Published On: 21 November 2024Categories: Artikel, Artikel Pendidikan, Headline

Deep Thinking -Salah Satu Alat- Menuju Deep Learning

Oleh: Syaifulloh

Konsultan BBPMP Jawa Tengah

Beberapa waktu yang lalu, saya berkesempatan mengikuti pertemuan yang dihadiri oleh para praktisi pendidikan internasional yang berafiliasi dengan kurikulum International Baccalaureate (IB). Kegiatan yang berlangsung selama dua hari ini menjadi wadah yang sangat berharga untuk berbagi wawasan, pengalaman, dan ide-ide inovatif dalam pengelolaan pendidikan berbasis kurikulum IB, yang dikenal dengan pendekatan holistik dan fokus pada pengembangan karakter siswa.

Acara ini diisi oleh berbagai ahli pendidikan dari mancanegara yang memberikan pandangan mendalam tentang bagaimana kurikulum IB dapat diterapkan secara efektif di berbagai konteks pendidikan. Salah satu poin penting yang dibahas adalah tentang bagaimana implementasi 10 learning Profile IB dan itu semua tertuju kepada “deep thinking” sebagai alat utama untuk mendorong “deep learning”. Pendekatan ini menekankan pentingnya kemampuan berpikir mendalam untuk membantu siswa membangun pemahaman yang lebih konseptual dan mendalam, sehingga pembelajaran menjadi lebih bermakna dan relevan.

Peserta yang hadir pun sangat beragam, terdiri dari perwakilan sekolah-sekolah yang telah mengadopsi kurikulum IB. Diskusi yang terjadi selama kegiatan memberikan ruang bagi para peserta untuk saling bertukar ide dan solusi, memperkuat jaringan kerja sama antar-sekolah, dan memperdalam pemahaman tentang manfaat serta dampak positif yang ditawarkan oleh kurikulum IB, termasuk bagaimana melalui implementasi dari 10 profile learning IB bisa menjadi pola yang berkembang tentang deep thinking dapat menjadi landasan menuju keberhasilan implementasi pembelajaran mendalam.

Konsep Deep Thinking dan Deep Learning

Mengenal Deep Thinking: What Mathematics Can Teach Us about the Mind”Janet J. Broughton: Deep thinking is something that is difficult to get a handle on, not because it is complex, but, on the contrary, because it is so basic. Deep thinking is the way the mind functions naturally, not something that the mind must be coerced into doing. The “default condition” of the mind is active, dynamic, and creative. It does not have to be “turned on.” It arrives on the scene already turned on. We shall get evidence for the dynamic default condition of the mind by considering the way infants think as they make their initial attempts to get a conceptual understanding of the world. It is from recent work on the development of conceptual systems in infants that we shall begin to discern some of the essential ingredients that make up deep thinking. For this reason yet another term for deep thinking might be “developmental thinking.” (Deep Thinking: What Mathematics Can Teach Us about the Mind”Janet J. Broughton)

Broughton mengatakan: Berpikir mendalam adalah sesuatu yang sulit untuk didefinisikan, bukan karena sifatnya yang rumit, tetapi justru sebaliknya, karena ia begitu mendasar. Berpikir mendalam adalah cara pikiran berfungsi secara alami, bukan sesuatu yang harus dipaksakan untuk dilakukan oleh pikiran. Kondisi “default” pikiran adalah aktif, dinamis, dan kreatif. Pikiran tidak perlu “dinyalakan” karena ia sudah hadir dalam keadaan menyala sejak awal. Kita akan menemukan bukti tentang kondisi default yang dinamis dari pikiran dengan mempertimbangkan cara bayi berpikir ketika mereka mulai mencoba memahami dunia secara konseptual. Dari penelitian terbaru tentang perkembangan sistem konseptual pada bayi, kita akan mulai mengenali beberapa elemen penting yang membentuk berpikir mendalam. Oleh karena itu, istilah lain untuk berpikir mendalam mungkin adalah “berpikir perkembangan.”

