Dr. Mampuono, S.Pd., M.Kom.
#Orang literat Menemu Balingš
Menemu Baling di Pulau Komodo
Alkisah, pada zaman dahulu kala, di kawasan Labuan Bajo dan sekitarnya, hiduplah seorang putri yang cantik jelita. Putri dengan tubuh semampai dan pakaian gemerlap berhiaskan sayap naga ini adalah putri kerajaan langit yang pesonanya memancarkan keanggunan, kecantikan, dan kemegahan seorang bidadari yang turun dari alam atas. Sang Putri yang pengasih dan baik hati ini dikenal sebagai Putri Naga (The Dragon Princess) karena konon dia adalah satu satunya penerus klan Naga yang turun ke bumi di daerah tersebut. Dia tinggal di sebuah istana di sebuah pulau ajaib yang muncul dari dalam lautan, sebuah pulau dengan pemandangan yang menakjubkan dari bukit-bukit batuan karang dari zaman purbakala. Pulau itu terus tumbuh dan berkembang dan jauh di kemudian hari pulau itu lalu disebut sebagai Pulau Komodo.
Gambar: Ilustrasi keindahan pulau di sekitar pulau Komodo.
Meskipun hidup dalam kemewahan, keanggunan, dan rasa hormat dari semua orang, Putri Naga merasa kesepian dan merindukan kehadiran seorang pendamping hidup. Setelah bertahun-tahun hidup melajang, hatinya terpaut pada seorang pemuda bernama Majo. Majo bukanlah seorang bangsawan, melainkan seorang pemuda dari kalangan rakyat biasa. Dia adalah seorang pemuda yang baik hati dan suka menolong serta memiliki keberanian yang mengagumkan. Dia memiliki budi pekerti luhur, kebijaksanaan yang dalam, dan kekuatan magis yang membuatnya menjadi sosok yang istimewa. Sejak pertemuan pertama, cinta pun mekar di antara mereka.
“Putri Naga, aku tak dapat menahan diri untuk tidak jatuh cinta padamu. Kecantikanmu sejati dan hatimu begitu mulia,” kata Majo dengan penuh cinta.
Putri Naga tersenyum lembut, “Majo, aku merasa terikat padamu sejak saat pertama kita bertemu. Meskipun aku seorang putri naga, hatiku telah diperdaya oleh pesonamu.”
Meskipun perbedaan status menjadi latar belakang kisah romansa mereka, jalinan hati yang mendalam di antara mereka justru tumbuh semakin kuat. Putri Naga terpesona oleh ketampanan Majo dan kebaikan hatinya, sementara Majo terpesona oleh kecantikan dan keanggunan Putri Naga yang luar biasa. Bersama-sama, mereka melintasi rintangan dan mengatasi ujian yang dihadapkan pada mereka. Mereka menunjukkan kepada dunia bahwa cinta sejati tidak mengenal batasan dan bahwa keturunan naga dan manusia bisa bersatu dalam ikatan yang penuh cinta dan kebahagiaan.
Gambar: Ilustrasi istana Sang Putri Naga.
Perjalanan cinta mereka tidaklah mudah. Mereka harus menghadapi tantangan dan ujian, termasuk prasangka dan ketidaksetujuan dari dunia luar. Namun, cinta mereka terus tumbuh dan membara. Akhirnya, mereka menikah dalam sebuah upacara yang penuh keajaiban dan keindahan. Di momen itu, semesta ikut merayakan pernikahan mereka dengan menghadirkan hembusan angin yang lembut, bunga-bunga yang mekar mewangi, dan cahaya aurora yang memancar dari langit.
Kisah cinta mereka yang romantis dan menyentuh ini menginspirasi orang-orang di sekitar mereka. Mereka membawa keajaiban dan keindahan kepada dunia, mengingatkan kita bahwa cinta dapat mengatasi segala rintangan dan mengubah dunia menjadi tempat yang lebih indah. Mereka menjadi teladan tentang pentingnya memandang hati dan melampaui perbedaan untuk menemukan cinta yang sejati.
Putri Naga dan Majo pun hidup berbahagia. Beberapa tahun kemudian, Putri Naga melahirkan dua anak kembar. Tetapi, nasib mereka sangat berbeda. Salah satu anak mereka lahir sebagai seorang manusia dan diberi nama Si Gerong, sementara yang lainnya berwujud seekor komodo yang diberi nama Si Orah.
Putri Naga dan Majo merasa sedih melihat perbedaan nasib anak-anak mereka. Namun, mereka berusaha menerima takdir ini dengan tabah.
“Hati ini terluka melihat perbedaan nasib anak-anak kita, Majo. Namun, kita harus menerimanya dengan ikhlas,” ujar Putri Naga dengan air mata berlinang.
Majo menggenggam tangan Putri Naga dengan penuh kasih, “Kita tidak dapat mengubah takdir, Putri. Namun, kita dapat memberikan cinta dan perhatian yang sama kepada mereka. Kita harus tetap bersama dan menjalani kehidupan ini dengan penuh cinta.”
Putri Naga tersenyum penuh harap, “Terima kasih, Majo. Kita akan bersama-sama membesarkan dan mencintai mereka dengan sepenuh hati. Kita akan memberikan yang terbaik bagi mereka.”
Dalam perjuangan mereka membesarkan Si Gerong dan Si Orah, Putri Naga dan Majo selalu memberikan kasih sayang yang sama kepada kedua anak mereka, meskipun mereka berbeda bentuk dan nasibnya.
Walaupun kadang hati Putri Naga sedih melihat Si Orah yang harus hidup dalam kehidupan yang keras, ia selalu berusaha memberikan perlindungan dan mengajarkan Si Orah cara bertahan hidup.
