Warning: Trying to access array offset on value of type bool in /home/jseudsjv/public_html/wp-content/plugins/fusion-builder/shortcodes/components/featured-slider.php on line 239
Published On: 27 February 2020Categories: Artikel, Headline

Tentang musibah susur sungai di Turi, Sleman, saya ingin memberi catatan dari perspektif berbeda.

Bukan bermaksud berandai-andai, tapi jika saya seorang siswa, dan saya bisa “survive” saat musibah, mungkin semuanya menjadi berbeda. Catatan saya ini ditujukan untuk siswa, walaupun bermanfaat juga untuk bapak ibu guru. Poin pentingnya adalah, jangan gantungkan hidup matimu pada orang lain.

Karena itu, yang ingin saya katakan, anda para siswa, kuasailah lifeskill sebanyak-banyaknya. Jika anda tinggal dekat sungai, maka bergaulah dengan sungai. Bisa berenang menjadi mapel kehidupan yang wajib dikuasai. Jika anda dekat laut, selain berenang, menyelam juga mesti menjadi makanan sehari-hari. Dan bilamana anda dekat dengan hutan, keterampilan berburu dan botani menjadi menu wajib dikuasai.

Tentang sungai, setiap sungai memiliki karakternya masing-masing. Tapi karakter umum setiap sungai adalah air beriak tanda tak dalam, dan air tenang kebalikannya. Keduanya sama-sama berpotensi menghanyutkan, bedanya air beriak atau berarus memiliki kemampuan menyeret kita, sedangkan air tenang betpotensi membuat tenggelam.

Tentang arus deras dan hanyut, saya ingin sedikit berbagi cerita. Dulu, waktu SMP, di kampung halaman, kami pernah terjun dari jembatan gantung di atas sungai yang berarus deras, sungai Lematang. Cari mati, kata orang. Tapi itulah usia remaja. Makin berbahaya makin didekati. Ketinggian dari sungai kira-kira 4-5 meter. Air di bawah jembatan tenang tapi semakin ke hilir semakin menderas.

Seorang teman melompat, nyalinya paling besar di antara kami. Byur… Lalu kami amati. Dia hanyut terbawa arus, tapi kemudian berhasil menepi sekitar 100an meter dari jatuhnya. Otomatis kami paham. Jangan berenang melawan arus deras. Tidak akan bisa, menghabiskan tenaga saja. Biarkan arus menghanyutkan kita, sambil kita berenang atau bergerak menuju tepian. Jangan hirau dengan jarak, karena pada titik ke sekian akan ada sisi tenang dari arus itu yang membuat kita ke tepian. Sungai, beda dengan laut, ia memiliki tepian.

Prinsipnya satu, buat kepala selalu di atas air, dan jangan sampai terantuk batu. Pakai gaya berenang anjing. Kepalanya saja yang terlihat di atas air. Agar dapat melihat sekeliling. Di arus deras, gaya dada atau katak tak efektif. Gaya bebas masih memungkinkan. Prinsip ke dua, tetaplah tenang, jangan panik. Kepanikan membuat kita tak jernih berpikir dan keliru bertindak.

Saat terhanyut, curi kesempatan untuk bergerak ke tepian atau ke batu besar sebagai tumpuan sementara. Ini mungkin membutuhkan ratusan meter dari titik kita bermula. Tidak masalah. Begitu sampai tepi. Nanti kita bisa berjalan bergabung kembali.

Keterampilan hidup di alam bebas adalah kemampuan dasar. Sekolah-sekolah harus tetap mengajarkannya, dengan menerapkan standar keamanan yang ketat. Dalam susur sungai, ada banyak hal yang bisa dilakukan agar zero accident. Mulai dari pengamatan cuaca dan medan, survey, jumlah instruktur yang mencukupi, alat dan baju yang tepat, pemakaian pelampung, safety point, dangerous point, dan seterusnya.

Penggunaan teknologi sebagai pembelajaran di sekolah jangan sampai mengurangi atau menghilangkan kesempatan belajar di alam terbuka. Gunakan teknologi untuk mendukung kegiatan di alam terbuka, khususnya untuk lebih mendukung keselamatan para siswa. Dari setiap musibah, akhirnya kita lebih membuka hati dan mata.

 
Penulis : Doni Riadi Guru Sekolah Alam Ar-Ridho, Semarang
Pengelola Laman : Hesty