Dikutip dari Wikipedia: Deep Learning/ Pembelajaran mendalam adalah bagian dari pembelajaran mesin yang berfokus pada pemanfaatan jaringan saraf untuk melakukan tugas-tugas seperti klasifikasi , regresi , dan pembelajaran representasi . Bidang ini mengambil inspirasi dari ilmu saraf biologis dan berpusat pada penumpukan neuron buatan ke dalam lapisan-lapisan dan “melatihnya” untuk memproses data. Kata sifat “dalam” mengacu pada penggunaan beberapa lapisan (berkisar dari tiga hingga beberapa ratus atau ribuan) dalam jaringan. Metode yang digunakan dapat berupa metode terbimbing , semi-terbimbing , atau tanpa pengawasan .

Beberapa arsitektur jaringan pembelajaran mendalam yang umum mencakup jaringan yang terhubung penuh , jaringan keyakinan mendalam , jaringan saraf berulang , jaringan saraf konvolusional , jaringan adversarial generatif , transformer , dan medan radian saraf . Arsitektur ini telah diterapkan pada bidang-bidang termasuk visi komputer , pengenalan suara , pemrosesan bahasa alami , penerjemahan mesin , bioinformatika , desain obat , analisis citra medis , ilmu iklim , inspeksi material, dan program permainan papan , yang telah menghasilkan hasil yang sebanding dengan dan dalam beberapa kasus melampaui kinerja ahli manusia.

Bentuk awal jaringan saraf terinspirasi oleh pemrosesan informasi dan simpul komunikasi terdistribusi dalam sistem biologis , khususnya otak manusia . Namun, jaringan saraf saat ini tidak dimaksudkan untuk memodelkan fungsi otak organisme, dan umumnya dianggap sebagai model berkualitas rendah untuk tujuan tersebut.

Sebagian besar model pembelajaran mendalam modern didasarkan pada jaringan saraf berlapis-lapis seperti jaringan saraf konvolusional dan transformator , meskipun mereka juga dapat menyertakan rumus proposisional atau variabel laten yang disusun berlapis-lapis dalam model generatif yang dalam seperti node dalam jaringan kepercayaan yang dalam dan mesin Boltzmann yang dalam.

Secara fundamental, pembelajaran mendalam mengacu pada kelas algoritma pembelajaran mesin yang menggunakan hierarki lapisan untuk mengubah data masukan menjadi representasi yang sedikit lebih abstrak dan komposit. Misalnya, dalam model pengenalan gambar , masukan mentah dapat berupa gambar (diwakili sebagai tensor piksel ). Lapisan representasional pertama dapat mencoba mengidentifikasi bentuk dasar seperti garis dan lingkaran, lapisan kedua dapat menyusun dan mengodekan susunan tepi, lapisan ketiga dapat mengodekan hidung dan mata, dan lapisan keempat dapat mengenali bahwa gambar tersebut berisi wajah.

Yang penting, proses pembelajaran mendalam dapat mempelajari fitur mana yang harus ditempatkan secara optimal pada level mana dengan sendirinya . Sebelum pembelajaran mendalam, teknik pembelajaran mesin sering kali melibatkan rekayasa fitur yang dibuat dengan tangan untuk mengubah data menjadi representasi yang lebih sesuai untuk dioperasikan oleh algoritma klasifikasi. Dalam pendekatan pembelajaran mendalam, fitur tidak dibuat dengan tangan dan model menemukan representasi fitur yang berguna dari data secara otomatis. Ini tidak menghilangkan kebutuhan untuk penyetelan manual; misalnya, berbagai jumlah lapisan dan ukuran lapisan dapat memberikan tingkat abstraksi yang berbeda.