Meski Sang Putri dan Majo merasa sedih sekali, tetapi mereka harus menerima dengan tabah cobaan yang diberikan oleh Tuhan Yang Maha Kuasa itu. Siapapun mungkin tidak akan kuat menerima kenyataan ketika melahirkan anak kembar yang ternyata satu berwujud sebagai manusia sedangkan yang lainnya berbentuk seekor komodo. Tetapi Sang Putri Naga bukanlah wanita biasa. Ia adalah seorang putri raja kerajaan gaib yang sakti mandraguna. Demikian juga suaminya adalah laki-laki yang tidak biasa. Jadi ujian dan cobaan di dalam hidup yang mereka alami adalah sebuah hal yang biasa.
Sang Putri memperlakukan kedua anaknya dengan penuh kasih sayang. Ia juga begitu peduli dan bersikap sangat adil kepada mereka. Anaknya yang berwujud manusia, Si Gerong, dibesarkannya di kampung manusia. Si Gerong pun mendapatkan berbagai pelajaran tentang bahasa, tata krama, bela diri, literasi dan adab-adab kepantasan lain sebagai anak manusia. Apalagi Si Gerong adalah keturunan seorang putri kerajaan, tentu dia dicarikan guru-guru terbaik, selain pengajaran yang diberikan oleh orangtuanya sendiri, agar kelak dia menjadi manusia yang memiliki peradaban tinggi sekaligus pilih tanding.
Sementara itu untuk Si Orah, anak mereka yang berwujud seekor kadal raksasa, komodo, Sang Putri mebesarkannya di tengah hutan belantara, di mana hanya dia dan Si Orah yang tahu keberadaannya. Kelak setelah agak dewasa barulah Majo ikut mendidiknya. Si Orah bukan manusia, maka dia tidak bisa dilatih dan dididik seperti manusia. Meski jauh didalam hati Sang Putri Naga menangis melihat nasib putrinya, tetapi apa daya itulah takdir dari langit yang diterimanya. Sang Puteri Naga harus tabah menjalani agar dapat memberikan yang terbaik dalam membesarkan anak-anaknya. Maka yang dilatihkan oleh Sang Putri adalah bagaimana si Orah dapat menangkap mangsanya untuk dijadikan bahan makanan dan tentu saja berbagai ilmu kanuragan yang dia warisi dari nenek moyang. Semua itu dilakukan demi untuk mempertahankan hidupnya.
“Orah, meskipun kamu berbentuk seekor komodo, ingatlah bahwa kamu adalah anakku yang kuat. Aku akan selalu melindungimu dan mengajarkanmu hal-hal penting agar kamu dapat bertahan dan hidup dengan baik,” kata Putri Naga dengan penuh cinta kepada Si Orah.
Si Orah mengangguk dan menjawab dalam bahasa yang hanya dimengerti oleh ibu anak itu, “Terima kasih, Ibu. Aku berjanji akan belajar dengan sungguh-sungguh dan berusaha menjadi yang terbaik.”
Karena wujudnya adalah kadal raksasa maka Sang Putri mengajarkan pada si Orah bagaimana seekor kadal seharusnya berburu walau sekuat dan setangkas apapun mangsanya. Diajarkannya bagaimana dengan gendang telinganya yang tajam dan sangat peka Si Orah bisa bereaksi cepat terhadap gerakan mangsanya. Sang putri juga mengajari bagaimana dengan gigitan yang tajam si Orah dapat membinasakan lawan dengan sekali terkam. Jika mangsanya masih bertahan hidup dan bisa melarikan diri, si Orah dapat memanfaatkan makhluk lain yang bersemayam di dalam tubuhnya. Itulah bakteri berbahaya yang mematikan. Dengan air liur yang mengandung bakteri itu si Orah tetap bisa membunuh mangsanya, walaupun kematiannya akan datang perlahan, beberapa hari kemudian.
“Ibu, apakah benar aku harus memanfaatkan bakteri berbahaya dalam tubuhku untuk membunuh mangsa?” tanya Orah suatu ketika dengan rasa ingin tahu.
Putri Naga mengangguk seraya menjelaskan, “Ya, Orah. Bakteri itu merupakan bagian dari keunikanmu sebagai seekor komodo. Namun, ingatlah, kita hanya menggunakan kemampuan ini untuk bertahan hidup. Jangan pernah menyerang tanpa alasan yang jelas.”
Orah mengangguk paham, “Baik, Ibu. Aku akan menjaga penggunaan kemampuan ini dengan bijaksana.”
Lidah Si Orah yang bercabang juga dilatih agar bisa dimanfaatkan untuk mendeteksi bau pada jarak berkilometer. Bahkan jika angin bertiup dari arah mangsanya pada jarak lima kilometer pun si Orah bisa mengenalinya. Pendeknya si Orah tumbuh sebagai kadal raksasa yang menjadi predator paling kuat yang berdiri gagah di puncak rantai makanan di wilayahnya. keahliannya dari waktu ke waktu semakin meningkat. Bahkan sang putri Naga tidak segan-segan memberikan berbagai ilmu kesaktian naga sebagai bekal kepada Si Orah agar dapat menjadi Sang Ratu Rimba tanpa tanding yang menguasai daerah teritorialnya.
Sang Putri Naga merasa sangat puas dengan pertumbuhan dan perkembangan anak-anaknya. Sang Putri Naga dan sang suami seia sekata untuk membangun kerajaan di pulau Komodo dan memastikan kedua anaknya terpisah jauh sehingga kedua saudara kembar itu tidak tahu menahu tentang keberadaan mereka satu dengan yang lain. Akhirnya mereka tumbuh dewasa di lingkungan masing-masing.
