4 Suhu Membuat Jurus Baru Dari 13 Kitab Dengan Design Thinking.
Oleh : Syaifulloh
Alkisah ada 4 suhu yang mendapatkan amanah dari kepala suhu, pendekar dan cantrik agar membut jurus baru di perguruan silat ”Merdeka Bersama” yang padepokannya ada di bukit Gombel. Amanah ini diberikan karena sesuai dengan jabatannya di perguruan silat itu. Perguruan silat tersebut sudah memiliki nama yang melegenda di dunia persilatan. Jurus-jurus yang dimiliki dan diajarkan kepada para murid-muridnya diakui oleh kawan-kawan perguruan silat lainnya yang tersebar di seantero nusantara sehingga menjadi tempat untuk ngangsu kaweruh, karenanya perguruan silat ini dianggap memiiki keunikan dan terobosan-terobosan jurus baru yang terkadang keluar dari pakem dunia persilatan sehingga menarik minat padepokan silat yang berasal dari berbagai penjuru arah angin untuk mengirim cantriknya bèrguru jurus-jurus silat terbaru.
4 orang suhu ini mendapatkan 13 buku persilatan yang sebagian sudah dikuasai oleh para suhu sampai nglentek tapi sebagian isi yang lain belum pernah dipelajari secara seksama. Tambahan wewenang ini membuat 4 orang suhu harus belajar lagi sesuai TUPOKSI agar tidak bertabrakan program dan kegiatannya dengan padepokan lain yang juga diberi kewenangan ngurusi cantriknya. Sedangkan 4 orang suhu ini memiliki kewenangan yang lebih besar dalam menyusun program membuat jurus baru dari 13 kitab silat itu di padepokannya bukan memberikan pelatihan kepada pendekar dan cantriknya. Mereka berharap untuk mendapatkan ide-ide baru sehingga bisa bermanfaat bagi pengembangan jurus kekinian di perguruan silat “Merdeka Bersama” padepokannya ada di bukit berbunga tempat yang indah, di Bukit Gombel.
Untuk memahami ke 13 buku silat itu, ke 4 Suhu DUNG DENG ini melaksanaan diskusi serius agar dapat ide tentang metodologi yang tepat untuk lebih mudah memahami dan membuat program mengembangkan jurus baru tersebut sesuai dengan kebijakan dan Tupoksinya dalam mendukung peningkatan kualitas pendidikan padepokan dan mutu secara luas.
Disepakati oleh ke 4 suhu tersebut untuk melaksanakan diskusi intens dengan menggunakan pola “DESIGN THINKING” sebagai bahan pengembangan jurus baru tersebut. Dibutuhkan waktu beberapa minggu untuk memahami 13 buku dan jurus-jurus pamungkas yang ada di dalam buku itu, agar nantinya bisa dijadikan rujukan oleh padepokan silat lainnya yang tersebar di 35 padepokan silat berbagai wilayah.
Ternyata 4 orang suhu ini dan 1 pendekar pernah berguru kepada suhu lain untuk belajar simulasi pengembangan jurus baru melalui pendekatan instrumen. Di padepokan “Merdeka Bersama” mereka juga berdiskusi membuat instrumen agar ke 13 buku tersebut lebih mudah dipahami oleh suhu tersebut sebelum diberikan kepada para pendekar. Hal ini dilakukan agar antara ke 13 kitab dan instrumen bisa saling mendukung ketika dijadian bahan diskusi dan ketika sudah disebarluaskan kepada para pendekar. Kegiatan penguasaan jurus-jurus yang ada di dalam ke 13 Kitab dari perguruan silat negeri seberang harus dikuasai para suhu, sebelum diberikan kepada para pendekar dan cantrik penguasa 35 padepokan.
Dari diskusi para suhu disepakati jurus-jurus baru yang sudah dibuatkan instrumennya, jurus baru itu harus diberikan dan dilatihkan kepada para pendekar di padepokan “Merdeka Bersama”. Kesepakatan 4 suhu itu merupakan EMPATHIZING, yaitu: Tahap pertama dari proses DESIGN THINKING untuk mendapatkan pemahaman empatik tentang masalah membuat jurus baru dari 13 kitab silat dari negeri seberang tersebut. Jurus tersebut dicoba untuk dibuat dan diselesaikan.
Untuk menyelesaikan jurus ini, ke 4 suhu sepakat untuk melibatkan beberapa suhu yang lebih senior, yang memiiki pengalaman lebih dalam pengembangan jurus dari perguruan silat negara lain, juga untuk mencari tahu lebih banyak tentang jurus hebat yang menjadi perhatian melalui pengamatan, keterlibatan, dan empati para suhu senior dan para pendekar di padepokan “Merdeka Bersama” untuk memahami pengalaman dan motivasi mereka sehingga memperoleh pemahaman yang lebih jelas tentang pengembangan jurus silat baru yang berasal dari 13 kitab silat.