Kata “deep” dalam “deep learning” merujuk pada jumlah lapisan yang dilalui data untuk ditransformasikan. Lebih tepatnya, sistem deep learning memiliki kedalaman jalur penugasan kredit (CAP) yang substansial. CAP adalah rantai transformasi dari input ke output. CAP menggambarkan hubungan kausal yang potensial antara input dan output. Untuk jaringan neural feedforward , kedalaman CAP adalah kedalaman jaringan dan merupakan jumlah lapisan tersembunyi ditambah satu (karena lapisan output juga diparameterisasi). Untuk jaringan neural berulang , di mana sinyal dapat menyebar melalui lapisan lebih dari satu kali, kedalaman CAP berpotensi tidak terbatas. Tidak ada ambang batas kedalaman yang disepakati secara universal yang memisahkan shallow learning dari deep learning, tetapi sebagian besar peneliti setuju bahwa deep learning melibatkan kedalaman CAP yang lebih tinggi dari dua. CAP dengan kedalaman dua telah terbukti menjadi aproksimator universal dalam artian bahwa CAP dapat meniru fungsi apa pun. Di luar itu, lebih banyak lapisan tidak menambah kemampuan aproksimator fungsi jaringan. Model dalam (CAP > dua) mampu mengekstrak fitur yang lebih baik daripada model dangkal dan karenanya, lapisan tambahan membantu dalam mempelajari fitur secara efektif.

Berpikir mendalam (deep thinking) dan pembelajaran mendalam (deep learning) adalah konsep yang saling melengkapi dan dapat diterapkan secara sinergis dalam pembelajaran untuk menciptakan pengalaman belajar yang lebih bermakna dan efektif. Deep thinking berakar pada cara kerja alami pikiran yang dinamis, kreatif, dan aktif, seperti yang terlihat pada proses pembelajaran konseptual pada bayi. Hal ini menunjukkan bahwa berpikir mendalam adalah elemen fundamental yang mendorong individu untuk memahami dunia secara lebih konseptual dan mendalam.

Di sisi lain, deep learning menggunakan teknologi jaringan saraf berlapis untuk memproses data secara hierarkis, memungkinkan transformasi data menjadi representasi yang lebih abstrak dan terstruktur. Dalam konteks pendidikan, pembelajaran mendalam dapat dimanfaatkan untuk mengidentifikasi pola belajar siswa, mempersonalisasi pembelajaran, serta memecahkan tantangan pembelajaran yang kompleks dengan pendekatan berbasis data.

Implementasi keduanya dalam pembelajaran membuka peluang besar untuk menciptakan lingkungan belajar yang lebih inovatif. Guru dapat mendorong siswa untuk terlibat dalam proses berpikir mendalam melalui diskusi konseptual, pemecahan masalah, dan eksplorasi kreatif. Pada saat yang sama, pemanfaatan teknologi pembelajaran mendalam dapat membantu memperkaya pengalaman belajar melalui analisis data, otomatisasi tugas pembelajaran, dan pengembangan metode evaluasi berbasis capaian konseptual. Kombinasi ini memungkinkan pembelajaran menjadi lebih adaptif, relevan, dan bermakna.

Mengenal “IB Learner Profile” Mengajak Deep Thinker

Profil Pembelajar International Baccalaureate (IB) terdiri dari sepuluh atribut yang dirancang untuk membentuk siswa menjadi individu yang holistik dan siap menghadapi tantangan global. Berikut adalah penjelasan mengenai masing-masing atribut tersebut:

1. Inquirers

Siswa mengembangkan rasa ingin tahu alami dan keterampilan untuk melakukan penyelidikan serta penelitian. Mereka belajar untuk mengeksplorasi ide-ide dan isu-isu dengan antusiasme.

2. Knowledgeable

Siswa berusaha untuk memahami berbagai disiplin ilmu, mengeksplorasi konsep, ide, dan isu-isu yang relevan baik secara lokal maupun global.