Sementara itu, di tempat yang berbeda, Si Gerong mendapatkan pelajaran bela diri dari seorang datuk yang ahli ilmu beladiri dan ilmu kanuragan . “Gerong, perluas gerakanmu dan latih ketangkasanmu. Di dalam dirimu memang mengalir darah klan naga dari alam atas, namun kekuatanmu tidak hanya terletak pada garis keturunanmu, tetapi juga pada kedisiplinan dan latihan yang terus-menerus,” kata datuk tersebut dengan penuh semangat.
Si Gerong menatap gurunya itu dengan tekad dan berkata, “Saya akan berlatih dengan sungguh-sungguh, Guru. Saya ingin menjadi seorang pria yang kuat dan bijaksana seperti Ayah.”
Si Gerong kini telah menjadi pemuda gagah yang banyak digandrungi oleh kaum muda di daerahnya. Melihat ketampanan, kekayaan, dan kecerdasan si Gerong, yang perempuan biasanya bermimpi ingin bersanding sebagai pasangan hidupnya, sedangkan yang laki-laki menjadikan dia sebagaiĀ trend setter.Ā Apa pun gaya penampilan yang dimiliki oleh Si Gerong, pemuda di daerahnya akan segera menjadikannya contoh untuk ditiru.
“Gerong, kamu benar-benar menjadi idola di sini,” ujar sahabatnya, Danur, suatu ketika sambil tersenyum kagum.
Si Gerong menanggapi dengan rendah hati, “Ah, Danur, itu semua berkat dukungan dan doa dari orang-orang di sekitar. Saya hanya berusaha menjadi diri sendiri.”
“Namun, kamu tak bisa menyangkal pesonamu yang memikat. Banyak wanita yang terpesona denganmu. Apakah tidak ada yang kau minati?” tanya Danur dengan wajah penuh rasa ingin tahu.
Si Gerong melihat ke kejauhan, “Sejujurnya, Danur, seiring pencapaian yang kuraih, hatiku sepertinya telah tertambat pada keberadaan seseorang. Namun, dia berada di tempat yang jauh, dan tak ada kepastian akan pertemuan kami. Semuanya masih misteri”
Danur berusaha memaklumi apa yang dirasakan sahabatnya, meskipun ia sendiri belum bisa mencerna kata kata Si Gerong sepenuhnya.
Hal yang paling disukai si Gerong adalah berburu kijang. Dia paling senang bila selepas berburu bisa membawa seekor kijang gemuk dengan tanduk yang panjang dan bercabang-cabang. Biasanya tanduk menjangan itu digunakan untuk hiasan dinding, gagang keris, pelengkap busana, atau kerajinan tangan lainnya. Sedangkan dagingnya dimasak dengan berbagai cara dan bumbu untuk hidangan pesta kerajaan. Tanduk Menjangan itu apabila sudah diukir dengan nama calon penerimanya akan diberikan sebagai hadiah kepada sahabat-sahabat Si Gerong.
“Gerong, kamu kembali dengan hasil yang mengagumkan! Tanduk kijang yang indah ini pasti akan menjadi pusat perhatian,” ujar Danur yang menyambut Si Gerong sambil memandangi tanduk menjangan yang dibawa oleh Gerong. Seharian Si Gerong menghabiskan waktu berburu di hutan dan sahabat karibnya itu sudah menunggu di pintu gerbang kerajaan ketika dia pulang.
Si Gerong tersenyum bangga, “Iya, Danur. Aku sangat senang bisa membawa pulang tanduk menjangan yang bagus ini. Nantinya akan kubuat ukiran indah beraura magis di atasnya. Alat pahat khusus yang aku gunakan adalah senjata ilahi warisan dari klan Naga Ibuku. Dan setelah jadi aku memberikannya sebagai hadiah kepada sahabat-sahabat terdekatku.”
Danur mengangguk penuh kekaguman dan berkata, “Kamu benar-benar bukan hanya sakti mandraguna dan murah hati Gerong, tetapi juga kreatif dan berjiwa seni tinggi. Tanduk itu pasti bukan hanya akan menjadi hadiah yang berkesan tetapi juga akan menjadi harta ilahi.”
“Saat aku berburu, aku merasa begitu dekat dengan alam dan kehidupan liar. Sungguh menyenangkan bisa mengejar kijang dengan kecepatan, ketangkasan, dan keahlian. Dan ketika berhasil mendapatkannya, rasanya seperti kemenangan yang luar biasa,” kata Si Gerong sambil merasakan kegembiraan dalam hatinya.
Danur tersenyum penuh pengertian, “Aku bisa merasakan semangatmu yang menyala-nyala saat berburu. Memang, keberhasilanmu ini layak untuk dirayakan dan dibagikan kepada orang-orang terdekatmu.”
Si Gerong mengangguk, “Terima kasih, Danur. Semoga dengan hadiah ini, persahabatan kita dan sahabat-sahabatku lainnya semakin erat dan tak tergoyahkan.”
Sesampainya di istana daging binatang buruan itu biasanya dimasak oleh pembantu setianya,Waji. Waji adalah salah satu koki istana yang paling enak masakannya. Badannya gendut dan lucu karena terlalu sering ngemil makanan enak. Biasanya Si Gerong akan merasa puas setelah mencicipi masakan buatan si koki gendut itu. Lalu Si Gerong akan memuji si gendut setinggi langit. Kalau sudah begitu biasanya si gendut akan berterima kasih berkali-kali dan ia akan semakin bersemangat untuk menciptakan karya-karya kuliner baru dari daging kijang. Si Gerong memang pintar membuat orang lain bersemangat untuk terus belajar.
