang bermutu yang dapat diukur dari pemenuhan 14 indikator urusan Pendidikan Propinsi Jawa Tengah,
-
Saran
Agar penerapan strategi ini efektif, disarankan koordinasi lintas OPD, serta UPT Kemendikbudristek agar ketika terjadi perubahan-perubahan yang relative sangat cepat terkait regulasi sebagai indicator standar mutu serta target capaiannya terkonfirmasi segera. Termasuk juga berkolaborasi dengan mitra pembangunan, agar intervensi yang dilakukan teridentifikasi progressnya, serta dapat menjadi praktik baik serta memungkinkan untuk menjadi rujukan dan replikasi di satuan Pendidikan lain.
REFERENSI
Arifpermana RATUM https://binus.ac.id/bandung/2019/12/tes/ jumat 27 januari 2023 pk 20.42 wib
Nugraheni Triasturi.2023. Design Thinking BBPMP Jawa Tengah. Bahan paparan https://www.interaction–design.org/literature/article/what–is–design–thinking–and–why–is–itso–popular
https://www.interaction–design.org/literature/article/5–stages–in–the–design–thinking–process
https://www.cyber–duck.co.uk/insights/design–thinking–the–secret–to–a–successful–digitaltransformation
https://www.academia.edu/45171645/KONSEP_TEORI_DAN_PROSEDUR_DESIGN_THI NGKING
Saifulloh. 2023. Design Thinking untuk SMA N 1 Jombang. Bahan paparan.
Yenny Efisari.2023. Design Thinking Management. Makalah.