3. Thinkers

Siswa menggunakan keterampilan berpikir kritis dan kreatif untuk menganalisis informasi dan mengambil keputusan yang etis serta masuk akal. Mereka terlibat dalam pemecahan masalah yang kompleks.

4. Communicators

Siswa memiliki kemampuan untuk mengekspresikan diri dengan percaya diri dan kreatif dalam berbagai bahasa dan cara komunikasi. Mereka belajar untuk berkolaborasi secara efektif dengan orang lain.

5. Principled

Siswa bertindak dengan integritas dan menghargai keadilan serta kesetaraan. Mereka menunjukkan tanggung jawab terhadap tindakan mereka dan menghormati hak orang lain.

6. Open-minded

Siswa menghargai budaya, perspektif, dan tradisi yang berbeda dari milik mereka sendiri. Mereka terbuka terhadap ide-ide baru dan bersedia mempertimbangkan sudut pandang lain.

7. Caring

Siswa menunjukkan empati dan perhatian terhadap kebutuhan orang lain. Mereka berkomitmen untuk berkontribusi pada komunitas mereka dengan cara positif.

8. Risk-takers

Siswa berani menghadapi tantangan baru dan mengambil risiko yang diperhitungkan. Mereka menunjukkan keberanian dalam mengeksplorasi ide-ide baru dan mempertahankan keyakinan mereka meskipun ada ketidakpastian.

9. Balanced

Siswa memahami pentingnya keseimbangan antara aspek intelektual, fisik, dan emosional dalam kehidupan mereka. Mereka berusaha untuk mencapai kesejahteraan pribadi dalam semua aspek kehidupan.

10. Reflective

Siswa merenungkan pengalaman belajar mereka, mempertimbangkan bagaimana hal tersebut memengaruhi perkembangan pribadi mereka. Mereka belajar dari pengalaman masa lalu untuk meningkatkan pemahaman di masa depan.

Mengingat Kembali Penguatan Profil Pelajar Pancasila

Penguatan Profil Pelajar Pancasila (P5) adalah inisiatif pendidikan yang bertujuan untuk mengembangkan karakter dan kompetensi siswa di Indonesia sesuai dengan nilai-nilai Pancasila. Berikut adalah penjelasan lebih mendalam mengenai konsep dan implementasi P5:

Konsep Penguatan Profil Pelajar Pancasila

1. Definisi: P5 merupakan pembelajaran berbasis proyek yang melibatkan siswa dalam mengamati, mengeksplorasi, dan merumuskan solusi terhadap isu-isu nyata di lingkungan sekitar. Tujuannya adalah untuk memperkuat kompetensi dan karakter siswa sesuai dengan Profil Pelajar Pancasila yang dicanangkan oleh Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Indonesia

2. Dimensi Profil Pelajar Pancasila: Terdapat enam dimensi kunci dalam Profil Pelajar Pancasila:

• Beriman, bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, dan berakhlak mulia

• Berkebinekaan global

• Bergotong royong

• Mandiri

• Bernalar kritis

• Kreatif

3. Tujuan: Proyek ini bertujuan untuk menciptakan pelajar yang tidak hanya kompeten secara akademis tetapi juga memiliki karakter yang kuat, mampu beradaptasi dengan berbagai situasi, serta berkontribusi positif kepada masyarakat

Kolaborasi IB Learner Profile dan Penguatan Profile Pelajar Pancasila Menguatkan Deep Thinking

Kolaborasi antara IB Learner Profile dan Penguatan Profil Pelajar Pancasila dapat memberikan kontribusi signifikan terhadap pengembangan keterampilan berpikir mendalam (deep thinking) pada siswa. Kedua kerangka ini menekankan pentingnya karakter dan kompetensi yang diperlukan untuk menghadapi tantangan global dan lokal. Dalam konteks IB, atribut seperti thinkers dan inquirers mendorong siswa untuk berpikir kritis, melakukan penyelidikan, dan mengeksplorasi ide-ide secara mendalam.