“Hai, Waji! Kamu bisakah siapkan masakan daging kijang montok ini dengan sepuluh variasi?” kata Si Gerong.
“Siap, Tuan Muda Gerong. Daging yang berlimpah ini akan saya masak menjadi 12 variasi dengan penuh cinta kasih dan perhatian heheheh. Aroma dan rasanya pasti membuat Anda dan sahabat sahabat Anda puas,” kata pria gendut itu.
“Hahahaā¦ Aku selalu senang dengan masakanmu, Waji. Kamu memang ahli dalam memasak masakan lezat. Terima kasih atas pengabdianmu. Nanti aku bantu dah jadi mak comblang kamu untuk dayang cantik di paviliun sebelah. Kata si dia semakin lezat masakanmu, kamu jadi semakin ganteng hihihi,” puji Si Gerong dengan gembira sambil menggoda Waji yang sedang naksir berat seorang dayang di salah satu kompleks istana.
“Heheheā¦ Tuan Muda bisa saja. Jadi malu. Oh ya Tuan Muda Gerong. Saya senang bisa membuat Anda puas. Saya akan terus bersemangat melakukan riset dan pengembangan untuk menciptakan kuliner baru,” sahut Waji sambil mengerahkan anak buahnya untuk membawa daging kijang buruan Si Gerong untuk segera dimasak.
āEh sebentar. Riset dan pengembangan? Apa itu?ā tanya si Gerong sampai melongo mendengar istilah yang digunakan Waji.
āPokoknya dahā¦ Hihihiā jawab Waji cepat cepat berlalu, takut ditanya lebih rinci karena ia juga tak terlalu paham.
Tak berapa lama kemudian masakan hasil karya Waji sudah siap dihidangkan. Si Gerong segera memerintahkan pembantunya yang lain untuk mengundang para pemuda-pemudi di sekitar tempat tinggalnya agar berkumpul.
“Hai, Gerong! Ada acara apa hari ini? Kok kami semua dipanggil? ” tanya Sora, pemuda berambut keriting yang pandai bernyanyi.
“Hari ini kita akan mengadakan pesta. Kalian semua diundang untuk bergabung. Kita akan menikmati masakan daging kijang yang enak dan juga berbagi cerita, bernyanyi, dan membaca puisi,” jawab Si Gerong.
“Wow, itu terdengar menyenangkan! Saya sudah tidak sabar untuk merasakan masakanmu, Gerong. Pasti luar biasa!” seru Bedu yang bertubuh gempal dan hobi makan.
“Terima kasih atas dukungan kalian semua. Ayo, mari kita mulai merayakan malam ini dengan kegembiraan dan keceriaan!” kata Si Gerong.
“Kami siap, Gerong! Kita bisa menghibur satu sama lain dengan pantun, sajak, dan kisah-kisah inspiratif,” sambut Isah, seorang gadis muda yang pandai membaca puisi dan bercerita.
“Ayo, semangatkan kita dengan semangatmu, Gerong! Kamu pintar membuat orang lain bersemangat untuk belajar dan berkarya,” kata Sora lagi saling menyemangati.
“Terima kasih, teman-teman. Saya bangga bisa memiliki kalian sebagai sahabat. Mari kita rayakan malam ini dengan keceriaan dan kebersamaan yang tak terlupakan!” seru Si Gerong sambil mengangkat gelas minumannya. Semua membalas dengan mengangkat gelas minuman dan saling membenturkan pelan untuk toast.
Mereka lalu dengan bergembira ria berpesta, menikmati makan masakan daging kijang yang teksturnya lembut dan wangi aromanya sambil menghadapi api unggun. Dengan keterampilan literasi yang mereka miliki mereka berpantun dan bersajak, menyanyi, ataupun bercerita tentang kisah-kisah kepahlawanan yang diceritakan turun temurun dari leluhur mereka. Si Gerong semakin tumbuh sebagai pemuda yang gagah perkasa dan sakti mandraguna.
Pada suatu hari si Gerong pergi berburu sendirian lagi di hutan. Tidak ketinggalan kuda kesayangannya Si Hitam dan anjing berburunya Si Gesit ikut menemani. Biasanya dengan kerja sama ketiganya dalam waktu singkat mereka sudah berhasil menemukan sasaran binatang buruan. Dalam setengah hari mereka akan sudah kembali pulang dengan membawa kijang besar yang diboncengkan oleh Si Gerong di punggung Si Hitam. Sementara itu Si Gesit berlarian di depan dengan penuh kegembiraan. Bagaimanapun keberhasilannya membantu tuannya akan membuatnya mendapat hadiah besar berupa pesta daging kijang sepuasnya.
“Semakin hari, keahlian berburuku semakin terasah, Si Hitam dan Si Gesit selalu setia menemani.ā kata Si Gerong di dalam hati.
āKalian berdua adalah sahabat terbaikku, tanpa kalian, aku tak akan bisa berhasil,ā serunya sambil memandang kedua sahabatnya dengan bangga.
Si Hitam yang dibelai bulu surainya sambil ditepuk tepuk dan dipuji oleh tuannya seperti mengerti. Kuda hitam yang gagah itu meringkik kecil sambil mengangguk anggukkan kepalanya.
Sementara itu Si Gesit yang cerdas menggoyangkan ekor dengan antusias sambil menggonggong ringan. āGuk-guk! Ayo, cepatlah menemukan mangsa kita!ā teriakknya dalam bahasa yang hanya ia sendiri yang tahu maksudnya.