4 suhu dan beberapa suhu senior sepakat untuk membuat pertemuan khusus dengan para pendekar yang ada di perguruan silat “Merdeka Bersama” agar diperkenalkan jurus-jurus baru tersebut melalui “Capacity Building” untuk menjadi bekal para pendekar senior dan yunior ketika mengenalkan jurus baru dari 13 kitab silat melalui diskusi dan survey di 35 padepokan yang tersebar di berbagai wilayah. Mengumpulkan informasi berbagai jurus silat yang telah dibuat dan kumpulkan selama tahap Empathise. Disinilah akan menganalisis berbagai jurus dari 13 kitab silat dan mensitesinya untuk menentukan masalah jurus-jurus silat telah diidentifikasi dan didiskusikan kepada padepokan di daerah.
Para suhu mengidentifikasi masalah jurus-jurus yang tidak sesuai sebagai pernyataan masalah dengan cara yang berpusat pada para pendekar di daerah tentang 13 kitab jurus silat yang akan dikenalkan kepada mereka.
Capacity Buiding dilakukan dengan cara praktik langsung jurus dan di ikuti oleh seluruh pendekar senior dan yunior. Mereka belajar bersama melalui simulasi dari instrumen yang materinya ada di 13 kitab silat dari negeri seberang itu.
Hal ini dilakukan agar ketika memfasilitasi peserta diskusi dan survey di padepokan di daerah bisa berjalan sukses dan lancar dan mendapatkan data valid, para pendekar betul-betul menguasai dan bisa memberikan fasilitasi kepada seluruh anggota padepokan yang diundang sesuai kapasitas masig-masing.
Seluruh padepokan di daerah yang merupakan mitra kerjasama dikirimi surat oleh perguruan silat “Merdeka Bersama” yang ditandatangani kepala suhu dan pendekar, melalui telepati agar mangagendakan kegiatan tersebut. Setelah mendapatkan jadwal pertemuan, seluruh pendekar yang terdiri dari 2 senior dan 4 yunior melakukan perjalanan ke daerah untuk diskusi dan melaksakaan survey.
Para peserta di berbagai wiayah telah berkumpul di padepokan masing-masing untuk mendengarkan arahan dari pendekar senior yang memimpin diskusi untuk memperoleh data primer dari 13 buku silat itu dan data sekunder yang berasal dari instrumen yang sudah disiapkan. Setelah mendengar bunyi kentongan yang dipukul oleh cantrik padepokan, maka diskusi dan isi data survey dimulai.
Pendekar senior mengawal diskusi dan membagian materi kepada para peserta lebih jelas dalam diskusi agar memperoleh masukan mengenai jurus silat yang ideal berdasar 13 kitab silat di atas.
Para pendekar di padepokan di berbagai daerah dengan antusias mengikuti diskusi dan menjawab pertanyaan yang terkadang tidak dimengerti karena dari 13 buku silat yang dibahas, ada yang sama sekai tidak dikenal oleh para pendekar tentang isi buku silat tersebut, bahkan baru kali ini mendengar jurus itu di dunia persilatan, sehingga ketika diskusi tidak bisa mengeluarkan pendapat karena tidak mengetahui jurus hebat tersebut.
Tetapi para pendekar yang berasal dari bagian yang mengurusi sekolah silat banyak yang memahami beberapa buku silat karena selama ini sudah melaksanakan, bahkan ditagih oleh padepokan “Merdeka Belajar” agar terus meningkatkan capaian “adoption Rate”, kalau tidak tercapai, ketua padepokan di daerah bisa pening kepalanya. Ketika peserta tidak mengetahui program dan isi 13 buku silat itu harus dibiarkan saja tidak boleh diberitahu jurus yang jitu.
Semua jawaban yang diperoleh dari para pendekar dan cantrik di daerah itu di input oleh para pendekar yunior agar memudahkan klasifikasi dan ide baru dari kegiatan diskusi. Hasil input dari diskusi dan survey dari 35 padepokan akan disetorkan kepada 4 suhu penanggungjawab diskusi dan selanjutnya 4 suhu memanggil anak buahnya untuk melihat dan mengklasifikasi rekomendasi agar menjadi ide baru dengan mengumpulkan ide, dalam DESIGN THINKING ini dinamakan IDEATE, yaitu menentukan dan mencari solusi tentang masalah yang ada yaitu apa yang diketahuinya oleh pendekar dan cantrik di daerah terkait jurus yang ada di 13 buku silat itu. Oleh karena itu, proses brainstroming akan melahirkan ide-ide inovatif yang diinginkan sebagai pemecahan masalah dalam mengembangkan jurus silat kekinian.