Sementara itu, Profil Pelajar Pancasila menekankan nilai-nilai seperti kemandirian, gotong royong, dan bernalar kritis yang sejalan dengan tujuan pembelajaran berbasis proyek yang diusung dalam kurikulum pendidikan di Indonesia.Implementasi proyek yang mengintegrasikan kedua profil ini dapat menciptakan lingkungan belajar yang interaktif dan kolaboratif. Misalnya, dalam proyek berbasis komunitas, siswa dapat menerapkan prinsip-prinsip caring dari IB Learner Profile dengan menunjukkan empati terhadap kebutuhan masyarakat sekitar, sambil juga mengembangkan sikap gotong royong dari Profil Pelajar Pancasila.

Melalui kolaborasi ini, siswa tidak hanya belajar untuk bekerja sama tetapi juga berlatih untuk menganalisis masalah secara kritis dan mencari solusi yang inovatif, sehingga memperkuat kemampuan berpikir mendalam mereka.Selain itu, pendekatan pembelajaran yang menggabungkan kedua profil ini memungkinkan siswa untuk terlibat dalam refleksi diri yang mendalam. Dengan merenungkan pengalaman belajar mereka, siswa dapat mengidentifikasi kekuatan dan area yang perlu diperbaiki. Ini sejalan dengan atribut reflective dalam IB Learner Profile dan dimensi reflektif dalam Penguatan Profil Pelajar Pancasila.

Proses ini meningkatkan pemahaman mereka tentang materi pelajaran tetapi juga membantu mereka menginternalisasi nilai-nilai karakter yang penting bagi pengembangan pribadi dan sosial mereka.Akhirnya, kolaborasi antara IB Learner Profile dan Penguatan Profil Pelajar Pancasila memberikan kesempatan bagi siswa untuk menjadi pelajar sepanjang hayat yang kompeten dan berkarakter. Dengan memadukan keterampilan berpikir kritis dan kreatif dari IB dengan nilai-nilai Pancasila, siswa dapat mengembangkan sikap positif terhadap pembelajaran serta tanggung jawab sosial. Hal ini sangat penting dalam membentuk generasi yang tidak hanya cerdas secara akademis tetapi juga memiliki integritas moral dan sosial yang tinggi, siap menghadapi tantangan di era globalisasi.

Menyatukan Kompetensi Guru Dalam Deep Thinking dan Deep Learning Sebagai Kekuatan Utuh dalam Pembelajaran

Menyatukan kompetensi guru dalam deep thinking dan deep learning merupakan langkah strategis untuk menciptakan pengalaman pembelajaran yang lebih bermakna dan efektif. Deep thinking mengacu pada kemampuan guru untuk menganalisis, mengevaluasi, dan merumuskan pemikiran kritis tentang materi ajar, sedangkan deep learning berfokus pada pemahaman yang mendalam dan aplikatif dari pengetahuan yang dipelajari siswa. Dengan mengintegrasikan kedua aspek ini, guru dapat membantu siswa tidak hanya menghafal informasi, tetapi juga memahami konsep secara menyeluruh dan mampu menerapkannya dalam konteks nyata. Melalui pengembangan kompetensi dalam deep thinking, guru dapat merancang pertanyaan-pertanyaan yang menantang dan mendorong siswa untuk berpikir kritis. Ini menciptakan lingkungan belajar yang dinamis di mana siswa merasa terdorong untuk mengeksplorasi ide-ide baru dan mempertanyakan asumsi yang ada. Guru berperan sebagai fasilitator yang membimbing siswa dalam proses berpikir mendalam, sehingga mereka dapat membuat koneksi antara berbagai konsep dan mengembangkan keterampilan analitis yang diperlukan untuk menghadapi tantangan di dunia nyata.