Tidak seperti biasanya kali ini hutan terasa sepi. Ketiganya sudah setengah hari lebih menyusuri hutan tetapi sepertinya hutan itu sudah ditinggalkan oleh seluruh binatang buruan. Mereka terus bergerak semakin kedalam di mana tumbuh pohon-pohon asam raksasa. Burung-burung yang biasanya berkicau atau ayam hutan yang berkokok di kejauhan sepertinya tidak berani menampakan batang hidungnya. Si Gesit yang biasanya berlari lincah untuk menemukan binatang buruan kali ini berjalan berdekat-dekat dengan tuannya. Sepertinya anjing buruan ini dapat menangkap aura tertentu yang mengancam keselamatannya. Kondisi belantara yang semakin terjal membuat Si Gerong harus meninggalkan si Hitam di kawasan sebelah bawah hutan yang sekiranya aman.
Seekor kijang yang besar dan gemuk serta memiliki tanduk yang sangat indah sempat terlihat di kejauhan ketika matahari sudah tergelincir ke sebelah barat. Namun begitu akan didekati agar jaraknya cukup untuk melepaskan anak panah, sang kijang sudah lenyap bayangannya. Medan yang terjal dan hutan belantara lebat sepertinya memberikan perlindungan yang sempurna kepada binatang buruan yang dapat berlari seperti menghilang itu.
Sebagai seorang pemburu yang dikenal sangat ahli dan ilmu kanuragan yang pilih tanding, Si Gerong tentu memiliki mental yang gigih dan pantang menyerah. Namun dalam berguru Si Gerong hampir tidak pernah menggunakan ilmu kanuragannya. Dia lebih menikmati berburu sebagai pemburu biasa dengan mengandalkan kekuatan fisik dan keahliannya. Dengan ditemani Si Gesit yang kadang lari pontang-panting mengejar tuannya karena Si Gerong yang penasaran sesekali menggunakan ilmu meringankan tubuh, akhirnya mereka berhasil menemukan kembali kijang yang luar biasa itu.
Hari sudah menjelang gelap ketika pada akhirnya Si Gerong berhasil memanah kijang yang sudah sejak setengah harian diincar itu dengan satu bidikan. Kijang gemuk yang hampir sebesar sapi itu tergeletak meregang nyawa di bawah pohon asam raksasa. Anak panah Si Gerong tepat mengenai batang tenggorokan dan merobeknya sedemikian rupa sehingga putus jalan nafasnya. Darah segar tampak menyembur dari luka yang menganga di leher itu dan sang kijang pemilik leher tampak bergerak berkelojotan. Darah yang bersimbah menggenangi rerumputan dan sebagian menciptakan noda-noda bulat diantara daun-daun pohon sensus yang tumbuh di bawah asam raksasa.
Si Gesit yang biasanya bersemangat menyerbu ke depan kali ini justru menggonggong seperti ketakutan. Cepat-cepat Si Gerong bergerak waspada mendekati hasil buruannya. Hatinya sangat gembira karena walaupun seharian dia harus berkejaran dengan sasarannya namun pada akhirnya hasil tangkapannya yang begitu besar sangat memuaskannya. Tentu teman-teman yang akan diundang berpesta akan sangat bergembira menikmati hasil buruannya. Apalagi dia sudah mengundang tamu dari kerajaan-kerajaan tetangga untuk pesta bersama dengan menjalin persahabatan dengan kerajaan pulau komodo yang sebentar lagi akan dipimpinnya.
Dengan langkah pasti Si Gerong bermaksud mengangkat kijang besar yang sudah tergeletak tak bernyawa itu. Namun tiba-tiba si Gesit menggonggong keras sekali dan berlari menjauh. Pada saat yang sama tiba-tiba terdengar suara menggeram yang sangat dahsyat dari arah sebelah kiri pohon asam raksasa. Dari dalam semak-semak pohon sensus yang tumbuh rimbun setinggi orang dewasa, sekonyong-konyong muncullah seekor kadal besar yang mengerikan. Begitu melihat Si Gerong naga raksasa itu memperlihatkan gigi-giginya yang runcing dan menjulurkan lidahnya yang bercabang. Dari dalam mulutnya menetes air liur dengan bau yang sangat memuakkan. Matanya yang merah dengan ekspresi menyeringai yang mengerikan menunjukkan bahwa naga itu sangat marah. Tanpa memberikan kesempatan Si Gerong untuk berpikir lebih jauh secepat kilat sang naga langsung menubruknya.
Gambar: Si Orah sedang marah (ilustrasi oleh Dr. Mampuono dengan bantuan AI).
Meskipun masih dalam kondisi terkejut si Gerong bukanlah pemuda sembarangan. Segera dia mengerahkan ilmu meringankan tubuh dan melompat menjauh. Lompatan jauh itu mengarah ke atas dan ia kemudian turun sambil berjumpalitan. Dia sempat terkesiap melihat hasil tubrukan binatang besar itu. Kijang itu tampak remuk bagian tubuh belakangnya akibat terkena hantaman tubuh dan cakaran sang naga.
Si Gerong segera bersiap-siap dengan kuda-kuda penuh sebagai persiapan menghadapi serangan berikutnya. Sepertinya lawan yang dia hadapi bukan main-main. Hari sudah hampir malam dan dia ingin menuntaskan pertarungan dengan cepat. Dia tidak tahu kemampuan lawan sesungguhnya seperti apa, tetapi instingnya menyatakan bahwa dia harus mengerahkan seluruh kesaktian dan ilmu kanuragannya.
Dicabutnya senjata berbentuk duri ekor ikan pari yang selama ini melingkar di pinggangnya. Anak panah dan gendewa yang tadi di bawanya dilemparkannya ke salah satu cabang pohon. Keduanya otomatis tergantung pada tempat strategis di pohon tersebut. Seolah-olah Si Gerong melakukannya sambil mendekati pohon tersebut padahal sejatinya dia melakukannya dari jarak jauh.
