Ungkapan itu mulanya saya dengar ketika mengikuti pengajian awal tahun LPMP Jawa Tengah. Pembicara saat pengajian tanggal 3 Januari 2019 adalah Bapak Fachrurozi, dosen IAIN Semarang. Sejak saat itu, saya tergoda untuk lebih memahami makna ungkapan itu. Selain saya bincangkan dengan teman, pelacakan di mesin pencari google saya lakukan. Hasilnya saya tuangkan dalam tulisan ini.
Pitutur “akeh ora turah, sithik ora kurang”, saya rasakan sebagai ungkapan paradoksal. Konsep itu bertentangan dengan kewajaran. Sewajarnya, akeh (banyak) akan turah (berlebih) dan sithik (sedikit) akan kurang. Namun, terkadang dalam kehidupan ini memang sering terjadi hal yang paradoksal. Mengapa hal itu bisa terjadi? Pertanyaan itu menggelitik saya untuk mencari jawabnya.
Penghasilan sebulan seseorang bisa jadi puluhan juta rupiah. Sementara orang lain berpenghasilan hanya kisaran tiga jutaan. Namun, yang apa terjadi dengan pemenuhan kebutuhan mereka sebulan. Yang berpenghasilan puluhan juta habis tak bersisa. Yang berpenghasilan tiga juta cukup tidak kekurangan. Bahkan dalam kasus lain, orang yang berpenghasilan besar terlilit utang. Orang yang berpenghasilan kecil justru bisa menyisakan menjadi tabungan. Kenyataan itu bisa dan banyak terjadi dalam masyarakat sekitar kita. Atas kondisi itu, benar bahwa “akeh ora turah, sithik ora kurang” bahkan “akeh iso kurang, sithik iso turah”.
Berlakunya pitutur luhur tentang pengelolaan penghasilan seseorang itu disebabkan ketidakmampuan mereka membedakan keinginan dan kebutuhan. Ketika orang tidak bisa membedakan dua kata itu maka pitutur itu menjadi benar. Jika orang dapat menerapkan keinginan dan kebutuhan dalam kehidupannya maka, ungkapan itu tidak akan berlaku baginya.
Setiap orang pasti memiliki kebutuhan untuk hidup. Baik kebutuhan jasmani dan rohani. Juga memiliki kebutuhan primer, sekunder, dan tertier. Kebutuhan manusia juga dapat dibedakan menjadi kebutuhan masa kini, masa datang, dan masa sesaat. Hanya saja setiap orang memiliki perbedaan keinginan dalam memenuhi kebutuhan tersebut. Begitu juga setiap orang memiliki keinginan yang berbeda dan beragam. Aku ingin begini, aku ingin begitu, ingin ini itu, ingin yang lain. Jadi ingat Doraemon yang punya banyak keinginan. Banyak keinginan itu dapat dipenuhi dengan kantong ajaib.
Perbedaan antara kebutuhan dan keinginan dapat dilihat dari beberapa aspek. Kebutuhan sifatnya objektif, perlu, dan mengikat. Keinginan bersifat subjektif dan tidak harus. Dampak yang diinginkan atas kebutuhan adalah manfaat. Sementara keinginan berakibat atas kepuasan. Kebutuhan mendasarkan terhadap aspek fungsi. Lain halnya dengan keinginan tolok ukurnya pada selera.
Berdasarkan perbedaan itu, dapat disimpulkan bahwa kebutuhan adalah sesuatu yang harus dimiliki seseorang karena tingkat kepentingan yang tinggi. Jika seseorang memiliki kebutuhan barang atau jasa, biasanya hal terpenting yang dipertimbangkan adalah manfaat dan fungsinya. Kebutuhan juga bersifat terbatas.
Keinginan berada di sisi lain, biasanya bersifat subjektif. Keinginan tidak terlalu berpengaruh terhadap kelangsungan hidup seseorang. Seandanya keinginan tidak dipenuhi, orang tidak akan mengalami masalah atau kesulitan berarti. Pemenuhan terhadap keinginan biasanya bersifat kepuasan. Keinginan cenderung menyesuaikan dengan selera individu. Keinginan bisa bersifat positif jika pemenuhannya memberi nilai tambah terhadap pemenuhan kebutuhan yang telah tercapai.
Setelah kita memahami perbedaan kebutuhan dan keinginan. Kita semestinya dapat mengelola keduanya secara baik. Mencukupi kebutuhan dan mengendalikan keinginan yang ada pada kita. Kiranya kita bisa bersepakat, uang sekarung bakal kurang untuk memenuhi keinginan. Uang seamplop bisa cukup memenuhi kebutuhan kita sebulan. Akhir kata, jalani hidup ini dengan penuh rasa syukur. Syukuri apa dan berapapun yang kita dapat, toh “akeh ora turah, sithik ora kurang”.