Di sisi lain, deep learning menuntut guru untuk merancang pengalaman belajar yang relevan dan kontekstual. Ini berarti bahwa guru harus mampu mengaitkan materi ajar dengan situasi kehidupan sehari-hari siswa, sehingga pembelajaran terasa lebih aplikatif dan bermanfaat. Dengan memadukan deep thinking dan deep learning, guru dapat menciptakan proyek atau tugas yang memungkinkan siswa untuk bekerja secara kolaboratif, menerapkan pengetahuan mereka dalam situasi nyata, serta merefleksikan proses belajar. Hal ini tidak hanya meningkatkan pemahaman akademis tetapi juga membangun keterampilan sosial dan emosional siswa.

Menyatukan kompetensi guru dalam deep thinking dan deep learning akan menghasilkan kekuatan utuh dalam pembelajaran yang berdampak jangka panjang. Ketika guru mampu mengintegrasikan kedua pendekatan ini, mereka tidak hanya membekali siswa dengan pengetahuan tetapi juga dengan keterampilan berpikir kritis dan kreatif yang esensial untuk kehidupan di abad ke-21. Dengan demikian, siswa akan menjadi individu yang siap menghadapi tantangan global dengan percaya diri, serta memiliki kemampuan untuk berkontribusi secara positif kepada masyarakat.

Kunci sukses implementasi Deep Thinking dan Deep Learning di Satuan Pendidikan Melalui Profil yang Akan Dicapai

Implementasi Deep Thinking dan Deep Learning di satuan pendidikan memerlukan strategi yang terencana dan berfokus pada pencapaian profil pelajar yang diinginkan.

Kunci sukses pertama adalah pengembangan kompetensi guru. Guru harus dilatih untuk memahami dan menerapkan prinsip-prinsip deep thinking dan deep learning dalam proses pembelajaran. Ini meliputi kemampuan untuk merancang pertanyaan yang menantang, memfasilitasi diskusi yang mendalam, dan mengembangkan aktivitas yang mendorong siswa untuk berpikir kritis dan kreatif. Dengan kompetensi yang kuat, guru dapat menciptakan lingkungan belajar yang mendukung eksplorasi ide-ide dan pemecahan masalah secara kolaboratif.

Kunci sukses kedua adalah penyediaan kurikulum yang relevan dan kontekstual. Kurikulum harus dirancang sedemikian rupa agar dapat mengaitkan materi ajar dengan kehidupan nyata siswa, sehingga mereka dapat melihat relevansi pengetahuan yang dipelajari. Pendekatan pembelajaran berbasis masalah (problem-based learning) dapat diterapkan untuk memberikan pengalaman langsung kepada siswa dalam memecahkan isu-isu aktual. Dengan cara ini, siswa tidak hanya belajar teori tetapi juga memahami aplikasi praktis dari konsep-konsep yang diajarkan, yang pada gilirannya memperkuat pemahaman mereka secara mendalam.

Selanjutnya, kunci sukses ketiga adalah penerapan metode pembelajaran aktif menjadi kunci sukses ketiga dalam implementasi deep thinking dan deep learning. Metode ini mencakup diskusi kelas, proyek kolaboratif, dan refleksi individu. Siswa didorong untuk terlibat aktif dalam proses belajar, berbagi perspektif, dan bekerja sama dalam kelompok untuk menyelesaikan tugas-tugas komkomplek  Siswa belajar dari satu sama lain dan mengembangkan keterampilan sosial serta kemampuan komunikasi yang diperlukan di dunia nyata. Pembelajaran aktif juga membantu siswa untuk lebih memahami materi karena mereka terlibat langsung dalam proses eksplorasi.