Dengan ilmu kanuragan yang dia kerahkan diputar-putarnya cambuk tersebut di atas kepalanya. Suara yang berat dan berdengung diikuti bau amis racun ekor ikan pari menghias di udara sekitarnya. daun-daun yang terkena pusaran angin yang di diciptakannya seketika layu karena terkena racun itu. Yang lebih mengerikan, setiap putaran menghasilkan ledakan-ledakan mengandung listrik ribuan watt yang manggiriskan. Siapapun lawannya yang terkena ledakan langsung dari cambuk itu bisa tewas seketika.
Selama ini dia dilatih ilmu beladiri oleh ibu dan ayahnya serta guru silat yang khusus didatangkan dari Labuan Bajo. Maka tidak mengherankan apabila dia tidak mudah roboh dalam sekali serang, baik oleh manusia maupun binatang. Bahkan pada waktu-waktu tertentu ibunya, Sang Putri Naga biasa mendatanginya dan melatihkan ilmu-ilmu pilihan yang tidak dimiliki oleh orang lain.
Si kadal besar sangat marah melihat hasil serangan pertamanya luput sama sekali. Dengan tatapan mata bengis siap membunuh, kadal yang tidak lain adalah si Orah itu mempersiapkan serangan berikutnya. Diangkatnya lehernya tinggi-tinggi, dijulurkannya lidah bercabangnya yang penuh bakteri mematikan, di rentangkannya keempat kakinya pada tanah berbatu di bawahnya. Keempatnya menjadi tumpuan kecepatan gerakan agar serangan berikutnya mematikan lawan.
Serangan kedua sudah datang. Si Gerong bukanlah anak muda kemarin sore yang bisa diremehkan begitu saja. Kali ini dia menghindar ke samping dan memukul kepala sang naga dengan senjata duri ikan pari yang dipegangnya.
“TARR!!!” Terdengar bunyi ledakan akibat letusan senjata si Gerong. Lengah sedikit saja kepala Si Orah bakal retak dan nyawanya melayang. Untung hantaman senjata si Gerong itu hanya mengenai batu karang. Akibatnya sungguh mengerikan, batu karang sebesar gajah itu terbelah dan debunya berhamburan.
Mereka berdua akhirnya bertempur mati-matian. Mereka mengerahkan kekuatannya masing-masing untuk menundukkan lawannya. Keduanya sama-sama kuat. Keduanya sama-sama sulit dikalahkan. Mereka mengeluarkan ilmu-ilmu kesaktian simpanan mereka. Gerakan keduanya semakin lama semakin sulit diikuti karena saking cepatnya. Yang terdengar hanya teriakan dan geraman yang disusul suara beradunya senjata dengan cakar komodo serta bag big bug suara baku pukul. Gerakan pertempuran keduanya seperti bayangan namun akibatnya sungguh mengerikan. Banyak pohon-pohon asam raksasa yang bertumbangan. Daun-daunnya langsung layu karena terkena racun cambuk ikan pari dan air liur mematikan sang naga.
Gambar: Si Orah dan Si Gerong bersiap bertempur mati-matian.
Pertempuran sudah berjalan satu jam lebih dan hari sudah gelap. Si Gesit yang sempat terkena imbas pertempuran terlempar dan pingsan. Suatu ketika Si Orah menggunakan serangan tipuan. Kedua cakarnya terbuka lebar mengarah ke ubun-ubun dan ulu hati si Gerong. Mendapat serangan ini tangan kanan si Gerong yang memegang cambuk ekor ikan pari segera menangkis ke atas sementara tangan kirinya menolak cakaran yang menuju ke arah ulu hati. Si Gerong terlambat menyadari bahwa itu hanyalah serangan tipuan.
“DESS!” Tiba-tiba ia merasakan punggungnya sakit sekali. Ia terlambat menghindar dari sabetan ekor Si Orah. Akibatnya Si Gerong terlempar beberapa tombak dan jatuh bergulingan. Ketika bangun kepalanya terasa pening sekali. Dadanya sesak dan ia muntah darah. Si Orah sendiri terluka pada pangkal lengan kanannya oleh senjata si Gerong, luka yang dideritanya cukup dalam. Darah terus mengucur dari lukanya. Ternyata sabetan ekor ikan pari itu tidak hanya melukai satu titik, tetapi membuat luka yang menyebar hampir ke sekujur tubuh si Orah. Tampak duri-duri kecil yang menancap di tubuhnya dan menimbulkan rasa sakit yang cukup melumpuhkan.
Sebenarnya walaupun terkena hantaman hebat senjata yang beracun tetapi si Orah mewarisi kekebalan alami yang sudah ia miliki sejak lahir. Racun dari ikan pari yang masuk ke dalam tubuhnya justru memperkuat kekuatan racun yang mengalir di dalam darahnya. Namun pendarahan dan rasa sakit yang melanda sekujur tubuhnya tak ayal lagi membuat dia semakin murka..
Dengan sisa tenaganya Si Orah segera menyerbu lagi. Sebagaimana diketahui si orah juga bukan kadal sembarangan. Sang Putri Naga mewariskan berbagai ilmu kanuragan kepadanya. Dan ini fatal bagi Si Gerong. Akibat luka yang dideritanya Si Gerong semakin lama semakin terdesak hebat. Ia hampir tidak berdaya akibat luka yang terus menerus membuatnya semakin lemah karena kehilangan tenaga dan darah. Sabetan -sabetan cambuk ikan parinya juga semakin lemah dan kurang tepat sasaran.