Ketika para pendekar senior dan yunior telah kembali ke padepokan “Merdeka Bersama” di Bukit Gombel, mereka memasukkan seluruh data diskusi dan survey ke dalam link yang disediakan oleh para suhu dan harus dilampiri gambar hasil “ngeker” ketika kegiatan “urun rembug” berlangsung.
Selanjutnya 4 orang suhu dan para anggota pendekarnya membuat klasifikasi agar bisa dimasukkan sesuai tanggungjawab masing-masing, setelah itu 4 suhu sesuai kewenangannnya memasukkan rekomenasi ke dalam Format Tools for Creativity yang berisi New Ideas : diambil dari kompilasi 35 padepokan berdasarkan random words, Concepts : Konsep secara umum ide/ hasil rekomendasi new ideas, Alternative Ideas : Kegiatan terinci yang akan digunakan untuk menyelesaikan permasalahan terkait jurus silat yang di inginkan.
Setelah itu memasukkan ke dalam Rating Scale dengan patokan sebagai berikut: Kriteria scor: 5 jika sangat dibutuhkan (need), sangat feasibel (bisa dilakukan), sangat acceptabel (keberterimaan), sangat murah costnya, sangat rendah riskonya, sangat cocok dan sangat unik. 4 jika dibutuhkan, fesiabel, acceptabel, murah costnya, rendah resikonya, cocok dan unik. 3 jika netral atau cukup. 2 jika kurang dibutuhkan, kurang feasibel, kurang acceptabel,mahal biayanya, tinggi resikonya, kurang cocok dan kurang unik. 1 jika sanagat kurang dibutuhkan, sangat kurang feasibel, sangat kurang acceptabel, sangat mahal biayanya, sangat tinggi resikonya, sangat kurang cocok dan sangat kurang unik.
Pada proses selanjutnya dilakukan Prototize Idea dimana bisa dilakukan menggunakan kriteria sebagai beriktu: Kriteria Scor: 5 jika biaya sangat murah, waktu yang diperlukan sangat pendek, ruang lingkupnya sangat besar dan kualitasnya sangat baik. 4 jika biayanya murah, waktunya pendek, ruang lingkupnya besar, dan kualitasnya baik ; 3 jika netral atau cukup; 2 jika biayanya mahal, waktunya lama, ruang lingkupnya kecil, kualitasnya rendah; 1 jika biayanya sangat mahal, waktunya sangat lama, ruang lingkupnya sangat kecil dan kualitasnya sangat rendah.
Setelah data dikumpukan dan dianalisa oleh 4 suhu dan beberapa suhu senior dari padepokan silat negara lain maka dapat dilakukan lanjutan Membuat Jurus Baru Dari 13 Kitab Perguruan Silat Negeri Seberang. Jurus baru yang dibuat ini dalam DESIGN THINKING dinamakan dengan “PROTOTYPE” yang artinya Membuat prototype jurus baru agar bisa dilaksanaan dan diprogramkan serta dilatihkan kepada para pendekar, cantrik dan para suporter silat untuk menciptakan perubahan akhir dari jurus silat ini, penambahan jurus baru dari padepokan silat “Merdeka Bersama” dari Gunung Gombel yang bisa diterapkan di seluruh 35 padepokan yagn tersebar di berbagai wilayah.
Dalam masa “Prototype” ini para suhu sudah memastikan indikator keberhasilan dalam pendampingan pelaksanaan jurus silat baru ini yang akan dilaksanakan di 35 padepokan silat di wilayah kekuasaan padepokan silat “Merdeka Bersama” indikator keberhasilan ini juga disetujui oleh “juragan kepeng” penguasa anggaran di padepokan silat “merdwka bersama” agar sesuai dengan tagihan kinerjanya.
Ketika 35 padepokan-padepokan yang tersebar di seluruh wilayah kekuasaan Padepokan Silat “Merdeka Bersama” mulai menggunakan jurus-jurus baru dari 13 Kitab Silat dari Negri Seberang, maka itu dinamakana dengan ‘TEST” atau menguji seeluruh jurus yang ada secara ketat menggunakan solusi terbaik yang diidentifikasi selama fase prototyping. Ini adalah tahap akhir dari design thinking, tetapi dalam proses berulang, hasil yang dihasilkan selama fase testing sering digunakan untuk mendefinikan kembali satu atau lebih masalah dan menginformasikan pemahaman pengguna, kondisi penggunaan, bagaimana orang berpikir, berperilaku, dan merasakan, dan berempati. Bahkan selama fase ini, perubahan dan penyempurnaan dilakukan untuk menyingkirkan solusi masalah dan memperoleh pemahaman sedalam mungkin terhadap jurus sillat baru sesuai 13 kitab dari negeri seberang dan penggunanya.
Demikian kisah 4 suhu membuat jurus baru dari 13 kitab perguruan siat seberang dengan menggunakan Design Thinking.
Semoga bermanfaat!!