Kunci sukses keempat adalah evaluasi yang komprehensif dan berkelanjutan. Penilaian tidak hanya dilakukan melalui ujian tradisional tetapi juga melalui proyek, presentasi, dan refleksi diri. Metode evaluasi ini memungkinkan guru untuk menilai pemahaman siswa secara holistik serta kemajuan mereka dalam berpikir kritis dan kreatif. Selain itu, umpan balik yang konstruktif dari guru akan membantu siswa memahami kekuatan dan area yang perlu ditingkatkan. Pendekatan ini, proses pembelajaran menjadi lebih dinamis dan berorientasi pada pengembangan karakter serta kompetensi siswa sesuai dengan profil pelajar yang diharapkan.

Peran BBPMP/BPMP Sebagai Tusi Pengembang Model

Permendikbudristek Nomor 11 Tahun 2022 Tentang Organisasi dan tata Kerja BBPMP/BPMP pada Pasal 4 ayat b disebutkan bahwa pengembangan model penjaminan dan peningkatan mutu pendidikan anak usia dini, pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan Masyarakat. Peran Balai Besar Penjaminan Mutu Pendidikan (BBPMP) dan Balai Penjaminan Mutu Pendidikan (BPMP) sangat penting dalam pengembangan model. Mengacu kepada wacana peneran Deep Learning kiranya cukup penting bahwa jalan menuju Deep Leraning adalah penguasaan dan implementasi Deep Thinking dan Deep Learning di satuan pendidikan. Sebagai lembaga yang bertanggung jawab untuk penjaminan dan peningkatan mutu pendidikan, BBPMP/BPMP memiliki tugas untuk mengembangkan model-model pembelajaran yang tidak hanya berfokus pada penguasaan materi, tetapi juga pada pengembangan keterampilan berpikir kritis dan kreatif siswa.

BBPMP/BPMP dapat membantu sekolah dalam merancang kurikulum yang mendorong para Pengawas Sekolah,Kepala Sekolah, Guru dengan memberikan penuatan dan coaching clinic untuk melakukan penyelidikan mendalam dan berpikir secara analitis.

Dalam implementasinya, BBPMP/BPMP berfungsi sebagai fasilitator dalam Coaching Clinic guru untuk meningkatkan kompetensi mereka dalam menerapkan metode pembelajaran yang mendukung deep thinking dan deep learning. Melalui program pengembangan profesional, guru dibekali dengan strategi pembelajaran aktif yang mendorong siswa untuk terlibat secara langsung dalam proses belajar. Ini termasuk penggunaan teknik seperti diskusi kelompok, proyek berbasis masalah, dan refleksi diri yang membantu siswa membangun pemahaman yang lebih dalam terhadap materi pelajaran.Selain itu, BBPMP/BPMP juga berperan dalam melakukan pemetaan mutu pendidikan yang mencakup analisis terhadap praktik pembelajaran di sekolah-sekolah.

Melalui pengumpulan data dan informasi mengenai efektivitas metode pembelajaran yang diterapkan, BBPMP/BPMP dapat mengidentifikasi area yang memerlukan perbaikan dan memberikan rekomendasi berbasis bukti untuk pengembangan model pembelajaran yang lebih baik sebagai jalan peningkatan literasi dan numerasi. Hal ini akan meningkatkan kualitas pendidikan di daerah. Kolaborasi antara BBPMP/BPMP dengan pemerintah daerah dan lembaga pendidikan lainnya menjadi kunci sukses dalam implementasi deep thinking dan deep learning.

Membangun kemitraan strategis, melalui Analisa RPJPD 2025-2045 di setiap Kabupaten/Kota, BBPMP/BPMP dapat memperluas jangkauan program-program peningkatan mutu pendidikan serta memastikan bahwa kebijakan-kebijakan nasional dapat diadaptasi secara efektif di tingkat daerah melalui dukungan program BBPMP/BPMP yang sesuai dengan Renstra Daerah masing-masing. Melalui sinergi ini, diharapkan BBPMP/BPMP bisa mencapai IKU dan IKK sekaligus mensupport Renstra Daerah yang muaranya kepada 6 pPrioritas Program Kemendikbuddasmen.