Kondisi lemahnya si Gerong dimanfaatkan sebaik-baiknya oleh Si Orah. Ilmu simpanan yang bernama Sabetan Ekor Naga segera dikerahkan. Begitu si Gerong lengah ekornya sudah menghantam dengan tenaga penuh ke punggung si Gerong lagi. Pertahanan si Gerong yang terbuka di bagian tersebut menjadi sasaran empuk serangan Si Orah. Malang, karena kondisi si Gerong yang sudah lemah akhirnya membuat serangan itu tak terelakkan. Tubuhnya terlempar ke atas dengan keras dan menghantam salah satu dahan pohon asam raksasa.
Serangan Pamungkas ini seketika membuat Si Gerong jatuh tersungkur muntah darah lebih banyak. Dengan cepat Si Orah segera menubruknya. Si Gerong yang dalam kondisi setengah pingsan tidak bisa menghindar lagi. Jika bukan manusia pilih tanding tentu tubuhnya hancur berkeping-keping oleh tubrukan itu. Dengan penuh kemarahan mulut kadal itu sudah terbuka lebar siap menyantap kepala si Gerong.
Bau busuk air liurnya yang membasahi muka dan badannya sudah tidak dipedulikan Si Gerong lagi. Dalam kondisi biasa mungkin dia akan muntah-muntah mendapat siraman air liur yang baunya lebih busuk dari bangkai itu. Namun semua tenaganya sudah terkuras habis. Dia bahkan sudah muntah darah dua kali. Panca ideranya juga sangat berkurang kepekaannya sehingga bau sebusuk apapun seperti tidak berpengaruh padanya. Kepalanya pening dan matanya berkunang-kunang. Dengan pandangan setengah buram dia sempat melihat gigi-gigi kadal raksasa yang runcing dan lidahnya yang menjulur menyeramkan itu sangat dekat dengan wajahnya. Dalam sedetik kadal raksasa yang murka itu akan menghabisi nyawanya. Si Gerong hanya bisa menahan nafas pasrah menunggu ajal.
Namun, pada saat yang begitu kritis , terdengar suara teriakan keras, “BERHENTI!!!”
Teriakan tersebut membuat seolah-olah waktu berhenti berjalan. Jika orang biasa yang mendengarnya mungkin akan segera muntah darah dan mati. Namun dua pihak yang bertempur adalah bukan dari kalangan sembarangan. Mereka masih bisa menahan gempuran suara tersebut dengan mengerahkan tenaga dalam. Hanya saja mereka menjadi sangat berat untuk menggerakkan badan. Tubuh mereka seolah-olah terkunci oleh suara tersebut.
Sesaat begitu suara teriakan itu menghilang tiba-tiba muncullah cahaya terang berwarna keunguan. Cahay itu merupakan perpaduan warna cahaya merah dan biru. kemunculannya yang tiba-tiba disertai merebaknya aroma wangi bunga pohon sensus dan bunga melati. Cahaya merah beraura panas datang dari sosok laki-laki berpakaian serba merah keemasan dan cahaya biru terpancar dari sosok perempuan berpakaian anggun serba biru dengan mahkota berukir naga menghiasi kepalanya. Cahaya ini auranya dingin menyejukkan.
Si Orah dan Si Gerong sejenak terkesima. Suara teriakan tadi dan penampakan cahaya dengan aura dan aroma berbeda namun menyatu tersebut membuat mereka takjub. Sesaat setelah cahaya dan hawa itu memudar muncullah dua sosok yang sangat mereka kenal. Ternyata yang datang adalah Sang Putri Naga bersama Majo sang suami. Dengan kesaktian yang mereka miliki suami isteri itu bisa datang dan pergi ke berbagai dimensi sesuka hati.
Agaknya pertempuran Si Gerong dan Si Orah telah mengusik mereka berdua sehingga terpaksa datang ke tempat itu. Mereka datang hanya dalam sekelebatan sinar. Mereka segera menghentikan perkelahian tersebut. Pihak yang bertempur merasa terkejut karena kedatangan orang tua masing-masing. Si Orah segera melepaskan cengkramannya pada kepala Si Gerong. Tidak peduli pada kondisinya yang penuh luka berdarah karena sabetan cambuk ekor ikan pari kadal raksasa itu segera mendekat dan menjura kepada kedua orang yang sangat dikenalnya itu.
Sementara itu Si Gerong hanya bisa tergeletak lemah tak berdaya. Dengan sudut matanya dia melihat dengan penuh tanda tanya apa yang terjadi di depannya. Ibunya dengan kasih sayang menyentuh dengan lembut kadal raksasa terluka yang baru saja akan memakannya. Kadal itu tiba tiba menjadi jinak. Mereka kemudian mendatanginya.
Si Gerong yang keheranan mencoba berbicara dengan susah payah, āIb…ibu… Ayah… Mengapa kalian datang ke sini? Apa yang terjadi?”
Sang Putri Naga dengan lembut berkata, āAnakku, kami merasa khawatir dengan pertempuran kalian. Kami tidak bisa duduk diam dan membiarkan kalian terluka seperti ini.
Majo dengan gesit segera mendekati Si Gerong. Lelaki sakti itu menotok beberapa jalan darah penting di tubuh Si Gerong. Tujuannya untuk menghentikan pendarahan yang jika dibiarkan akan mengancam keselamatan jiwa anak laki-lakinya itu. Dengan duduk bersila ditempelkannya kedua telapak tangannya ke punggung Si Gerong yang sudah dia minta bersila di depannya. Ada hawa energi yang terasa hangat yang perlahan-lahan mengalir di setiap bagian tubuh si Gerong. Si Gerong merasa lebih baik setelah itu. Di dekat mereka kadal besar yang kini telah jinak itu bersama Putri Naga menunggui pemulihan Si Gerong. Majo dan Putri Naga segera memeluk kedua anaknya bergantian.
āMaafkan kami Nak, karena kami hampir terlambat memberitahu kalian. Untung kami segera tahu bahwa ada pertempuran besar antara dua bersaudara di hutan ini. Kami merasa terpanggil untuk datang dan menghentikan pertempuran kalian. Kalian berdua adalah anak-anak kami yang kami cintai,” kata Majo.
Sang putri Naga dan sang suami kemudian memberi tahu bahwa sesungguhnya kadal besar yang tidak lain adalah si Orah itu adalah saudara kembar dari si Gerong. Mengetahui hal tersebut keduanya saling bertatapan penuh penyesalan. Mereka saling meminta maaf dan segera berdamai.
Si Orah sambil menahan tangis berkata, āMaafkan aku, Gerong. Aku telah melukaimu sebegitu parah. Aku terbawa emosi.”
Si Gerong yang sudah bisa berkomunikasi dengan Si Orah karena kekuatan khusus Putri Naga menjawab dengan lembut, āTidak apa-apa, Orah. Kita seharusnya tidak bertarung seperti ini lagi. Kita adalah saudara sekandung. Sejak saat ini jangan samapi kita berselosih lagi.ā
āKalian berdua adalah pejuang yang hebat. Namun, ingatlah bahwa kekuatan sejati terletak dalam cinta dan kebersamaan keluarga,ā Kata Majo kepada kedua anaknya.
āKami akan selalu mendukungmu, Gerong. Jadilah pemuda bangsawan yang bijaksana dan penuh cinta. Jagalah saudarimu Si Orah dan keturunannya agar lestari dan bisa hidup berdampingan dengan keturunanmu. Dan kamu Orah, jadilah komodo yang kuat dan bijaksana dan selalu menjaga supaya tidak berselisih dengan manusia karena asal usulmu dari manusia,” pesan Putri Naga.
Kedua orangtua tersebut dengan penuh perhatian membantu Si Orah dan Si Gerong yang kini duduk bersebelahan untuk memulihkan kondisi fisik masing-masing. Kesaktian keduanya tidak diragukan lagi untuk membuat Si Orah dan Si Gerong mengembalikan kondisi dalam waktu singkat.
Sang Putri Naga dan suaminya sudah bisa memperkirakan bahwa hal semacam itu akan terjadi pada akhirnya. Kepada anak-anak kembarnya tersebut sepasang suami isteri sakti itu kembali menekankan agar keduanya saling melindungi bersama keturunannya sampai akhir zaman nanti.
Sejak saat itu si Gerong dengan seluruh warga pulau Komodo sampai anak turunnya berjanji untuk menjaga keberadaan komodo dan seluruh turunannya. Demikian juga Si Orah beserta keturunannya berjanji untuk tidak menyerang manusia. Komodo-komodo itu bebas mencari makan di pulau yang mereka huni bersama manusia. Mereka bisa memangsa babi hutan, kijang, kerbau liar, atau binatang binatang lain yang mereka dapatkan. Bahkan apabila komodo kekurangan makanan, orang-orang yang tinggal di daerah itu berkewajiban untuk mencarikan makan agar mereka terhindar dari kepunahan. Makanan tersebut bisa berupa daging segar, kambing, ayam, kijang bahkan kerbau yang mereka sediakan untuk dimakan oleh komodo-komodo tersebut.
Demikian kisah legenda keberadaan komodo dan suku Komodo yang menghuni dataran pulau komodo. Orang-orang suku Komodo menceritakan legenda ini secara turun temurun. Meskipun sebagian besar penduduk suku Komodo sudah tersentuh modernisasi tampaknya legenda ini tetap mereka pelihara sebagai cerita dari mulut ke mulut. Mungkin sebagian kemudian menganggap cerita itu sebagai dongeng isapan jempol belaka. Namun begitu, kisah itu kemudian dimanfaatkan menjadi semacam local wisdom yang bisa membuat para penduduk pulau Komodo membantu melakukan konservasi terhadap binatang yang habitat aslinya hanya di NTT itu.
Keadaan itu justru menguntungkan, apalagi sekarang keberadaan komodo telah menjadi bagian dari tujuh keajaiban dunia yang baru. Semua warga dunia harus menjaga dan melestarikannya. Sebanyak mungkin informasi harus dibuka dan disebarkan ke seluruh dunia tentang keberadaan naga-naga ini. Tujuannya agar semakin banyak warga dunia datang mengunjungi dan memberikan kontribusi untuk kelestarian naga purba ini.
***
Catatan: Draf cerita ini dibuat Teluk Komodo, Flores. 19 Desember 2017 pukul 22.00 WITA diedit dan direvisi di atas Kapal Motor NK Jaya sambil melintasi perairan Labuan Bajo dan sekitarnya. Disempurnakan di Sampangan 17 Juni 2023 dengan strategi Tali Bambuapus Giri.
Gambar : PenulisĀ bersama “Sang Naga” di Pulau Komodo.
(Penulis, Dr. Mampuono, M. Kom. adalah widyaprada BBPMP Jawa Tengah, Ketum PTIC, Perkumpulan Teacherpreneur Indonesia Cerdas, dan penggerak literasi dengan StrategiĀ Tali Bambuapus GiriĀ atau implementasi literasi produktif bersama dalam pembuatan pustaka digital mandiri berbasis AI dengan memberdayakan metode Menemu Baling atau menulis dengan mulut dan membaca dengan telinga. Penulis juga pernah menjadi juara Guru Inovatif Asia Pasific Microsoft yang terus berbagi tentang penggunaan ICT Based Learning ).